Mohon tunggu...
Joshua Manuputty
Joshua Manuputty Mohon Tunggu... Mahasiswa -

Just an ordinary man who lives in Salatiga city. (http://jokereference.blogspot.co.id/)

Selanjutnya

Tutup

Money Pilihan

Change Management: Survive or Die?

11 Agustus 2016   23:51 Diperbarui: 15 Agustus 2016   22:55 882
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Di era yang semakin berkembang sekarang ini, bukanlah hal yang tabu lagi jika suatu organisasi melakukan perubahan. Konteks perubahan di sini bukan bagaimana organisasi melakukan perubahan yang semakin buruk, namun perubahan yang semakin baik. Beberapa contoh organisasi yang melakukan perubahan yaitu dari jasa layanan keuangan Bank, seperti halnya Bank Rakyat Indonesia (BRI), Bank Mandiri, dan Bank BCA (Bank Central Asia) yang mana dahulu sistem pelayanan dari Bank terkesan kaku dan serius. 

Hal ini kadang mulai tampak dan dirasakan oleh para nasabah ataupun calon nasabah yang hendak masuk ke dalam gedung saja tak jarang sudah dihadapkan dengan wajah-wajah serius dan penuh kecurigaan dari para petugas keamanan Bank, bahkan hal ini kadang berkelanjutan hingga kepengurusan layanan keuangan di meja teller. Namun seiring waktu pun citra layanan Bank pun mulai berubah dari yang terkesan kaku dan serius pun lebih terbuka untuk berusaha memberikan kenyamanan dan kemudahan bagi calon ataupun nasabah dalam melakukan transaksi keuangan.

Contoh lain yang menarik yaitu dari jasa layanan pengiriman barang, PT. Pos Indonesia (Persero). Awalnya model bisnis dari jasa ini hanya berhubungan dengan pengiriman barang dalam lingkup domestik, entah itu surat, barang ukuran sedang, hingga ukuran besar. Namun sekarang ini, organisasi mulai berbenah diri dan melakukan perubahan pada model bisnis yang ada. 

Organisasi mulai merambah pada bidang jasa lainnya, seperti halnya pengiriman uang secara instan, organisasi melakukan kerjasaman dengan beberapa organisasi lain dalam hal pembayaran layanan jasa, seperti pembayaran listrik (PLN), air (PDAM), internet (Telkom), dan biaya uang mahasiswa, bahkan dapat melayani pengiriman barang antar negara. Model bisnis dari organisasi yang terkesan sederhana pun diolah kembali menjadi lebih lengkap agar dapat mengarah pada target pasar baru dan didukung dengan kompetensi mumpuni, secara khusus implementasi pada bidang teknologi dan informasi.

Dari beberapa contoh tersebut memperlihatkan bahwa organisasi secara berkelanjutan melakukan perubahan berkelanjutan, baik dari sisi layanan maupun dari sisi model bisnisnya. Mungkin terlintas pertanyaan pada benak kita, mengapa organisasi harus berubah, siapa yang harus memulainya, sampai kapan organisasi harus terus berbenah diri, bagaimana jika tidak melakukan perubahan, apa dampaknya, dan lain sebagainya. 

Beberapa pertanyaan seperti ini tidaklah keliru untuk dibahas, sebab kadang perlunya kita membangun pertanyaan-pertanyaan analytical questions untuk menelaah berbagai kondisi sekitar kita. Pertanyaan-pertanyaan yang ada seperti menunjukkan bahwa perubahan organisasi seperti tanpa ada akhirnya, sehingga para pekerja di organisasi tersebut harus terus melakukan hal-hal yang tanpa adanya tujuan akhir dan terkesan sia-sia. 

Berbagai hal ini pun umumya dimulai dari sejak awal mula organisasi terbentuk hingga sekarang pun selalu melakukan hal-hal seputar peningkatan kualitas dan kuantitas, melakukan manajemen pada sisi internal dan eksternal organisasi, melakukan perekrutan pekerja, menyalurkan produk barang & jasa kepada konsumen, dan berbagai hal lainnya yang memperlihatkan seperti melakukan usaha tanpa adanya kepastian yang jelas untuk selesai pada satu titik yang paling sesuai untuk organisasi pijaki.

Organisasi Selayaknya Makhluk Hidup

Perubahan yang dilakukan tanpa henting bukannya tanpa arti dan tujuan, namun ada maksud mendasar mengapa perlu dilakukannya perubahaan setiap waktu. Jika menilik pada salah satu penelitian Lester et al (2003) mengenai model Organization-Life-Cycle (OLC) yang berpendapat bahwa bahwa organisasi diumpamakan selayaknya seperti makhluk hidup yang mengalami pertumbuhan dan perkembangan sejak awal dilahirkan hingga terus bertumbuh sesuai dengan fase-fasenya. 

Pada Gambar 1, Lester et al (2003) menyatakan bahwa adanya lima fase utama dari proses pertumbuhan organisasi sesuai dengan model OLC, yaitu fase pertama: lahir (birth), fase kedua: bertumbuh (growth), fase ketiga: kedewasaan (maturity), fase keempat: kebangkitan (revival), dan fase kelima: penurunan (decline).

Proses pertumbuhan organisasi yang diawali dengan kelahiran merupakan awal dimana organisasi terbentuk dan mulai menjalankan aktivitasnya. Kemudian seiring waktu, organisasi pun mengalami pertumbuhan dan mulai berkompetisi dengan para pesaing lain agar dapat tetap eksis. Setelah beragam proses yang dialami, organisasi pun mencapai fase kedewasaaan yang diperlengkapi dengan kemampuan-kemampuan mumpuni dalam menjalankan aktivitasnya. 

Namun pada tahap selanjutnya, seiring waktu pun kondisi internal dan eksternal organisasi pun semakin kompleks sehingga bagi organisasi yang mau untuk tetap bertahan dan sembari itu melakukan peningkatan pada berbagai bidang yang ada, maka akan mengalami fase kebangkitan. Akan tetapi, jikalau organisasi berada dalam kondisi yang tetap dan tidak melakukan peningkatan kinerjanya maka organisasi tersebut akan mengalami fase penurunan yang dapat mengarah kepada kematian organisasi.

                   

Gambar 1: Organization-Life-Cycle menurut Lester et al (2003)
Gambar 1: Organization-Life-Cycle menurut Lester et al (2003)
Kelima tahapan OLC menurut Lester et al (2003) pun sesungguhnya sesuai dengan pandangan dari Greiner (1972) pada tulisannya yang berjudul “Evolution and Revolution as Organizations Grows”, dimana memperlihatkan bahwa organisasi pun diumpamakan juga selayaknya makhluk hidup yang terus bertumbuh dan berkembang, bahkan dikatakan bahwa organisasi pun dapat melakukan evolusi dan revolusi. 

Lebih lanjutnya, Greiner (1972:38-39) menyatakan bahwa terdapat dua dimensi utama yang menandakan organisasi melakukan pertumbuhan, yaitu dimensi ukuran dan usia organisasi. Seperti pada Gambar 2 yang memperlihatkan adanya pertumbuhan suatu organisasi yang diperlihatkan dari ukuran yang semakin berkembang dan umur dari organisasi yang bertambah setiap waktunya.

Greiner (1972) mengungkapkan bahwa adanya lima fase pertumbuhan yang akan dialami oleh organisasi, yaitu fase pertama: kreativitas (creativity), fase kedua: arahan (direction), fase ketiga: deligasi (delegation), fase keempat: koordinasi (coordination), fase kelima: kolaborasi (collaboration). Setiap fase yang akan dilalui oleh organisasi untuk bertumbuh pun diiringi dengan lima krisis yang dapat terjadi, yaitu krisis pertama: kepemimpinan (leaderhip), krisis kedua: otonomi (autonomy), krisis ketiga: kontrol (control), krisis keempat: “pita merah” yang berarti birokrasi (red tape), dan krisis kelima: krisis perkembangan berkelanjutan. Kelima fase inilah yang sangat erat hubungannya dengan model OLC yang menyatakan pemahaman yang sama, yaitu menjelaskan bahwa adanya hubungan antara organisasi dan makhluk hidup, dimana terjadinya proses pertumbuhan dari waktu ke waktu. 

Gambar 2: Lima Fase Perkembangan dan Krisis Organisasi menurut Greiner (1972)
Gambar 2: Lima Fase Perkembangan dan Krisis Organisasi menurut Greiner (1972)
Pada model yang ditampilkan pada Gambar 2 pun memperlihatkan bahwa setiap fase pertumbuhan organisasi pun diiringi dengan berbagai dinamik dan konflik yang terjadi dan semakin bertambah tingkatan fasenya pun tantangan yang dihadapi akan semakin sulit. Hal ini memberikan pandangan bahwa organisasi yang mengalami perubahan dari waktu ke waktu pun akan mengalami tantangan yang semakin kompleks dan andaikan organisasi tidak mau melakukan perubahan, maka akan mengalami kemunduran bahkan kematian, seperti yang dijelaskan sebelumnya menurut Lester et al (2003). 

Kondisi ini pun tentu sama dengan yang dialami oleh setiap makhluk hidup, secara khusus manusia. Sejak manusia dilahirkan, bertumbuh, beraktivitas, bekerja, membangun komunitas, dan memulai peradaban di bumi ini pun pada dasarnya merupakan bagian dari usaha untuk bertahan hidup dan tantangan yang terjadi di setiap fase pertumbuhan manusia pun akan semakin kompleks dan tak menentu. Jika manusia tidak mau melakukan usaha untuk bertahan hidup, maka tentu saja akan mengalami kepunahan dan hal ini pun berlaku pada organisasi pula, sehingga diperlukannya daya upaya untuk menaklukkan kekompleksitasan kondisi yang tak menentu dan sulit diprediksi.

Kondisi Backstagedan Onstageyang Uncertainty

Ihalau (2014) menjabarkan bahwa keberadaan suatu organisasi dipengaruhi oleh kondisi backstage dan onstage. Kondisi backstagemerupakan kondisi dari internal organisasi yang memuat orang-orang (people) sebagai penggerak roda organisasi dan aktivitas-aktivitas (activities) yang dilakukan agar organisasi dapat terus bergerak. Sedangkan pada kondisi onstage merupakan kondisi dari lingkungan mikro (micro environment) yang memuat pasar (market), dan industri yang berisi para kompetitor (industry and competitor).

Lebih lanjutnya, dijabarkan bahwa lingkungan mikro pun memuat beberapa komponen penting yang memberikan pengaruh besar bagi organisasi, yaitu alam-geografi (termasuk ekologi), demografi, politik-legal, ekonomi, sosial-budaya-agama, teknologi & informasi (TI), serta regional dan global. Lebih lanjutnya, Ihalau (2014) menyatakan bahwa organisasi perlu mencapai kondisi yang fit antara kondisi backstage yang memiliki sumber daya dan pekerja yang terbatas dengan kondisi onstage yang selalu berubah dan tidak dapat diprediksi secara tepat.

Sebagaimana kita ketahui bahwa kondisi lingkungan merupakan hal yang sangat kompleks, sebab banyak para ahli berusaha melakukan prediksi akan masa mendatang, namun tak sedikit pula hasil analisa dengan berbagai rumus perhitungan pun meleset. Salah satu contoh yang sering didengar yaitu banyaknya usaha-usaha startup gulung tikar karena tidak dapat mengimbangi antara kemampuan yang dimiliki organisasi dengan kebutuhan pasar yang berubah tak menentu. 

Courtney et al (1997) menjabarkan hasil penelitiannya yang berjudul “Strategy Under Uncertainty” mengenai problematika yang dihadapi oleh para pelaku bisnis yang sering terhenti langkahnya saat menghadapi kondisi yang tidak menentu (uncertainty). Pada Gambar 3 memperlihatkan Courtney et al (1997) membagi kondisi ketidakpastian menjadi empat tingkatan, yaitu tingkat pertama: masa depan yang cerah (a clear-enough future), tingkat kedua: alternatif masa depan (alternate futures), tingkat ketiga: jangkauan masa depan (a range of futures), dan tingkat keempat: sangat ambiguitas (true ambiguity).

Gambar 3: Empat langkah sesuai dengan tingkat ketidakpastian menurut Courtney et al (1997)
Gambar 3: Empat langkah sesuai dengan tingkat ketidakpastian menurut Courtney et al (1997)
Courtney et al (1997) berpendapat bahwa setiap tingkatan dari kondisi ketidakpastian pun memerlukan langkah upaya yang berbeda untuk dilakukan oleh organisasi. Saat organisasi berada pada tingkat satu, maka tidak ada yang perlu dikhawatirkan, sebab masa depan yang terjadi sudah jelas. Namun, hal ini tentu sangat sulit terjadi di masa sekarang, sehingga organisasi di era sekarang ini akan lebih berada pada tingkatan dua hingga empat. 

Pada tingkatan dua, organisasi perlu melakukan analisa mendalam sebelum melangkah ke depan, sehingga diperlukannya beberapa opsi sebelum keputusan diambil. Opsi yang paling memungkinkan biasanya menjadi pilihan dari organisasi untuk menatap masa depan. Lain lagi jika organisasi berada pada tingkatan tiga, dimana organisasi melihat berbagai kemungkinan-kemungkinan yang terjadi di masa depan, namun terbatas akan kemampuan yang dimiliki oleh organisasi, sehingga pilihan skenario seperti pada tingkat dua pun terbatas pula.

Oleh sebab itu, perlunya peran-peran penunjang seperti pemanfaatan bidang teknologi pada perusahaan, penelitian secara mendalam sebelum organisasi bergerak, melakukan perencanaan strategis, dan lain sebagainya. Pada tingkatan ke empat merupakan kondisi dimana sudah tidak adanya cahaya masa depan yang terlihat. Suatu kondisi yang benar-benar gelap dan organisasi tak tahu arah untuk melangkah.

Tingkat terakhir dari kondisi uncertainty pun dapat terjadi pada semua organisasi. Salah satu peristiwa yang dapat menjadi ulasan singkat mengenai kondisi ini yaitu saat dimana banyak negara di kawasan Asia Timur, termasuk Indonesia mengalami krisi keuangan pada Juli 1997 yang dampaknya masih terasa hingga tahun 1998. 

Hanya dalam waktu singkat, perubahan besar terjadi dan mengakibatkan pada berbagai aspek kehidupan, dimana segala keberhasilan yang dirintis sejak awal diproklamasikannya negara Indonesia pun mulai runtuh, bahkan tenggelam begitu saja. Segala mimpi-mimpi indah di masa depan pun sirna. Pada bulan Juni 1997, kurs Rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (US$) berkisar antara Rp.2.380, namun saat terjadi krisis moneter yang disertai dengan berbagai polemik yang terjadi telah membuat nilai Rupiah mengalami penurunan hingga 83,2%, sehingga pada Juli 1998 jika dikurs untuk US$1 bernilai Rp.14.150. 

Hal ini pun sangat berdampak besar pada berbagai bentuk usaha di Indonesia yang hampir semuanya jatuh (collapse) dan banyak pelaku bisnis perlu melakukan usaha-usaha untuk memperbaiki usaha (turn around) dan memperkecil peluang kebangkrutan tanpa tahu dengan pasti bagaimana kondisi perekonomian Indonesia selanjutnya. Oleh sebab itulah, Courtney et al (1997) menyarankan jika organisasi mengalami kondisi pada tingkat empat yang bisa dilakukan adalah dengan melakukan strategi bertaruh (bets), sebab kondisi sangat tidak pasti (true ambiguity).

Berusaha Untuk Tampil Beda

Dua kondisi antara sisi onstage dan backstage, terlebih dengan adanya permasalahan akan kondisi yang uncertaintyinilah yang perlu menjadi perhatian utama dari organisasi, sebab tanpa daya upaya dalam melakukan perubahan dan pembenahan pada berbagai bidang dalam upaya mencapainya kondisi yang fit, maka organisasi akan kalah bersaing dengan para kompetitor dan tidak dapat mencapai target pasar yang dituju, bahkan akan mencapai kondisi mati. Usaha yang diperlukan untuk mencapai kondisi fit pun tidak mudah dan tidak semua organisasi dapat melakukannya, sebab membutuhkan usaha dan jerih payah dari berbagai lini yang ada. 

Trout dan Rivkin (2004) pada tulisan mereka yang berjudul “Differentiate or Die” menjelaskan bahwa jikalau organisasi tidak melakukan daya upaya yang signifikan untuk menjadi berbeda (differentiate), dalam arti kata melakukan perubahan yang lebih baik daripada kompetitor, maka organisasi tersebut akan mati (die). Trout dan Rivkin (2004) menjabarkan delapan langkah organisasi agar dapat sukses dalam menerapkan strategi ini, yaitu menjadi pioneer dalam hal ide, gagasan, produk di pasar; mengelola atribut-atribut yang dimiliki oleh organisasi; menjadi pemimpin pangsa pasar; mempunyai sejarah yang panjang dan jelas sebagai bukti pengalaman yang dimiliki organisasi; spesialisasi pada pasar yang dituju; menjadi penyedia pengganti terhadap produk yang ditawarkan pada pasar; membuat produk yang dimiliki menjadi spesial; dan menjadi organisasi yang terpandang.

Usaha yang dilakukan oleh organisasi untuk mencapai kondisi yang fit, seperti halnya yang telah dipaparkan oleh Trout dan Rivkin (2004) pun bukan persoalan yang gampang, sebab memerlukan pengorbanan yang besar untuk mencapai tujuan dari organisasi. Hal ini didukung oleh pendapat dari Kasali (2007) yang mengungkapkan beberapa karakteristik dari perubahan yaitu perubahan membutuhkan waktu, biaya, dan kekuatan. Lain daripada itu pula, Kasali (2007) mengungkapkan perubahan selalu menakutkan dan menimbulkan kepanikan-kepanikan. 

Namun, segala hala rintangan yang ada dan dibarengi dengan pengorbanan dari masyarakat organisasi tersebut, maka bukanlah hal yang mustahil untuk mencapai tujuan yang diharapkan. Adanya teknik-teknik komunikasi dan perilaku yang baik antar masyarakat penghuni di organisasi tersebut, maka perubahan yang ada dapat dikelola menjadi sebuah pesta yang menyenangkan dan hangat, serta dapat menimbulkan efek kebersamaan.

Peran Aktor Tingkat Eksekutif Sebagai Peracik Strategi

Dalam pelaksanaan dari berbagai usaha untuk melakukan perubahan (change) dalam menanggapi tantangan-tangangan yang ada di sepanjang fase organisasi pun tidak terlepas dari peran para aktor organisasi, secara khusus di tingkat eksekutif dalam melakukan perencanaan strategis dan menjadi nahkoda yang bijak dalam mengarahkan perahu organisasi untuk melewati gelombang tinggi dan arus kuatnya samudera dunia, sehingga organisasi dapat tetap langgeng dan eksis hingga seterusnya. 

Jika berbicara mengenai sosok pemimpin, maka tidak dapat terlepas dari model kepemimpinan yang aktor tersebut terapkan pada organisasi. Lalu seperti apakah model kepemimpinan yang paling tepat untuk diterapkan pada organisasi dengan kondisi lingkungan kompleks yang menuntut organisasi untuk selalu berubah?

Salah satu model kepemipinan yang ideal untuk dapat diterapkan pada organisasi yang ingin selalu berubah yaitu dengan model kepemimpinan situasional. Hersey dan Blanchard (1998) memaparkan bahwa pemimpin yang sukses adalah mereka yang dapat menyesuaikan sikap yang dimiliki dengan kebutuhan dari kondisi situasi mereka yang selalu berubah pula. 

Model kepemimpinan situasional memberikan suatu pemahaman bagi pemimpin mengenai hubungan antara keefektivitasan dari gaya kepemimpinan dan memperlihatkan adanya kesiapan dari para anggotanya untuk menjalankan tugas-tugas yang spesifik. Hersey dan Blanchard (1998) mengungkapkan bahwa pemimpin situasional belajar untuk mendemonstrasikan empat inti penting dari kompetensi kepemimpinan, yaitu analisa (diagnose), adaptasi (adapt), komunikasi (communicate), dan memajukan (advance). Pada Gambar 4 memperlihatkan model dari kepemimpinan situasional yang membantu para pemimpin untuk menganalisa kebutuhan dari lingkungannya, dimana terdapat empat hal utama dari gaya kepemimpinan, yaitu sebagai berikut:

  • S1: Mengarahkan (directing/telling)

Gaya ini mengkarakteristikkan komunikasi satu arah (one-way) yang mana pemimpin mendefinisikan peran dari para anggotanya berupa memberikan arahan kepada mereka mengenai apa, bagaimana, kapan, dan dimana untuk melaksanakan berbagai macam tugas-tugas.

  • S2: Melatih (coaching/selling)

Gaya sebelumnya yang berupa arahan pun tidak dapat dilakukan hanya dengan itu saja, namun dengan gaya ini dapat memberikan suatu komunikasi dua arah (two-way) dan dapat memberikan dukungan socioemotional secara psikologi kepada para anggotanya untuk ikut serta dalam setiap keputusan-keputusan yang telah dibuat.

  • S3: Mendukung (supporting/participating)

Gaya ini sering disebut partisipasi karena antara pemimpin dan anggotanya saling berbagi hal dalam melakukan pengambilan keputusan melalui komunikasi dua arah dan pemimpin pun sering menunjukkan sikap-sikap yang mendukung kepada anggotanya.

  • S4: Mendelegasikan (delegating)

Gaya ini merubah dari pemahaman awal yang mana anggota tidak ikut serta bahkan mungkin lari dari tanggung jawab yang ada. Pemimpin mendelegasikan para anggotanya untuk mau bertanggung jawab terhadap segala keputusan yang telah digagas bersama-sama.

Keempat gaya ini perlu menjadi perhatian dari para pemimpin dalam menerapkan model kepemimpinannya kepada para anggotanya. Pemimpin yang efektif harus tahu kapan saat harus merubah sikapnya dalam menanggapi perubahan yang terjadi di sekitarnya, secara khusus berkaitan dengan para anggotanya. 

Beberapa keuntunga yang ada dengan model kepemimpinan situasional yaitu membangun lingkungan pembelajaran yang efektif, meningkatkan kinerja organisasi, peningkatan kemampuan dan kinerja yang dimiliki pun dapat merambah ke berbagai bidang atau anggota organisasi, meningkatkan rasa memiliki dan komitmen terhadap organisasi dari para anggotanya, secara efektif mengarahkan organisasi pada perubahan sikap dan hasil yang akan diperoleh, dan lain sebagainya.

Contoh menarik dari model kepemimpinan situasional yaitu dari Joko Widodo atau kerap dikenal sebagai Jokowi yang merupakan Presiden ke-7 Indonesia. Jokowi yang pada tahun 2005-2012 merupakan Walikota Kota Surakarta dikenal sebagai pemimpin yang santun, ramah, dan melayani masyarakat. Tak jarang Beliau “blusukan” di berbagai lokasi sembari menjalankan program kerja yang dimiliki. 

Pada tahun 2012-2014 Jokowi yang sempat menjabat sebagai Gubernur DKI Jakarta pun tetap menerapkan gaya kepemimpinan yang dimilikinya, hingga Beliau naik menjadi Presiden RI pun dengan menerapkan gaya yang khas, namun tetap memperlihatkan sikap-sikap tegasnya dalam hal meracik kebijakan pemerintah, susunan kementerian, maupun beradu pemahaman terhadap pemimpin-pemimpin negara lain. Hal ini memperlihatkan bahwa pemimpin perlu menyesuaikan model kepemimpinan yang dimiliki sesuai dengan kondisi dimana dirinya dipercayai, sehingga keberlangsungan organisasi pun dapat tetap terjamin hingga waktu selanjutnya.                

Gambar 4: Model kepemimpinan situasional menurut Hersey dan Blanchard (1988)
Gambar 4: Model kepemimpinan situasional menurut Hersey dan Blanchard (1988)
Peran seorang pemimpin organisasi menjadi sosok penting sebagai kepala di organisasi, namun bukan berarti seorang pemimpin dapat melakukan perubahan hanya dengan mengandalkan diri sendiri saja, melainkan memerlukan bantuan dari berbagai pihak untuk saling menopang satu sama lain dengan membuat pondasi yang kokoh sebagai pilar penopang kekokohan berdirinya suatu organisasi. 

Kasali (2007) berpendapat bahwa dalam melakukan perubahan diperlukannya change makers. Konteks aktor di sini bukanlah satu pribadi saja, namun lebih dari satu aktor yang memiliki visi misi yang sama dan mau berusaha bersama-sama secara berkelanjutan untuk mencapai tujuan bersama.

Lebih lanjutnya, Kasali (2007:200) mengutip kisah menarik dari Jack Welch, CEO General Electric (GE) yang melakukan sebuah revolusi secara menyeluruh pada GE di tahun 1984. Jack Welch melakukan berbagai usaha seperti melakukan PHK sebanyak 130.000 orang dalam kurun waktu dua tahun, melepas 50 bidang usaha GE yang senilai lima miliar dolar, dan berbagai usaha reengineering lainnya yang Jack Welch telah lakukan. Kemudian, Jack Welch menggencarkan pelatihan-pelatihan baru dan menghabiskan ratusan jam untuk menggeluti hal ini agar dapat terlahirnya budaya organisasi yang baru. Jack Welch pun membentuk GE Management Development Institute di New York sebagai suatu langkah untuk membentuk pekerja-pekerja handal dengan ide-ide segar pada GE.

Melakukan Perubahan atau Mati

Berdasarkan uraian yang ada telah memaparkan mengenai alasan suatu organisasi yang dituntut untuk harus selalu melakukan perubahan dalam mengikuti perkembangan zaman, Namun juga, para aktor organisasi, baik yang ada di atas panggung maupun di belakang panggung pun perlu melakukannya berbagai usaha untuk perubahan yang signifikan pada organisasi, sehingga organisasi akan dapat tetap bertahan menghadapi tantangan-tangangan yang ada. Selayaknya seseorang yang mengendarai sepeda. 

Ia harus berusaha untuk selalu mengayuh pedal yang ada agar sepeda yang ia gunakan dapat terus melaju ke depan. Andaikan ia berhenti untuk mengayuh sepeda, maka sepeda itu akan berhenti dan ia akan jatuh, bahkan mungkin saja ia tidak akan sampai pada tujuan akhir. Di sinilah makna suatu organisasi selalu melakukan perubahan. Sesuatu yang dilakukan secara berkelanjutan merupakan suatu upaya dari organisasi untuk tetap eksis sebagai langkah untuk bertahan hidup. 

Tanpa adanya upaya perubahan, maka organisasi akan termakan usai dan akhirnya mati. Peran aktor sebagai peracik strategi pun turut ambil peran dalam menyukseskan langkah perubahan di organisasi. Aktor yang memiliki pandangan jauh ke depan, memiliki jiwa melayani, memiliki kebijaksanaan, dan mampu untuk menyesuaikan model kepemimpinan yang dimiliki terhadap kondisi di sekitarnya merupakan sosok yang ideal dan dibutuhkan oleh organisasi di masa sekarang. Dengan begitu, organisasi yang disokong oleh para aktor sebagai pilar pondasi pun dapat terus bertahan dalam menghadapi kondisi lingkungan yang selalu berubah dan tak menentu.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun