Menurut Abdulmoneim (2014), seorang penutur bahasa asli, bisa saja secara sengaja mengabaikan atau menyederhanakan elemen-elemen tertentu dari bahasa ibu yang seharusnya dikuasainya, sebagaimana kita yang penutur asli bahasa Indonesia lebih memilih memakai kata "kita" dibandingkan "kami" yang pada akhirnya menimbulkan ketidaktepatan arti.
Paling tidak ada tiga alasan mengapa kita lebih memilih menggunakan kata "kita" dibandingkan "kami".Â
Pertama: kata "kami" terkesan resmi
Dalam percakapan sehari-hari tidak bisa dipungkiri bahwa kita sangat jarang menggunakan atau mendengar kata "kami". Mungkin kata "kami" hanya kita jumpai pada percakapan-percakapan resmi seperti rapat, pertemuan resmi, upacara, atau pada dokumen-dokumen resmi seperti kontrak, perjanjian dan lain-lain.
Cobalah pembaca mulai sekarang menggunakan kata "kami" dalam percakapan setiap hari dengan teman-teman, keluarga atau kerabat dekat lainnya. Â Bisa saya pastikan dalam hitungan hari pembaca yang budiman akan dianggap sebagai sebagai "orang aneh".Â
Jika kata "kami" tetap hanya digunakan sebagai kata-kata dalam bahasa resmi, tentu sampai kapan pun kata tersebut tak akan pernah dipakai dalam bahasa sehari-hari. Perlu ada "orang-orang aneh" yang mulai menggunakan kata "kami" dalam komunikasi tidak resmi agar kata tersebut akhirnya bisa menjadi kata yang normal dipakai dalam keseharian.Â
Kedua: bahasa-asingisme
Menurut penulis, bahasa-asingisme adalah suatu fenomena saat suatu konstruksi bahasa asing yang dipakai ke suatu bahasa. Â Contoh dari bahasa-asingisme adalah anglisisme, frankisme, hispanisme, latinisme dan lain-lain.
Bagaimana kata "kita" yang menjajah kata "kami" dapat didefinisikan sebagai suatu fenomena bahasa-asingisme dapat dilihat misalnya dari pengertian kata "we" dari bahasa Inggris yang memang berarti "kami" atau "kita". Dengan kata lain, bahasa Inggris tidak menenal perbedaan antara "kami" dan "kita" karena dalam bahasa tersebut keduanya adalah "we", titik.Â
Dalam hal ini anglisisme-lah yang menjadi biang keladi penggunaan kata "kita" dalam nyaris segala komunikasi tidak resmi, meniadakan kata "kami".Â
Ketiga: memang tidak mengerti bedanya