Mohon tunggu...
Joko Yuliyanto
Joko Yuliyanto Mohon Tunggu... Penulis - Esais

Penulis buku dan penulis opini di lebih dari 150 media berkurasi. Penggagas Komunitas Seniman NU dan Komunitas Partai Literasi.

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

NU untuk Semua Partai, Saya Setuju Sama Yai Yahya Kholil Staquf

28 Februari 2023   14:55 Diperbarui: 28 Februari 2023   15:07 184
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
politik NU | pixabay.com/Leonhard_Niederwimmer 

Gelaran satu abad NU masih menyisakan beberapa kesan bagi nahdliyin awam seperti saya. Sisa kesan negatif tentu dibubarkannya pengajian Ustaz Hanan Attaki di Pamekasan, Madura oleh Banser yang dialasi tidak sesuai dengan kultur budaya di Jawa Timur. Jelas sangat disayangkan.

Dari dulu saya tidak pernah sepakat acara bubar-membubarkan pengajian. Niatnya mau menjaga kondusivitas masyarakat, malah menjadi bumerang kesan anti-Islam dari kalangan NU. Saya selalu menyarankan di banyak kesempatan, popularitas harus disaingi dengan popularitas, bukan dengan pembubaran pengajian.

Yang seharusnya menjadi Pekerjaan Rumah generasi muda NU ya menciptakan tokoh populer untuk bersaing dengan ustaz-ustaz di media sosial seperti Ustaz Abdul Shomad, Adi Hidayah, Kholid Basalamah, hingga Hanan Attaki. Di luar apakah beliau punya keterikatan dengan mazhab wahabi atau organisasi terlarang HTI.

Abad kedua NU harus mulai menciptakan strategi dakwah toleran untuk bersaing dengan dakwah yang dituduh intoleran. Kalau sekonyong-konyong membubarkan pengajian, tapi aktif menjaga gereja, bagaimana kami nahdliyin di kampung-kampung menjawab pertanyaan tersebut?!

Sementara kesan positif yang saya tangkap pasca gelaran seabad NU adalah kehadiran Ketua PBNU KH. Yahya Cholil Staquf dalam acara Simpsoum 1 Abad NU yang digelar oleh Partai Amanat Nasional (PAN) di Hotel Sheraton, Surabaya, Jawa Timur.

Tentu diketahui banyak orang bahwa PAN merupakan representasi partai dari ormas Muhammadiyah, sementara NU direpresentasikan dengan PKB. Gus Ulil memberikan pendapat menarik, "Membuktikan bahwa PAN bisa mempersatukan NU dan Muhammadiyah. Melintasi batas-batas kelompok dan identitas,"

Semakin panas ketika Gus Yahya memberikan pernyataan bahwa nahdliyin tidak diharamkan menocblos PAN di pemilu. Pernyataan kontroversial ini mendapat respon dari banyak tokoh muda NU seperti Gus Nadir (@na_dirs) dalam cuitannya.

"Mempersilakan semua partai mengambil suara warga NU tanpa mempersiapkan apa agenda Nahdliyin yg harus diperjuangkan partai2 tsb sama saja dg mempersilakan tetangga masuk rumah kita dan mengambil semua perabotannya dengan bebas dan gratis. Jgn kasih cek kosong #sikap,"

Namun kali ini saya sepakat dengan Gus Yahya bahwa NU itu untuk semua partai, bukan hanya PAN, PKS sekalipun. Perkara agenda nadhliyin sudah barang tentu dipikirkan para kiai-kiai yang duduk dalam jajaran tinggi PBNU. Intinya, jangan menambah perseteruan yang menyeret NU dalam politik praktis.

Pilihan politik pilpres 2014 dan 2019 seharusnya dijadikan refleksi bahwa NU sedang menjadi "bahan bully-an" sebagai ormas penjilat pemerintah. NU mudah dijadikan alat politik praktis mengeruk suara. Secara NU merupakan ormas Islam terbesar di Indonesia.

Pilihan Gus Yahya mungkin juga dipengaruhi kedekatan beliau dengan Gus Dur yang diucapkan dalam banyak diskusi. Ketika selama ini PKB banyak meraup suara dari nahdliyin, di bawah pimpinan Gus Yahya, PKB versi Muhaimin Iskandar tidak bisa semena-mena mengeruk suara nahdliyin. Apalagi mengingat beberapa bulan lalu Cak Imin sempat berselisih dengan putri Gus Dur (kader PKB versi Gus Dur), Yenny Wahid di Twitter.

Kebijakan tegas Gus Yahya melunturkan sentimen negatif NU yang dianggap eksklusif dalam pilihan politik. Sementara NU seharusnya bisa menjadi pengayom, bukan hanya untuk seluruh partai, namun seluruh ormas dan kelompok masyarakat lainnya.

NU harus punya independensi dalam berpolitik. Artinya harus kritis terhadap pemerintah dan punya tanggung jawab menjaga keutuhan NKRI. Dari sikap ketua umum yang tidak mengharamkan memilih PAN, NU punya citra mengedepankan persatuan dan inklusivitas politik.

Tidak gagap menghadapi persaingan dakwah dengan teknik membubarkan, tidak gentar dimusuhi pemerintah dalam membela keadilan, dan gagah berdikari menjadi benteng NKRI. Keresahan saya terhadap NU sedikit-banyak mulai terfasilitasi oleh gagasan progresif Gus Yahya. NU seharusnya berkontemplasi tentang tuduhan Islam yang eksklusif, sementara NU sendiri kerap mengeksklusifkan diri.

Ketika saya belajar banyak tentang kajian tasawuf, yang paling susah memang mengalahkan hawa nafsu (diri sendiri) daripada mengalahkan lawan ideologi beragama.

Gus, saya bahagia sampean menjadi penyambung jembatan NU dan Muhammadiyah yang sering dibenturkan seperti lato-lato. Sampean itu manusia bersumbu panjang yang tidak gegabah mengambil sikap politik. Besar harapan saya, sampean menjadi nahkoda brilian yang bakal membawa NU menegakan kembali prinsip-prinsip  tawasuth, tawazun, iktidal, dan tasamuh.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun