"Manejas bien el coche pero no sabes circular!" (Kamu mahir mengendalikan mobil tapi kamu tidak tahu cara berlalu-lintas!)
Kalimat instruktur mengemudi di Spanyol sekitar tahun 2006 pada saya tetap terekam di otak saya sampai hari ini.Â
Saat itu, di salah satu kota di Andalusia di Spanyol, saya sudah lolos ujian teori untuk mendapatkan surat izin mengemudi (SIM) Spanyol dan sedang mempersiapkan diri untuk menempuh ujian praktik.
Bermodal pengalaman belasan tahun mengemudi di Jakarta dan pengetahuan teori lalu lintas Spanyol, dengan ditemani seorang instruktur dari sekolah mengemudi, saya pun menjajal mengemudi di negara itu untuk pertama kalinya.
Hasilnya adalah komentar sang instruktur di atas dan kesimpulan bahwa jika hari itu saya ikut ujian praktik, saya tidak akan lolos.
Akhirnya saya pun mengambil program latihan mengemudi 10 jam (1 jam per hari) bersama sang instruktur sebelum akhirnya saya menempuh ujian praktik.
Ini yang terjadi di ujian praktik SIM di Spanyol (dan negara-negara Uni Eropa lainnya):
Penguji mencatat seluruh gerak gerik kandidat dari A sampai Z
Di hari dan waktu pengujian, mobil dari sekolah pengemudi terparkir di parkiran direksi lalu lintas (semacam samsat) dan di bangku belakang sudah duduk petugas samsat sebagai penguji dengan posisi diagonal terhadap kursi pengemudi.
Si penguji memanggil saya untuk masuk dan duduk di bangku pengemudi. Dari saat itu saya tahu bahwa semua gerak gerik saya dicatat di selembar kertas dialasi papan yang dipegangnya.
Sebelum masuk, saya berjalan berputar mengelilingi mobil, mengecek bahwa ban tidak kempes dan semua kelengkapan mobil terlihat beres dari luar. Sekilas saya bisa melihat si penguji menatap tajam setiap gerakan saya dengan seksama dari dalam mobil.
Saya pun masuk mobil, memasang sabuk pengaman, memastikan gigi pada posisi netral, dan rem tangan terangkat, mengatur posisi kursi, sandaran, lalu mengatur spion kanan, kiri dan tengah. Si penguji melihat saya sambil sesekali mencatat.
Si penguji lalu meminta saya menyalakan mesin yang segera saya lakukan dengan tegang.
Ujian dilakukan di jalan raya pada situasi lalu lintas yang nyata!
"Sekarang kita keluar dari halaman parkir ini ke jalan raya!" perintah instruktur dalam bahasa Spanyol pada saya terdengar dingin.
Menyalakan lampu sein kanan, saya menurunkan rem tangan, menginjak pedal kopling dalam-dalam, mengganti gigi dari netral ke gigi satu, sambil melonggarkan kopling dan menekan pedal gas perlahan.
Sambil melihat ke arah kiri, mobil mulai maju membelok ke kanan. Saat itu mungkin adalah pengalaman pindah gigi, dari netral ke gigi satu, yang terlama dan yang paling menegangkan yang pernah saya alami dalam sejarah saya menyetir mobil.
Saya merasa setengah lega saat mesin mobil sudah sepenuhnya di gigi satu dengan mulus. Sambil saya naikkan mesin mobil ke gigi 2, saya memperhatikan rambu yang menunjukan arah ke luar parkir sampai mobil benar-benar berada di jalan raya.
Selanjutnya, bapak penguji yang berwajah sadis memberikan perintah-perintah, seperti:
"Belok kanan ke arah calle Torneo!"
"Masuk ke bundaran di depan dan ambil jurusan ke bandara San Pablo!"
"Masuk ke jalan bebas hambatan!"
"Coba menepi dan berhenti sebentar 20 meter dari sini"
"Coba dahului mobil di depan kita!"
Dan lain-lain.
Pada setiap perintah, sang penguji selalu dengan cermat melihat gerakan saya, bahkan setiap tatapan mata saya pun dia amati.
Koordinasi gerak saya sebagai pengemudi yang diuji seperti ditaruh di bawah kaca pembesar. Ke mana mata saya menatap (ke spion tengah, kanan, atau kiri), cara saya memutar kemudi dan memindah gigi.
Di luar itu jelas kecepatan dan percepatan mobil yang saya kendarai jadi obyek penilaian sang penguji. Perpindahan gigi yang menyeimbangkan perputaran mesin dan kecepatan yang aman dan nyaman adalah salah satu kriteria penilaian.
Penempatan posisi mobil di lajur yang tepat juga salah satu kriteria penilain yang terpenting. Di lajur mana mobil harus melaju di lajur yang lurus, saat akan membelok ke kanan, saat akan membelok ke kiri dan seterusnya.
Mengemudi di persimpangan dan bundaran tanpa lampu lalu lintas adalah salah satu hal tersulit bagi para kandidat. Pertama, kita harus tahu pengemudi dari arah mana yang memiliki prioritas dan kedua, lagi-lagi kita harus tahu menempatkan mobil di lajur yang tepat sesuai tujuan pergerakan kita.
Keawasan kita terhadap rambu juga sangat menentukan. Adalah kesalahan fatal jika kita tidak mengurangi kecepatan saat mendekati zebra cross atau lampu lalu lintas. Lupa berhenti total saat mendekati persimpangan dengan tanda bahwa jalan kita bukan prioritas juga akan mengurangi penilaian dengan drastis.
Awas perintah jebakan!
Nah, yang paling mengerikan adalah adanya permintaan-permintaan jebakan.Â
Saya ingat ada dua kali penguji saya meminta saya melakukan hal yang tidak boleh saya lakukan.
Pertama saat dia meminta saya memotong jalur lawan dengan membelok ke kiri sementara di tengah jalan ada marka garis yang tegas (tidak putus-putus) dan kedua saat si penguji meminta saya berhenti menepi sementara tepi trotoar jalan dicat dengan marka putus-putus* yang sama dengan rambu dilarang stop!
Untung saya cukup waspada dan tidak terjebak perintah tipuan itu, sambil saya berkata dua kali "no se permite, Senor..." (Itu dilarang, Pak).
Kemampuan berlalu-lintas tidak sekedar ketrampilan atau kemahiran mengemudi
Setelah 15 menit, kami kembali ke komplek parkir samsat dan saya diminta memarkir mobil lalu menunggu di kantor.
5 menit kemudian sang instruktur masuk ke kantir dan mengumumkan bahwa saya lulus! Senang tak terkira saya tentunya mendapat SIM di negeri orang.
Namun yang lebih mengesankan adalah beberapa pengertian tentang berlalu-lintas:
Pertama, pengetahuan seseorang tentang teori lalu-lintas belum tentu berarti yang bersangkutan mampu menerapkannya dalam praktik.
Kedua, kemampuan berlalu-lintas jauh lebih kompleks dibandingkan sekedar kemahiran atau ketrampilan apalagi sekedar refleks memgemudi.
Sayang bahwa di negara kita, Indonesia tercinta, ujian praktik SIM masih terbatas dilakukan di halaman samsat dan hanya menguji ketrampilan, kemahiran dan refleks mengemudi saja.Â
Untuk motor misalnya ujian zig-zag membentuk angka 8 dan untuk mobil misalnya adalah ujian parkir dan berhenti di tanjakan
Seberapa banyak kecelakaan dilakukan karena kita pengendara di Indonesia tidak tahu cara berlalu-lintas dengan benar? Menyalib atau mendahului dari sisi kiri? Berhenti atau malah parkir di tempat dilarang berhenti? Melaju pelan-pelan di lajur kanan di jalan bebas hambatan? Atau malah tancap gas saat mendekati lampu lalu lintas? Masuk persimpangan tanpa mengerti siapa yang punya prioritas? Pindah lajur tanpa menyalakan lampu sein?
Tidak hanya angka kecelakaan, intensitas kemacetan pun pasti akan berkurang jika kita semua paham cara berlalu-lintas. Cara menuju ke sana tidak lain adalah perombakan dalam pendekatan dan metode ujian praktik SIM di Indonesia yang sekarang berlaku.
- Pluit, 30 Oktober 2022
***
*Di Jakarta, entah apakah marka zebra di tepi trotoar bermakna tertentu sebagai rambu. Yang jelas seorang gubernur terdahulu pernah sempat mengecat marka itu dengan warna pelangi dengan alasan estetika!
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H