Yang sangat mengkhawatirkan adalah bahwa kita selalu menggunakan "kita" menggantikan "kami" dalam bahasa tidak resmi karena kita tidak mengerti bedanya. Ringbom (1987) menyebutkan bahwa penyederhanaan kaidah dapat dilakukan oleh penutur asli suatu bahasa karena yang bersangkutan memiliki keterbatasan kognitif, seperti halnya yang terjadi pada anak-anak yang sedang belajar bicara.
Apakah banyak di antara kita sebagai orang dewasa penutur bahasa Indonesia yang memiliki keterbatasan kognitif untuk mengerti perbedaan atanra "kami" dengan "kita"? Â Jika memang banyak, apakah ini disebabkan karena proses pembelajaran bahasa Indonesia kita yang kurang baik?
Kekayaan bahasa Indonesia
Adanya perbedaan arti antara kata "kami" dan "kita" dalam bahasa Indonesia sesungguhnya adalah suatu kekayaan.Â
Bahasa-bahasa bangsa barat seperti bahasa yang berakar germanium seperti Inggris dan Belanda hanya memiliki kata (we, us, wij, ons) yang tidak membedakan apakah lawan bicara kita ikutsertakan dalam predikat (kita) atau tidak (kami). Demikian pula bahasa berakar latin seperti Perancis (nous, on) atau Spanyol (nosotros).Â
Pada bahasa-bahasa asing tersebut, perbedaan antara "kami" dan "kita" hanya dapat ditangkap melalui konteks percakapan secara keseluruhan, sementara dengan memakai kata "kami" atau "kita", dalam bahasa Indonesia kita sudah bisa langsung membedakan tanpa harus melihat konteksnya.Â
Akhirnya jelas bahwa "kami" dan "kita" adalah dua kata yang mampu membedakan subyek pembicaraan atau kalimat secara eksistensialis yang tidak dimiliki misalnya oleh bahasa-bahasa Barat. Lalu mengapa kita justru memiskinkan atau menyederhanakan kekayaan Bahasa Indonesia tersebut?
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H