Pilihan Gus Yahya mungkin juga dipengaruhi kedekatan beliau dengan Gus Dur yang diucapkan dalam banyak diskusi. Ketika selama ini PKB banyak meraup suara dari nahdliyin, di bawah pimpinan Gus Yahya, PKB versi Muhaimin Iskandar tidak bisa semena-mena mengeruk suara nahdliyin. Apalagi mengingat beberapa bulan lalu Cak Imin sempat berselisih dengan putri Gus Dur (kader PKB versi Gus Dur), Yenny Wahid di Twitter.
Kebijakan tegas Gus Yahya melunturkan sentimen negatif NU yang dianggap eksklusif dalam pilihan politik. Sementara NU seharusnya bisa menjadi pengayom, bukan hanya untuk seluruh partai, namun seluruh ormas dan kelompok masyarakat lainnya.
NU harus punya independensi dalam berpolitik. Artinya harus kritis terhadap pemerintah dan punya tanggung jawab menjaga keutuhan NKRI. Dari sikap ketua umum yang tidak mengharamkan memilih PAN, NU punya citra mengedepankan persatuan dan inklusivitas politik.
Tidak gagap menghadapi persaingan dakwah dengan teknik membubarkan, tidak gentar dimusuhi pemerintah dalam membela keadilan, dan gagah berdikari menjadi benteng NKRI. Keresahan saya terhadap NU sedikit-banyak mulai terfasilitasi oleh gagasan progresif Gus Yahya. NU seharusnya berkontemplasi tentang tuduhan Islam yang eksklusif, sementara NU sendiri kerap mengeksklusifkan diri.
Ketika saya belajar banyak tentang kajian tasawuf, yang paling susah memang mengalahkan hawa nafsu (diri sendiri) daripada mengalahkan lawan ideologi beragama.
Gus, saya bahagia sampean menjadi penyambung jembatan NU dan Muhammadiyah yang sering dibenturkan seperti lato-lato. Sampean itu manusia bersumbu panjang yang tidak gegabah mengambil sikap politik. Besar harapan saya, sampean menjadi nahkoda brilian yang bakal membawa NU menegakan kembali prinsip-prinsip  tawasuth, tawazun, iktidal, dan tasamuh.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H