Mohon tunggu...
Gus Memet
Gus Memet Mohon Tunggu... Relawan - Santri Kafir

Ada dari satu suku kata

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Racun Jingga

17 April 2023   19:02 Diperbarui: 17 April 2023   19:05 574
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pabrik Imo Sake modern di Tokyo (sumber: savoredjourneys.com)

Kemudian kupikir akan lebih ringan bebanku andai pekerjaan yang masih bertumpuk itu didelegasikan sebagian. LSM rujukan Mbak Ratna itu pun kuhubungi.

Di luar dugaan, korlap LSM itu adalah Anna. Ya, Anna Freud. Betapa ajaibnya Sang Dalang menyusun skenario kehidupan.

***

Anna tinggal di sebuah rumah kost di bilangan jalan Kaliurang (Jakal). Ia hidup bersama dengan Arfi, atheis ras China kelahiran Amerika.

"Aku nyaman hidup dengan Arfi, tapi sayangnya kami terpaksa menikah demi menuruti kemauan ibunya Arfi. Bulan depan. Kamu pasti datang kan Uncle?" kata Anna saat aku datang ke tempat kost mereka yang disebut Rumah Merah. Anna memanggilku Uncle Joe.

Aku tersenyum, "InsyaAllah."

"Hmm.., janji atas nama sesuatu yang tak ada. Pasti kamu tidak akan menepatinya. Tapi tak apalah, kamu tetap cintaku."

Takdir bicara. Seminggu sebelum pernikahan dalam tata cara Islam (ibu Arfi muslimah) itu, aku ditugasi "Boss" menyelesaikan PR yang ditinggalkan Posko Jenggala di medan bencana luapan lumpur Sidoarjo.

Pembangunan kembali rumah kenangan sedang berjalan, beberapa proyek rehabilitasi gedung sekolah dan tempat ibadah dari berbagai donatur dalam dan luar negri belum lagi tuntas. Tapi tugas di Sidoarjo itu menyangkut pihak-pihak yang mewujudkan eksistensiku saat itu. Tak bisa dihindari. Benar kata Anna, aku tak datang di pesta perkawinannya.

Belum lagi pekerjaan di Sidoarjo selesai kutangani, datang telepon dari seorang kawan, memintaku membantunya mengelola sebuah LSM di Jakarta. Ia kawan baik yang kukenal waktu pendampingan masyarakat Teluk Buyat, 2005. Aku kenal betul sosok pejuang ini sampai ke dalamannya.

"Aku tahu njenengan masih mengurus banyak pekerjaan. Kami bersedia menunggu, tapi terus terang aku tidak punya opsi lain untuk posisi itu selain njenengan," kata kawan itu meyakinkan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun