Courtney et al (1997) menjabarkan hasil penelitiannya yang berjudul “Strategy Under Uncertainty” mengenai problematika yang dihadapi oleh para pelaku bisnis yang sering terhenti langkahnya saat menghadapi kondisi yang tidak menentu (uncertainty). Pada Gambar 3 memperlihatkan Courtney et al (1997) membagi kondisi ketidakpastian menjadi empat tingkatan, yaitu tingkat pertama: masa depan yang cerah (a clear-enough future), tingkat kedua: alternatif masa depan (alternate futures), tingkat ketiga: jangkauan masa depan (a range of futures), dan tingkat keempat: sangat ambiguitas (true ambiguity).
Pada tingkatan dua, organisasi perlu melakukan analisa mendalam sebelum melangkah ke depan, sehingga diperlukannya beberapa opsi sebelum keputusan diambil. Opsi yang paling memungkinkan biasanya menjadi pilihan dari organisasi untuk menatap masa depan. Lain lagi jika organisasi berada pada tingkatan tiga, dimana organisasi melihat berbagai kemungkinan-kemungkinan yang terjadi di masa depan, namun terbatas akan kemampuan yang dimiliki oleh organisasi, sehingga pilihan skenario seperti pada tingkat dua pun terbatas pula.
Oleh sebab itu, perlunya peran-peran penunjang seperti pemanfaatan bidang teknologi pada perusahaan, penelitian secara mendalam sebelum organisasi bergerak, melakukan perencanaan strategis, dan lain sebagainya. Pada tingkatan ke empat merupakan kondisi dimana sudah tidak adanya cahaya masa depan yang terlihat. Suatu kondisi yang benar-benar gelap dan organisasi tak tahu arah untuk melangkah.
Tingkat terakhir dari kondisi uncertainty pun dapat terjadi pada semua organisasi. Salah satu peristiwa yang dapat menjadi ulasan singkat mengenai kondisi ini yaitu saat dimana banyak negara di kawasan Asia Timur, termasuk Indonesia mengalami krisi keuangan pada Juli 1997 yang dampaknya masih terasa hingga tahun 1998.
Hanya dalam waktu singkat, perubahan besar terjadi dan mengakibatkan pada berbagai aspek kehidupan, dimana segala keberhasilan yang dirintis sejak awal diproklamasikannya negara Indonesia pun mulai runtuh, bahkan tenggelam begitu saja. Segala mimpi-mimpi indah di masa depan pun sirna. Pada bulan Juni 1997, kurs Rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (US$) berkisar antara Rp.2.380, namun saat terjadi krisis moneter yang disertai dengan berbagai polemik yang terjadi telah membuat nilai Rupiah mengalami penurunan hingga 83,2%, sehingga pada Juli 1998 jika dikurs untuk US$1 bernilai Rp.14.150.
Hal ini pun sangat berdampak besar pada berbagai bentuk usaha di Indonesia yang hampir semuanya jatuh (collapse) dan banyak pelaku bisnis perlu melakukan usaha-usaha untuk memperbaiki usaha (turn around) dan memperkecil peluang kebangkrutan tanpa tahu dengan pasti bagaimana kondisi perekonomian Indonesia selanjutnya. Oleh sebab itulah, Courtney et al (1997) menyarankan jika organisasi mengalami kondisi pada tingkat empat yang bisa dilakukan adalah dengan melakukan strategi bertaruh (bets), sebab kondisi sangat tidak pasti (true ambiguity).
Berusaha Untuk Tampil Beda
Dua kondisi antara sisi onstage dan backstage, terlebih dengan adanya permasalahan akan kondisi yang uncertaintyinilah yang perlu menjadi perhatian utama dari organisasi, sebab tanpa daya upaya dalam melakukan perubahan dan pembenahan pada berbagai bidang dalam upaya mencapainya kondisi yang fit, maka organisasi akan kalah bersaing dengan para kompetitor dan tidak dapat mencapai target pasar yang dituju, bahkan akan mencapai kondisi mati. Usaha yang diperlukan untuk mencapai kondisi fit pun tidak mudah dan tidak semua organisasi dapat melakukannya, sebab membutuhkan usaha dan jerih payah dari berbagai lini yang ada.
Trout dan Rivkin (2004) pada tulisan mereka yang berjudul “Differentiate or Die” menjelaskan bahwa jikalau organisasi tidak melakukan daya upaya yang signifikan untuk menjadi berbeda (differentiate), dalam arti kata melakukan perubahan yang lebih baik daripada kompetitor, maka organisasi tersebut akan mati (die). Trout dan Rivkin (2004) menjabarkan delapan langkah organisasi agar dapat sukses dalam menerapkan strategi ini, yaitu menjadi pioneer dalam hal ide, gagasan, produk di pasar; mengelola atribut-atribut yang dimiliki oleh organisasi; menjadi pemimpin pangsa pasar; mempunyai sejarah yang panjang dan jelas sebagai bukti pengalaman yang dimiliki organisasi; spesialisasi pada pasar yang dituju; menjadi penyedia pengganti terhadap produk yang ditawarkan pada pasar; membuat produk yang dimiliki menjadi spesial; dan menjadi organisasi yang terpandang.
Usaha yang dilakukan oleh organisasi untuk mencapai kondisi yang fit, seperti halnya yang telah dipaparkan oleh Trout dan Rivkin (2004) pun bukan persoalan yang gampang, sebab memerlukan pengorbanan yang besar untuk mencapai tujuan dari organisasi. Hal ini didukung oleh pendapat dari Kasali (2007) yang mengungkapkan beberapa karakteristik dari perubahan yaitu perubahan membutuhkan waktu, biaya, dan kekuatan. Lain daripada itu pula, Kasali (2007) mengungkapkan perubahan selalu menakutkan dan menimbulkan kepanikan-kepanikan.