Mohon tunggu...
Jepe Jepe
Jepe Jepe Mohon Tunggu... Teknisi - kothak kathik gathuk

Males nulis panjang.

Selanjutnya

Tutup

Bahasa Pilihan

"Kita" yang Memiskinkan Bahasa Indonesia

18 Mei 2021   15:42 Diperbarui: 3 Juni 2021   18:18 445
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi buatan sendiri diolah dari Canva.

"Pergi ke mana kalian pas hari pertama Lebaran?" tanya Mbah.

"Kita pergi ke pantai Carita, Mbah," jawab si Budi.

Percakapan di atas pastinya lumrah kita dengarkan atau baca di kehidupan sehari-hari dan pastinya bisa kita mengerti dengan mudah. Sesungguhnya ada satu kesalahan yang cukup mendasar pada kalimat kedua yang menyebabkan logika percakapan menjadi tidak tepat.

Kata "kita" yang dipakai pada kalimat kedua sebenarnya membuat arti percakapan menjadi rancu. Apakah si Mbah sudah pikun dan beliau tidak tahu ke mana mereka semua, termasuk Si Mbah sendiri, pergi pada hari pertama Lebaran? Atau kemungkinan kedua, apakah si Mbah memang sebenarnya tidak ikut bepergian?

Menggunakan praduga tidak pikun, maka kemungkinan kedualah yang seharusnya terjadi, yaitu bahwa si Mbah tidak ikut bepergian. Pada situasi tersebut tentunya kalimat kedua adalah salah, karena penggunaan kata "kita" mengandaikan bahwa si lawan bicara ikut serta dalam kegiatan yang didefinisikan pada predikat kalimat tersebut.

Jika dan hanya jika Budi mengubah kalimat kedua menjadi;

"Kami pergi ke pantai Carita, Mbah," jawab si Budi.

maka makna percakapan sederhana di atas menjadi jelas, karena kata "kami" menyatakan bahwa si lawan bicara tidak ikut serta dalam predikat yang dinyatakan.

Lalu mengapa Budi menggunakan kata "kita" dan tidak menggunakan kata "kami"?

Masalahnya sepertinya bukan saja si Budi yang memilih menggunakan kata "kita" daripada "kami" tapi juga kita semua pada umumnya di saat kita bercakap-cakap atau berkomunikasi secara tulisan dalam keseharian kita. 

Menurut Abdulmoneim (2014), seorang penutur bahasa asli, bisa saja secara sengaja mengabaikan atau menyederhanakan elemen-elemen tertentu dari bahasa ibu yang seharusnya dikuasainya, sebagaimana kita yang penutur asli bahasa Indonesia lebih memilih memakai kata "kita" dibandingkan "kami" yang pada akhirnya menimbulkan ketidaktepatan arti.

Paling tidak ada tiga alasan mengapa kita lebih memilih menggunakan kata "kita" dibandingkan "kami". 

Pertama: kata "kami" terkesan resmi

Dalam percakapan sehari-hari tidak bisa dipungkiri bahwa kita sangat jarang menggunakan atau mendengar kata "kami". Mungkin kata "kami" hanya kita jumpai pada percakapan-percakapan resmi seperti rapat, pertemuan resmi, upacara, atau pada dokumen-dokumen resmi seperti kontrak, perjanjian dan lain-lain.

Cobalah pembaca mulai sekarang menggunakan kata "kami" dalam percakapan setiap hari dengan teman-teman, keluarga atau kerabat dekat lainnya.  Bisa saya pastikan dalam hitungan hari pembaca yang budiman akan dianggap sebagai sebagai "orang aneh". 

Jika kata "kami" tetap hanya digunakan sebagai kata-kata dalam bahasa resmi, tentu sampai kapan pun kata tersebut tak akan pernah dipakai dalam bahasa sehari-hari. Perlu ada "orang-orang aneh" yang mulai menggunakan kata "kami" dalam komunikasi tidak resmi agar kata tersebut akhirnya bisa menjadi kata yang normal dipakai dalam keseharian. 

Kedua: bahasa-asingisme

Menurut penulis, bahasa-asingisme adalah suatu fenomena saat suatu konstruksi bahasa asing yang dipakai ke suatu bahasa.  Contoh dari bahasa-asingisme adalah anglisisme, frankisme, hispanisme, latinisme dan lain-lain.

Bagaimana kata "kita" yang menjajah kata "kami" dapat didefinisikan sebagai suatu fenomena bahasa-asingisme dapat dilihat misalnya dari pengertian kata "we" dari bahasa Inggris yang memang berarti "kami" atau "kita". Dengan kata lain, bahasa Inggris tidak menenal perbedaan antara "kami" dan "kita" karena dalam bahasa tersebut keduanya adalah "we", titik. 

Dalam hal ini anglisisme-lah yang menjadi biang keladi penggunaan kata "kita" dalam nyaris segala komunikasi tidak resmi, meniadakan kata "kami". 

Ketiga: memang tidak mengerti bedanya

Yang sangat mengkhawatirkan adalah bahwa kita selalu menggunakan "kita" menggantikan "kami" dalam bahasa tidak resmi karena kita tidak mengerti bedanya. Ringbom (1987) menyebutkan bahwa penyederhanaan kaidah dapat dilakukan oleh penutur asli suatu bahasa karena yang bersangkutan memiliki keterbatasan kognitif, seperti halnya yang terjadi pada anak-anak yang sedang belajar bicara.

Apakah banyak di antara kita sebagai orang dewasa penutur bahasa Indonesia yang memiliki keterbatasan kognitif untuk mengerti perbedaan atanra "kami" dengan "kita"?  Jika memang banyak, apakah ini disebabkan karena proses pembelajaran bahasa Indonesia kita yang kurang baik?

Kekayaan bahasa Indonesia

Adanya perbedaan arti antara kata "kami" dan "kita" dalam bahasa Indonesia sesungguhnya adalah suatu kekayaan. 

Bahasa-bahasa bangsa barat seperti bahasa yang berakar germanium seperti Inggris dan Belanda hanya memiliki kata (we, us, wij, ons) yang tidak membedakan apakah lawan bicara kita ikutsertakan dalam predikat (kita) atau tidak (kami). Demikian pula bahasa berakar latin seperti Perancis (nous, on) atau Spanyol (nosotros). 

Pada bahasa-bahasa asing tersebut, perbedaan antara "kami" dan "kita" hanya dapat ditangkap melalui konteks percakapan secara keseluruhan, sementara dengan memakai kata "kami" atau "kita", dalam bahasa Indonesia kita sudah bisa langsung membedakan tanpa harus melihat konteksnya. 

Akhirnya jelas bahwa "kami" dan "kita" adalah dua kata yang mampu membedakan subyek pembicaraan atau kalimat secara eksistensialis yang tidak dimiliki misalnya oleh bahasa-bahasa Barat. Lalu mengapa kita justru memiskinkan atau menyederhanakan kekayaan Bahasa Indonesia tersebut?

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Bahasa Selengkapnya
Lihat Bahasa Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun