Melihat situasi kecilnya pasar domestik dan langkanya sumber daya alam, langkah awal yang dilakukan Singapura segera setelah merdeka pada tahun 1965 adalah industrialisasi dan penciptaan pekerjaan untuk menangkap cepatnya pertumbuhan penduduk masa itu. Cara tercepat yang dilakukan adalah mengutamakan industri berorientasi ekspor dan menarik sebanyak mungkin perusahaan asing untuk berinvestasi di negara pulau tersebut.
Sebagai negara orok yang baru merangkak, pada tahun 1973, Singapura pun terkena imbas krisis minyak Timur Tengah di mana harga minyak dunia meroket empat kali lipat dan perekonomian dunia masuk ke salah satu masa resesi terberat. Pertumbuhan PDB Singapura anjlok sepertiganya dari 13.5% per tahun di tahun 1972 menjadi 4.5% di tahun 1975.
Menghadapi hal itu strategi Singapura berubah dengan orientasi lebih diarahkan pada otomatisasi industry dan kegiatan ekonomi di sector jasa. Produktifitas juga digenjot berbarengan dengan mekanisasi.
Selanjutnya resesi tahun 80-an dan resesi ekonomi Asia di tahun 1997 membuat orientasi ekonomi Singapura berubah lagi dari ekonomi berlandaskan produktifitas dan efisiensi menuju ekonomi berlandaskan innovasi hingga hari ini.
Pada Singapore Economi Review Conference 2015, Menteri kedua bidang urusan dalam negeri dan perdagangan Singapura, Iswaran mengungkapkan bahwa dengan ekonomi berlandaskan innovasi berarti Singapura harus selalu berhasil mengidentifikasi dan membangun area-area baru di bidang industry, ilmu kesehatan terapan, solusi masalah perkotaan, logistik, penerbangan dan jasa keuangan.
Salah satu hal yang mendukung ekonomi berbasis innovasi adalah kesadaran rakyat Singapura akan pentingnya berinvestasi di sector pendidikan.Â
QS World University Ranking 2022Â mencatat bagaimana dua Universitas di Singapura menduduki posisi-posisi yang sangat tinggi: untuk periode 2021/22 National University of Singapore atau NUS bercokol pada posisi ke-11 sementara Nanyang Technological University atau NTU berada di posisi ke-12.Â
Jika hari ini Singapura tercatat sebagai negara terbersih ke-4 di dunia dalam hal korupsi (Indeks CPI atau Corruption Perception Index, Transparency International, 2022 ), selama 14 tahun berturut-turut tercatat oleh Bank Dunia sebagai negara dengan peringkat 1 dan 2 dalam iklim investasi atau "ease of doing business" maka hal tersebut adalah hasil dari resep melawan takdir di atas.Â
Segera bergerak dari ekonomi berbasis faktor sumber daya alam dan manusia ke arah ekonomi berbasis produktifitas dan akhirnya ekonomi berbasis innovasi. Hal ini yang membuat posisi Singapura sebagai hub perekonomian di Asia sulit digoyahkan.Â
Terpaan pandemi selama 2020 sempat membuat pertumbuhan PDB enegara itu hanya di kisaran -0,4 sampai -0,1 persen saja (MTI, 2021).Â
Namun demikian, pembukaan kembali negara tersebut paska pandemi tentu membuat negara bersimbol hewan chimera berkepala singa berekor ikan itu kembali menjadi tujuan yang sangat menarik dan layak untuk dikunjungi, tidak hanya untuk pebisnis, Â wisatawan tapi juga ulama.