Ketiga, tidak ada konsekuensi apa-apa untuk yang ditanya
Saat ditanya, "agamamu apa?" pada situasi yang normal seorang tertanya akan bertanya dalam hatinya: apa konsekuensi dari jawabanku?
Minimal ada dua macam konsekuensi atau dampak yang senormalnya oleh seorang tertanya.
Pertama: kalau sang tertanya menjawab bahwa "Agamaku adalah X" maka publik akan menyoroti tingkah laku, tutur kata, perbuatan si tertanya sebagai seorang penganut agama X.
Bagi seorang yang menjalankan hidup keagamaan dalam konteks hidup keimanan, tentu hal ini berarti tanggung jawab yang teramat besar:Â bagaimana bersikap atau bertindak maupun bertutur kata sebagai penganut agama X?
Pemikiran akan besarnya tanggung jawab tak akan terjadi saat sang tertanya tidak memaknai kehidupan beragamanya sebagai kehidupan beriman.
Konsekuensi kedua adalah dampak terkait karir, masa depan, relasi sosial dan lain-lain.
Jawaban "agamaku X" bisa menurunkan apresiasi dari pendengar yang beragama lain. Bagi seorang pesohor atau tokoh publik hal ini besar pengaruhnya.Â
Bagi orang biasa sekalipun yang hidup di alam yang belum sepenuhnya bebas dari diskriminasi, wajar bagi seorang tertanya untuk kuatir akan dampak jawabannya bagi karirnya, pendidikannya atau sekedar relasi sosialnya.
***
Di negara Pancasila, kehidupan di peradaban yang semakin maju seharusnya diikuti pula dengan kehidupan keimanan yang semakin berkembang. Tanpa mengesampingkan segala tanda, simbol, maupun kegiatan keagamaan yang terlihat, kehidupan beragama harusnya semakin berpusat pada keimanan.