GP selama menjabat Gubernur Jawa Tengah, lebih mengedepankan kebijakan sebagai nasionalis. Belum terdengar GP melahirkan kebijakan yang pro syariat Islam. Bahkan GP melakukan tindakan yang terkesan kurang memihak syariat Islam, seperti menegur seorang guru yang mengajurkan murid wanitanya memakai jilbab, tidak memberikan pembelaan terhadap ulama (UAS, Khalid Basalamah) yang dipersekusi tidak boleh berdakwah di Jateng.
ARB juga setali tiga uang. Selama menjabat gubernur DKI, ARB lebih menampilkan kebijakan sebagai nasionalis sejati. Memberikan fasilitas yang sama terhadap semua agama dan terhadap semua penganut agama. Seandainya ARB memberikan koreksi terhadap kebijakan Ahok dalam kegiatan keagamaan Islam, seperti membolehkan kembali pemanfaatan Monas untuk kegiatan pengajian, menghidupkan kembali malam takbiran dan takbir keliling, memanfaatkan Jakarta International Stadium (JIS) untuk kegiatan shalat Ied, di  saat yang sama ARB juga mempermudah pembangunan gereja, pura dan wihara, memberikan kebebasan umat Kristen, Hindu dan Budha merayakan hari besar agamanya secara terbuka. Nyaris tidak ada Perda DKI yang sarat syariat Islam.
Kategori nasionalis sejati inilah yang dicerminkan Pak Jokowi selama menjabat presiden. Beliau, menurut orang dekatnya, sangat rajin shalat dan puasa sunat, tapi kebijakannya tidak banyak didedikasikan untuk kemajuan Islam. Hampir tidak ada UU baru yang diadopsi dari syariat Islam. Malah di masa pemerintahan Pak Jokowi terjadi "anulir" Perda-perda yang bernuansa syariat Islam. Di zaman pemerintahan Pak Jokowi-lah lahirnya istilah Islam radikal, intoleran, anti kebhinnekaan dan pembubaran ormas Islam (HTI dan FPI), terkesan membiarkan para buzzers menista Islam. Kalaupun ada "sedikit" penampakan kebijakan yang pro syariat Islam, hanyalah sebatas membolehkan Wanita TNI dan Polri memakai hijab dan merenovasi Mesjid Istiqlal.
Kesimpulan
Kesimpulan, sepanjang pengetahuan Penulis, semua capres (PS, GP, PM dan ARB) tidak memiliki rekam jejak melakukan politisasi agama dalam kategori "berbahaya" yang menjadikan agama sebagai objek.. Kalau kategori menjadikan agama sebagai alat/sarana, atau menjadikan agama sebagai tujuan masih wajar-wajar saja dan tidak masuk kategori "membahayakan".
Semoga isu politisasi agama tidak lagi dimunculkan dalam konteks "ketakutan" terhadap para capres. Kepada para capres, selamat berkompetisi secara sehat. Semoga mampu menorehkan sejarah bangsa dengan tinta emas .
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H