Dalam pada itu keajaiban yang terjadi di alam nyata adalah bahwa saya malah sudah menonton filem “Our Times” ini dua kali dalam waktu dua minggu.
Apa pasal?
Pertama, kadang-kadang hal cliché adalah hal ingin saya tonton
Tanpa saya sadari, mungkin terkadang saya atau kita (?) ingin nonton hal-hal yang cliché.
Kisah Cinderella, di mana gadis biasa-biasa saja seperti Lin Zhen Xin bisa berubah menjadi gadis yang diperebutkan pentolan-pentolan sekolah atau semacam ugly duckling berubah jadi angsa kadang-kala adalah hal yang ingin kita tonton.
Pola-pola kisah yang ujungnya ketebak, seperti cinta antara dua insan yang hanya bisa disimpan dalam hati (sampai ujung filem), pengorbanan seorang preman yang rela digebuki geng musuh tanpa melawan demi keselamatan sang idaman hati mungkn adalah pola-pola yang ingin kita tonton. Produser yang pintar marketing tentu saja akan menampilkan apa yang ingin pemirsanya tonton.
Kedua, alur cerita yang berjalan singular, linier dan sederhana
Filem penuh kejutan dengan alur tidak linier seperti misalnya ber-alur simultan dengan perpotongan di sana-sini atau berlonjatan dalam keluar masuk bingkai waktu dan tempat yang berbeda-beda seringkali adalah filem yang bagus. Pada saat yang sama, filem yang linier, singular dan beralur sederhana bukan berarti adalah filem yang buruk.
Meski mengandung unsur flash back, "Our Times" adalah filem yang sangat singular, linier dan sederhana. Lempeng. Persis seperti jika kita mengingat-ingat suatu masa dalam hidup kita di mana pada umumnya akan muncul suatu gambaran kronologis yang bisa diturutkan pada suatu garis lurus.
Kesederhanaan ini membuat filem ini jadi begitu ringan untuk ditonton. Sangat cocok bagi mereka yang sekedar mencari hiburan, atau ditengah kehilangan selera akan tontonan berat, njelimet atau penuh intrik.
Ketiga, Cerita dan humor yang mudah ketebak