Terakhir sekali, kembali ke pertanyaan pertama: apakah dengan menonton “Our Times” dua kali berarti definisi saya bahwa filem “Black Hawk Down” adalah filem yang “gue banget” sudah terdekonstruksi?
Ya dan tidak.
Ya karena saya mendapati bahwa kebutuhan kita akan suatu tontontan atau hiburan semacam filem misalnya adalah tergantung konteksnya. Di saat saya mengagumi "Black Hawk Down", konteks saya adalah Joko P yang macho de nero, ganas, agresif , menanti tantangan dan sok jantan. Di saat saya menikmati "Our Times" di lain waktu maka konteks saya adalah Joko P yang lelah, yang sedang ogah macho-macho-an, ingin bernostalgia dengan lagu Andy Lau misalnya atau ingin tertawa atas kehidupan yang ringan,dan sedang ingin tertawa atas tawa itu sendiri.
Tidak, karena manusia kan tidak perlu selamanya selalu konsisten.
Seorang Lee Kuan Yew yang aslinya sosialis berhasil membuat negeri Singapura jadi negara yang super kapitalis. Seorang Ahok yang tadinya mau maju pilgub lewat jalur independen kan juga boleh untuk sekarang maju Pilkada lewat jalur partai?
Lalu mengapa juga penulis yang konon sangar bak preman seperti Nicolas Cage lalu tidak boleh suatu kali punya hati menye-menye seperti Tommy Page?
…ah sudahlah.
- sekian-
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI