Mohon tunggu...
Johny Sompret
Johny Sompret Mohon Tunggu... Supir - No messenger was install

Nama saya Johny Sompret

Selanjutnya

Tutup

Lyfe Pilihan

Analisis Cerita KKN di Desa Penari

29 Agustus 2019   22:39 Diperbarui: 31 Agustus 2019   08:28 50198
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Di luar kisah ini nyata atau fiktif, ada klarifikasi lanjutan dari penulis "KKN di Desa Penari". Bahwa kakak Ayu yang bernama Ilham sebenernya punya niat ingin membantu Pak Prabu, yang dulunya merupakan sahabat ayahnya, keluar dari kutukan ghaib di desa tersebut. Syaratnya harus ada gadis yang  bisa dijadikan tumbal. Pada cerita versi Nur, di awal dikisahkan Ayu menyuruh Nur untuk mengajak Widya ikut serta dalam kegiatan KKN. 

Saat observasi, sebenernya Nur tidak setuju dengan Ayu desa itu dijadikan tempat KKN, karena di samping daerah itu sangat terisolasi. Begitu sampai di desa, Nur langsung disuguhi pemandangan yang menyeramkan. Dimana dia bisa melihat sesosok makhluk hitam tinggi besar dengan kedua tanduk kerbau di kepalanya. Berdiri diatas batu besar sambil menatap Nur dengan muka marah.

Ini agak janggal, sudah tau kalau daerah itu angker tapi kenapa dia masih mau diajak kesitu lagi. Dan anehnya lagi, Nur tidak mau cerita ke siapa-siapa padahal itu menyangkut keselamatan teman-teman yang lain. Tapi Ayu tetep ngotot karena memang punya tendensi lain selain KKN.

Atas instruksi kakaknya, Ayu disuruh menjadikan Widya sebagai tumbal demi mengeluarkan kutukan Pak Prabu dan semua warga di situ. Anak-anak muda di desa itu tidak ada satupun yang masih menetap, sengaja oleh orangtuanya setelah dewasa disuruh keluar dari desa agar tidak dijadikan tumbal. 

Kutukan itu merupakan perjanjian leluhur desa dengan para dedemit di hutan sekitar desa, karena ini tradisi bahwa setiap periode tertentu harus disediakan gadis perawan untuk dijadikan penari demi menghibur para lelembut yang tinggal di hutan.

Kalau dilanggar maka desa itu akan terkena bencana besar (balak),dan setiap tumbal yang disediakan oleh Pak Prabu berakhir dengan kematian. Itu dijelaskan oleh Pak Prabu dengan menunjukkan makam yang setiap nisannya dibungkus kain hitam. Makam-makam itu adalah kuburan gadis-gadis muda yang dijadikan tumbal oleh warga desa. 

Cerita berlanjut saat semua tokoh di dalam cerita sudah melakukan kegiatan KKN. Di saat senggang dari progdes, Ayu mulai melaksanakan instruksi kakaknya. Menghubungi Pak Prabu secara diam-diam untuk bisa bertemu dengan penari lelembut melalui Mbah Buyut, tujuannya meminta jimat mustika untuk diberikan kepada target (tumbal). 

Sang penari tidak mau begitu saja memberikan jimat itu kepada gadis secara sembarangan. Itulah kenapa Widya sering mendapat teror dari si penari, karena penari itu seolah-olah sedang melakukan observasi juga apakah gadis itu layak atau tidak dijadikan tumbal.

Singkat cerita jimat tumbal itu akhirnya diberikan kepada Ayu dengan perantara Pak Prabu. Mustika yang ternyata berupa selendang itu harus ada di tangan Widya sebagai target incaran. 

Di tengah cerita berkata lain. Masih menurut penulis cerita, Ayu ternyata menyukai Bima. Sejak awal Ayu membuat progdes sengaja dijadikan satu kelompok dengan Bima.  Apesnya, rasa suka Ayu bertepuk sebelah tangan. Ternyata Bima suka Widya seperti pengakuannya kepada Nur, dan itu diketahui oleh Ayu.

Ayu tidak mau terima, dia ingin Bima suka kepadanya. Segala cara dia tempuh, selendang mustika yang menurut Pak Prabu juga jimat pelet itu, akhirnya diberikan kepada Bima. 

Sebelumnya Ayu beralasan kepada Pak Prabu, dia ingin memberikan selendang mustika kepada Widya melalui perantara Bima. Tujuannya setelah Bima menerima selendang itu, Bima menjadi suka kepadanya. 

Benar saja, Bima terkena pelet dari Ayu sampai mereka melakukan hubungan intim beberapa kali di dalam bilik sinden di daerah terlarang. Hubungan itu akhirnya diketahui oleh Nur secara tidak sengaja.

Awalnya Nur curiga tiap malam Bima keluar, dia mengikuti Bima di jalan setapak sampai ke daerah terlarang. Nur mempergoki mereka berdua, perasaannya campur aduk karena dia tau Bima itu anak yang religius. Nur mana tahu kalau sebenernya Bima terkena guna-guna selendang mustika dari Ayu. 

Akibat dimabuk 'asmara' Bima sampai lupa memberikan selendang itu kepada Widya, ini membuat si penari lelembut marah.

Di samping berhubungan intim dengan Ayu, Bima juga terkena guna-guna penari lelembut lainnya. Diceritakan ada 2 jimat yang diberikan oleh penari lelembut, karena ternyata penari itu ada 2, yang orang di desa itu biasa menyebutnya dengan sinden kembar.

Seperti cerita Wahyu, dia sering melihat Bima seperti sedang melakukan (maaf) onani di kamar dan terdengar juga suara erangan perempuan dari dalam. 

Wahyu sebenernya sudah komplain kejadian ini ke Nur, karena dia tau Bima adalah temen satu pondok pesantren Nur dulunya. Nur sempat tidak percaya sampai akhirnya dia mengetahui dengan mata kepala sendiri, Bima berhubungan intim dengan Ayu.

Karena hubungan mereka berdua telah diketahui Nur, dan Bima bersedia bertanggung jawab atas semua tindakan yang mereka lakukan berdua, atas perintah Pak Prabu Ayu menyuruh Bima meletakkan selendang mustika di dalam tas Widya. 

Ini semua dilakukan tanpa sepengetahuan teman KKN yang lain, karena antara Pak Prabu, Ayu dan kakaknya Ilham telah membuat permufakatan sebelumnya untuk mencelakai Widya. Nur yang dari awal mengetahui kalau Widya selalu diikuti penari lelembut, perhatiannya tidak pernah lepas sedikitpun dari Widya.

Saat Widya ingin membuka tas, Nur secara spontan mencegah Widya mengambil barang yang ada di dalam tas. Merebut tas Widya, di dalamnya dia melihat 2 buah benda asing, satu selendang satunya lagi sebuah benda yang biasa dipakai oleh orang jawa sebagai jimat.

Sebisa mungkin Nur menjauhkan kedua benda tersebut, jangan sampai dipegang tangan Widya. 

Setelah mengetahui usaha menjadikan Widya sebagai tumbal gagal, para lelembut di hutan menjadi marah kepada Ayu dan Bima. Akibatnya mereka berdua dijadikan pelampiasan, Ayu dan Bima disantet oleh dedemit hutan dengan kondisi tubuh mereka seperti yang diceritakan dalam akhir kisah cerita ini. 

Kisah selanjutnya, cerita tentang hubungan Ayu dan Bima serta kondisi keduanya sudah sampai ke kampus dan keluarga mereka. Program KKN dinyatakan gagal, paginya pihak kampus dan keluarga berdatangan.

Melihat kondisi Ayu, Ilham sang kakak marah besar dan ingin menuntut semua warga desa terutama Pak Prabu atas kejadian yang menimpa adiknya. Setelah melalui musyawarah dan kompromi yang alot, akhirnya Ilham membatalkan niatnya, keselamatan adiknya dijadikan prioritas utama. 

Setelah dibawa pulang oleh keluarganya, kondisi mereka berdua tidak juga semakin membaik. Bima meninggal selang beberapa bulan. Sebelum meninggal, umi (ibunya) Bima bermimpi, Bima mengetuk pintu kamarnya meminta maaf atas semua perilakunya selama hidup.

Sedangkan Ayu sempat dibawa keluarganya berobat ke orang pintar ditemani Nur. Meski begitu, orang pintar itu bilang satu-satunya jalan jika Ayu ingin sembuh harus dibawa ke luar pulau dengan syarat tanpa melalui area laut. Syarat yang sangat berat, naik kapal atau pesawat tetap akan melalui laut. Akhirnya keluarga Ayu pasrah, setelah berselang beberapa hari Ayu akhirnya meninggal dunia. 

Ini hanya analisis belaka terlepas cerita KKN di Desa Penari itu fiktif atau nyata.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun