Mohon tunggu...
Jonny Hutahaean
Jonny Hutahaean Mohon Tunggu... Wiraswasta - tinggi badan 178 cm, berat badan 80 kg

Sarjana Strata 1, hobby membaca

Selanjutnya

Tutup

Politik

Radikalisme ala Tawon

21 Juni 2017   16:25 Diperbarui: 21 Juni 2017   16:43 308
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Tawon gangsir betina ichneumon menaruh telurnya ke dalam badan seekor ulat (atau belalang, atau lebah), menusukkan sengatnya untuk membius sistem saraf pusat sehingga ulat lumpuh tetapi tidak mati. Dengan demikian, ketika telur tawon itu menetas di dalam tubuh ulat dan perlahan-lahan memakan daging ulat dari dalam, daging itu tetap segar. Tidak terbayangkan kengerian, ketakutan, dan kesakitan, penderitaan lengkap sang ulat ketika mengetahui tubuhnya perlahan-lahan dihabiskan dari dalam, dan sang ulat tidak bisa berbuat apapun.

Telur tawon gangsir betina itu, adalah paham radikalisme yang disuntikkan ke dalam tubuh NKRI, begitulah. Dan, perhatikan hasil survey berikut.

'1. Wahid Institute

Survey yang dilakukan Wahid Institute terhadap 1200 orang sampel anak muda yang mencakup siswa menengah, menampakkan sesuatu yang mengejutkan

15% setuju terhadap pelarangan ibadah yang dianggap sesat dan minoritas

12,5% setuju ideologi Pancasila diganti dengan ideologi agama

7,9 % setuju dengan tindakan kekerasan atas nama agama

(Kompas, Sabtu 17 Juni 2017)

'2. LaKIP (Lembaga Kajian Islam dan Perdamaian)

24,5% guru dan 41,1% siswa mendukung tindakan perusakan dan penyegelan rumah ibadah

22,7% guru dan 51,3% siswa setuju terhadap perusakan rumah atau fasilitas anggota keagamaan yang dituduh sesat.

28,1% guru dan 58,0% siswa mendukung perusakan tempat hiburan malam

32,4% guru dan 43,3% siswa mendukung pembelaan dengan menggunakan senjata terhadap umat Islam dari ancaman agama lain.

(Kompas, Sabtu 17 Juni 2017).

Bagi sebagian kita dan bagi sebagian besar aparat, hasil kedua survey itu tidak bermakna apapun, tidak memicu pemikiran apalagi kewaspadaan.

'3. Bias Survey

Selalu terdapat bias pada setiap survey, hal alami yang tidak bisa dihindarkan dari segala sesuatu yang mengandalkan sampel. Seribu dua ratus orang tentu tidak bisa dijadikan sampel yang mewakili 275 juta orang. Survey dengan sampel Hambalang dan sekitarnya pasti menempatkan Bapak Prabowo Subianto meraih elektabilitas tertinggi menjadi capres 2019. Survey yang sama di Papua mungkin menempatkan Pak Jokowi dengan elektabilitas tertinggi.

Salah satu penyakit kronis dari setiap survey adalah "subjektifitas". Sifat "subjektifitas" inilah yang membuat survey bisa dipesan dan dimanfaatkan untuk membentuk opini.

Perhatikan isian pada kwesioner berikut:

"Setujukah anda untuk membela agama anda, bahkan jika perlu dengan menggunakan senjata dan kekerasan, jika agama anda diserang oleh agama lain?". Mayoritas jawaban "setuju", karena di situ ada elemen pertahanan dan pembelaan diri. Tiap-tiap orang berhak mebela diri, tentunya begitu.

Bedakan dengan yang berikut :

"setujukan anda menggunakan senjata dan kekerasan untuk menegakkan agama yang anda anut?". Saya yakin jawaban mayoritas adalah "tidak setuju", karena di dalamnya mengandung unsure agresifitas.

Beginilah cara saya menenangkan diri dan memanjatkan doa khusuk "semoga kedua survey di atas mengandung bias yang sangat lebar, sehingga tidak layak dijadikan rujukan untuk menyimpulkan. Dengan begitu, NKRI aman-aman saja dan akan Berjaya pada suatu masa yang tidak begitu lama lagi, Amin".

'4. Kewaspadaan

Doa-ku tadi untuk menghapus kecemasan, tetapi kewaspadaan harus tetap dipelihara. Bagai mana jika survey itu sangat kapabel?

Maka survey itu dapat menjadi indikator bahwa, tawon gangsir betina sudah menyuntikkan telurnya ke dalam tubuh ulat, membius dan mematikan simpul saraf pusat sang ulat. Maka satu-satunya jalan penyelamatan bagi sang ulat adalah pembedahan besar-besaran untuk mengeluarkan larva tawon dari dalam tubuh.

Remaja dan siswa menengah yang menjadi sampel survey, mereka adalah "larva" yang menjadi tumpuan masa depan bangsa ini, merekalah yang akan memegang tampuk pemerintahan mulai tahun 2040. Apa yang istimewa di tahun 2040?. Ramalan seorang guru besar PTN terkemuka bahwa di tahun 2040, Indonesia akan menjadi kekhalifahan.

Guru, seperti tawon gangsir betina, mereka adalah penyemai "larva" atau bibit. Masa depan bangsa bergantung pada apa yang mereka semaikan ke dalam otak dan pikiran terutama ke dalam hati siswa remaja di sekolah.

Membayangkan larva tawon gangsir memakan daging ulat perlahan-lahan dari dalam, dan tidak ada apapun yang bisa dilakukan, itu sangat mengerikan dan menakutkan.

Maka doa saya di atas saya panjatkan sekali lagi, Amin.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun