Kemudian kupikir akan lebih ringan bebanku andai pekerjaan yang masih bertumpuk itu didelegasikan sebagian. LSM rujukan Mbak Ratna itu pun kuhubungi.
Di luar dugaan, korlap LSM itu adalah Anna. Ya, Anna Freud. Betapa ajaibnya Sang Dalang menyusun skenario kehidupan.
***
Anna tinggal di sebuah rumah kost di bilangan jalan Kaliurang (Jakal). Ia hidup bersama dengan Arfi, atheis ras China kelahiran Amerika.
"Aku nyaman hidup dengan Arfi, tapi sayangnya kami terpaksa menikah demi menuruti kemauan ibunya Arfi. Bulan depan. Kamu pasti datang kan Uncle?" kata Anna saat aku datang ke tempat kost mereka yang disebut Rumah Merah. Anna memanggilku Uncle Joe.
Aku tersenyum, "InsyaAllah."
"Hmm.., janji atas nama sesuatu yang tak ada. Pasti kamu tidak akan menepatinya. Tapi tak apalah, kamu tetap cintaku."
Takdir bicara. Seminggu sebelum pernikahan dalam tata cara Islam (ibu Arfi muslimah) itu, aku ditugasi "Boss" menyelesaikan PR yang ditinggalkan Posko Jenggala di medan bencana luapan lumpur Sidoarjo.
Pembangunan kembali rumah kenangan sedang berjalan, beberapa proyek rehabilitasi gedung sekolah dan tempat ibadah dari berbagai donatur dalam dan luar negri belum lagi tuntas. Tapi tugas di Sidoarjo itu menyangkut pihak-pihak yang mewujudkan eksistensiku saat itu. Tak bisa dihindari. Benar kata Anna, aku tak datang di pesta perkawinannya.
Belum lagi pekerjaan di Sidoarjo selesai kutangani, datang telepon dari seorang kawan, memintaku membantunya mengelola sebuah LSM di Jakarta. Ia kawan baik yang kukenal waktu pendampingan masyarakat Teluk Buyat, 2005. Aku kenal betul sosok pejuang ini sampai ke dalamannya.
"Aku tahu njenengan masih mengurus banyak pekerjaan. Kami bersedia menunggu, tapi terus terang aku tidak punya opsi lain untuk posisi itu selain njenengan," kata kawan itu meyakinkan.