Mohon tunggu...
Joko Hariyono
Joko Hariyono Mohon Tunggu... Ilmuwan - Doctor of Philosophy

Karir: - Kerjasama Luar Negeri, Pemda DIY Pendidikan - Ph.D dari University of Ulsan (2017)

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Menemukan Format Belajar dari Rumah Serasa di Sekolah

5 Agustus 2020   08:18 Diperbarui: 5 Agustus 2020   08:32 539
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Wajar jika belakangan ini ketika Anak saya bertanya, "-17 - (-10) hasilnya berapa Pa?" Ketika saya menjelaskan proses perhitungan melalui garis bilangan, spontan ia menjawab, "Di Youtube caranya gak gitu Pa." Ini berbeda dengan ketika sebelum Pandemi Korona, dimana sumber ilmu "Nama Gurunya", selalu disebut jika cara yang saya jelaskan berbeda dengan penjelasan guru di sekolahnya. Pergeseran ini tentu saja awalnya terdengar cukup asing, karena Youtube/internet kini menjadi referensi ilmu untuk pendidikan anak-anak kita. Hal ini menjadikan subyek sebagai sumber ilmu menjadi agak kabur bagi anak-anak. Semula gurunya, kini berganti youtube.

Peran orang tua menjadi sangat penting untuk mengawal sumber ilmu dan pengetahuan, sebelum itu dicerna dan masuk ke dalam fikiran anak-anak kita. Bagaimana jika orang tua tidak punya kemampuan untuk bisa menjelaskan dengan baik kepada anak-anaknya? Lalu kepada siapa para orang tua menggantungkan harapan agar pendidikan anak-anak kita menuntun mereka memasuki masa depan yang gemilang?

Menurut pandangan kami, hal ini membutuhkan 3 aspek yang harus bergerak bersama-sama untuk memberikan jalan tengah di dunia pendidikan selama masa Pandemi ini.

1. Peran Pemerintah

Peran pemerintah selalu harus di depan. Karena seluruh kegiatan pendidikan secara makro, sepenuhnya ada didalam kendali Pemerintah. Di sekolah anak saya, saat orientasi pembelajaran tahun ajaran baru 2020/2021, diprogramkan Home Visit yang bertujuan untuk mempertemukan tenaga didik dengan siswa, agar pembelajaran tidak hanya sekedar daring (BdR). 

Home Visist dijadwalkan oleh Guru/Wali Kelas untuk berkunjung ke rumah Siswa secara bergiliran, dengan pembagian kelompok. Pembelajaran tatap muka dilaksanakan dengan tetap menerapkan protocol kesehatan. Namun, memasuki akhir Juli 2020, terbit Surat Edaran Bupati terkait perpanjangan status darurat, sehingga pertemuan tatap muka belum diperkenankan hingga batas waktu yang belum ditentukan. Sehingga program yang dipersiapkan sekolah pun menjadi urung untuk dilaksanakan.

Bayangkan, itu hanya satu sekolah di sebuah wilayah. Kita yakin bahwa itu banyak terjadi di sekolah-sekolah lain di wilayah kabupaten manapun di Indonesia. Pemerintah yang bersifat responsive tidak hanya membuat pemakluman pengurus-pengurus sekolah yang sudah membuat format program, namun tiba-tiba dibatalkan. Lebih jauh lagi, pemerintah yang hanya merespon kondisi terkini, tanpa kemampuan untuk melihat/memprediksi jauh ke depan, telah meluruhkan usaha-usaha/effort dari pelaku pendidikan dalam upayanya melaksanakan program-program memajukan di dunia pendidikan di tanah air.

Dibutuhkan kemampuan untuk melihat gejala-gejala yang muncul atau sedang tren, serta melihat proyeksi masa depan dengan merumuskan apa yang perlu dilakukan untuk menuntun kesana. Kita bisa membayangkan betapat sulitnya untuk membuat kebijakan, jika kita tidak bisa membuat asumsi yang tepat terkait krisis karena pandemi.

Dalam konteks BdR, dibutuhkan kemampuan untuk menyusun kembali referensi baru terkait target output dari hasil pembelajaran. Jika dalam keadaan normal, kita menganggap proses pembelajaran di kelas bisa diasumsikan mampu menghasilkan output sampai dengan 100%. Apakah kita masih yakin, jika ini dilakukan secara BdR, output yang dicanangkan masih setinggi itu?

Kurikulum diperbarui, dengan asumsi jam belajar mengalami pengurangan. Target output/nilai pun perlu dievaluasi dengan mempertimbangkan proses belajar-mengajar pun ditengarai mengalami reduksi. Belum lagi permasalahan teknis dalam penggunaan teknologi, terutama untuk masyarakat kurang mampu yang terbebani dengan permasalahan alat komunikasi (ponsel), Kuota data, tidak mempunyai akses internet hingga problem wilayah yang terkait jaringan telekomunikasi. Dibutuhkan kemurahan hati pemerintah untuk menjadikan permasalahan itu semua tereliminir agar siswa bisa lebih fokus dalam melaksanakan pembelajaran.

Catatan pentingnya adalah jika pemerintah berperan dengan baik, maka implementasi teknis oleh sekolah akan menjadi jauh lebih mudah untuk dilaksanakan. Sebaliknya, jika peran ini tidak berjalan dengan baik, kita tidak bisa berharap banyak pada mutu pembelajaran di level implementasi teknis oleh sekolah dan lembaga pendidikan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun