Seperti  puisi esai Denny JA, tema yang diangkat adalah tentang nestapa, penindasan, perjuangan melawan diskriminasi, penjajahan.
Pada lukisan AI Denny ini juga begitu. Seperti ada luka yang tidak pernah kering di hati Denny. Atau, Denny JA yang kaya raya ini hatinya cepat tersentuh melihat penderitaan manusia. Lalu, dia beraksi melalui puisi esai dan lukisan AI.Â
Rangkaian lukisan di dinding  menunjukkan nuansa hati yang sensitif: terasa kelam, sedih, dan sunyi. Bahkan pada lukisan bertema imaginasi anak, warna sedih dan muram tetap terasa. Kesan ini muncul karena Denny menggunakan warna gelap. Tidak warna cerah dan terang sebagai cerminan kegembiraan pada anak.Â
Nah, sebagai penutup saya ingin menyarankan  pada Denny untuk menyebut lukisan berbantuan AI ini sebagai lukisan esai atau lukisan puisi esai.Â
Agar puisi esainya lebih tebal baiknya ada penambahan puisi pendek, kalimat 3-5 paragraf sangat ringkas, di dalam lukisan. Seperti narasi yang ditempelkan di samping lukisan pada pameran. Teks dan kalimat puisi itu menjadi siraman sensitivitas tambahan pada lukisan tersebut.Â
Puisi mini ini bisa juga ditulis tangan oleh Denny JA, seperti text judul lukisan yang digoreskan di atas gambar.Â
Teks ini saya kira juga berfungsi sebagai pembeda lukisan Denny dengan karya orang lain. Sekedar contoh, pelukis Hardi membuat gambar bulatan merah pada setiap karyanya agar karyanya mudah dikenali. Katanya, itu lambang semangat.Â
Kalau ada teks agak panjang (apalagi ditulis seperti di atas kertas) akan menjadi indentitas sendiri bagi setiap karya lukis Denny JA.Â
Jika saya ringkaskan kriteria lukisan puisi esai adalah: