Mohon tunggu...
Jonny Hutahaean
Jonny Hutahaean Mohon Tunggu... Wiraswasta - tinggi badan 178 cm, berat badan 80 kg

Sarjana Strata 1, hobby membaca

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Sebuah Refleksi dari "Cerita Guru di Atas Garis"

22 September 2020   17:28 Diperbarui: 23 September 2020   12:40 239
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pendidikan. Sumber ilustrasi: PEXELS/McElspeth

Andai saat itu kami disuruh memberi nilai pada sang guru, pasti kami beri nilai lima dari skala sepuluh. Tapi puluhan tahun kemudian, nilai sang guru bagi saya adalah sepuluh. Meski sangat terlambat, saya mengucapkan terima kasih yang dalam kepada beliau, dan terutama kepada semua guru.

Ayolah kita jujur mengakui, bahwa sangat banyak nasehat dan hukuman dari seorang guru yang baru bisa kita pahami lama setelah kita meninggalkan sekolah, saat kita mulai berhadapan dengan realitas di kehidupan yang nyata. 

Yang mau saya katakan adalah, menilai keberhasilan seorang guru adalah sesuatu yang sulit, dan sangat tidak relevan jika nilai seorang guru dinyatakan hanya dalam angka-angka statistik. 

Guru adalah inspirator, itulah yang saya pahami saat ini, puluhan tahun setelah saya meninggalkan gedung persekolahan. Ketika mendengar bahwa Nagasaki dan Hirosima luluh-lantak oleh bom atom, sang kaisar Jepang spontan bertanya, berapa jumlah guru yang selamat?

Sebuah buku kecil berjudul "Cerita Guru di Atas Garis" terbit, penerbit ANDI. Buku kecil ini berisi tulisan dari 18 orang mantan siswa, semuanya tentang kesan terhadap guru dan kesan sebagai guru, ke-18 belas tulisan itu memastikan bahwa guru adalah sang "inspirator". 

Semakin lama kita berpisah dengan guru di sekolah, kita semakin bisa mengerti dan makin memahami arti dan nilai seorang guru, kita semakin paham makna dibalik hukumannya, semakin mengerti arti dari nasehatnya.

Umur 16 tahun belum bisa baca tulis, apalagi berhitung. Gedung sekolah (sebenarnya tidak layak disebut gedung) reot, di pekarangan tumbuh semak yang tingginya melebihi dua meter. 

Anak-anak lebih memilih dan lebih suka pergi ke hutan mencari sesuatu yang bisa dimakan atau dijual. Itulah kendala yang dihadapi guru di pedalaman Asmat, Papua. Bukannya menyerah, tetapi sang guru berpikir keras dan pada akhirnya menemukan cara untuk mengembalikan anak-anak ke bangku sekolah, sang inspirator.

Aku capek mengajarimu sampai paham ilmu fisika, justru sekarang kau menjadi hakim, bah? Sia-sialah ilmu yang kuajarkan itu ya, kata seorang guru ketika puluhan tahun kemudian bertemu dengan mantan muridnya. 

Oh.. tidak pak, jawab mantan murid. Inspirasi menjadi hakim saya dapatkan ketika bapak mengajar fisika di kelas saya. 

Ke mana pula itu teori fisika yang mana yang menginspirasi engkau anakku? Tanya si Guru. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun