28,1% guru dan 58,0% siswa mendukung perusakan tempat hiburan malam
32,4% guru dan 43,3% siswa mendukung pembelaan dengan menggunakan senjata terhadap umat Islam dari ancaman agama lain.
(Kompas, Sabtu 17 Juni 2017).
Bagi sebagian kita dan bagi sebagian besar aparat, hasil kedua survey itu tidak bermakna apapun, tidak memicu pemikiran apalagi kewaspadaan.
'3. Bias Survey
Selalu terdapat bias pada setiap survey, hal alami yang tidak bisa dihindarkan dari segala sesuatu yang mengandalkan sampel. Seribu dua ratus orang tentu tidak bisa dijadikan sampel yang mewakili 275 juta orang. Survey dengan sampel Hambalang dan sekitarnya pasti menempatkan Bapak Prabowo Subianto meraih elektabilitas tertinggi menjadi capres 2019. Survey yang sama di Papua mungkin menempatkan Pak Jokowi dengan elektabilitas tertinggi.
Salah satu penyakit kronis dari setiap survey adalah "subjektifitas". Sifat "subjektifitas" inilah yang membuat survey bisa dipesan dan dimanfaatkan untuk membentuk opini.
Perhatikan isian pada kwesioner berikut:
"Setujukah anda untuk membela agama anda, bahkan jika perlu dengan menggunakan senjata dan kekerasan, jika agama anda diserang oleh agama lain?". Mayoritas jawaban "setuju", karena di situ ada elemen pertahanan dan pembelaan diri. Tiap-tiap orang berhak mebela diri, tentunya begitu.
Bedakan dengan yang berikut :
"setujukan anda menggunakan senjata dan kekerasan untuk menegakkan agama yang anda anut?". Saya yakin jawaban mayoritas adalah "tidak setuju", karena di dalamnya mengandung unsure agresifitas.