Kegagalan mengajukan calon pemimpin untuk memenangkan pemilihan sebenarnya adalah hal yang sangat mungkin terjadi. Sebagaimana ujung dua tongkat, di satu sisi mesin Partai Politik bekerja keras untuk mengangkat elektabilitas calon, namun ia harus menyadari di sisi yang lain ada kemungkinan gagal dan nama besar yang dibangun bertahun-tahun sebelumnya menjadi turun. Sama sekali bukan kemampuannya yang turun, tapi tingkat keterpilihannya yang berat untuk diangkat lagi.
Coba kita perhatikan saat pemilihan Presiden secara langsung pertama kali diselenggarakan pada tahun 2004. Ada 5 pasangan calon, dengan kandidat presiden: Megawati, Amien Rais, Hamzah Haz, Wiranto dan SBY. Pada putaran pertama distribusi suara cenderung merata dengan keunggulan selisih suara yang tidak terlalu besar. Lalu dilanjutkan dengan putaran kedua yang kemudian memunculkan nama SBY sebagai pemenang.
Berbeda dengan pemilu Presiden 2009, dimana 3 pasangan calon adalah wajah-wajah lama yang sudah pernah maju pada pemilu sebelumnya, SBY, Megawati dan JK. Tingkat kepercayaan masyarakat kepada calon-calon yang pernah kalah terlihat lebih tajam, alhasil SBY pun menang telak dari calon-calon lainnya.
Andaikan Prabowo diajukan kembali sebagai capres pada 2019 nanti, bisa jadi skenario pemilu 2009 terulang kembali.
Huru-hara yang diberitakan media, demo ketidakpuasan sekelompok masyarakat, perdebatan dan perkelahian elit politik, tidak serta merta meluruhkan tingkat kepercayaan masyarakat kepada kerja keras pemerintah mempertahankan stabilitas ekonomi dan keamanan, dukungan kepada pemberdayaan masyarakat.
KEGAGALAN HILlARY CLINTON
Partai politik besar di negeri Adidaya seperti Amerika Serikat, bahkan juga bisa mengalami kekeliruan ini. Saat Partai Demokrat (PD) memutuskan mencalonkan HilLary Clinton sebagai Capres menghadapi Donald Trumph, sepertinya ini mengulangi kisah Megawati dan Prabowo di atas. Sedikit berbeda dengan kedua capres RI tersebut, karena Hilary sebetulnya belum benar-benar sembuh dari luka saat dikalahkan pada suksesi PD oleh Barack Obama.
Tidak bisa kita bayangkan kenapa Partai besar yang sangat demokratis seperti PD tidak berhasil memunculkan kandidat baru yang cemerlang?
Muncul pertanyaan, “Bukankah Hilary belum pernah maju sebagai Capres? Sepertinya penting untuk menghargai dia yang sabar menunggu 8 tahun selama Obama memimpin sebagai Presiden.”
Saya juga berfikir demikian, kesalahan ini lebih disebabkan karena “Ketidakenakan” petinggi Demokrat kepada Istri mantan Presiden Bill Clinton.
Seandainya mau lebih memahami psikologis pemilih, menawarkan Mrs. Clinton kepada masyarakat AS yang berpendidikan, sangat dinamis dan penuntut akan layanan terbaik dari pemerintah, sama halnya mengajak memilih Presiden yang tidak lebih baik dari “Barack Obama”.