Mohon tunggu...
Johny Sompret
Johny Sompret Mohon Tunggu... Supir - No messenger was install

Nama saya Johny Sompret

Selanjutnya

Tutup

Healthy Artikel Utama

Fenomena Rokok Elektrik dengan Segala Persoalan Sosialnya

22 Juni 2018   13:10 Diperbarui: 23 Juni 2018   11:56 5268
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber dari dokumen pribadi

Fenomena rokok elektrik atau vape belakangan ini kembali menghangat. Mulai bulan depan tepatnya tanggal 1 Juli 2018 pemerintah berencana menetapkan cukai sebesar 57% terhadap produk rokok elektrik yang mengandung tembakau dan turunannya. Regulasi ini disambut beragam, ada sebagian yang mencibir tapi mayoritas pengguna vape menyambut baik, karena dengan regulasi ini, paling tidak pemerintah mengakui keberadaan rokok elektrik.

Selama ini banyak dari pelaku bisnis rokok elektrik yang masih kawatir akan kelangsungan usaha mereka. Payung hukum sebagai dasar legalisasi usaha di bidang ini belum jelas, ditambah kurangnya sosialisasi tentang rokok elektrik ke masyarakat.

Rokok elektrik awalnya diciptakan sebagai salah satu media terapi alternatif bagi pecandu rokok konvensional. Makin kesini fungsinya bergeser, ada dari beberapa pengguna yang mengubahnya menjadi sebuah gaya hidup. Bahkan mereka yang tadinya bukan perokok, mulai ikut menikmati rokok elektrik. 

Sama halnya dengan rokok konvensional, di dalam rokok elektrik juga ada batasan umur dalam penggunaan. Umur 18 tahun merupakan batasan legalitas vaping, dan itu sifatnya mengikat ke seluruh pengguna rokok elektrik.

Disini saya sebagai user akhir, hanya pengguna biasa bukan seller apalagi produsen produk vape, mencoba membahas beberapa persoalan di dunia vaping yang belakangan semakin menjadi sorotan publik. Mulai dari penggunaan rokok elektrik oleh anak umur di bawah 18 tahun, dasar penetapan batasan umur vaping dan persoalan sosial lainnya terkait rokok elektrik.

PENGUNAAN ROKOK ELEKTRIK ANAK DI BAWAH UMUR

Rokok elektrik atau vape berbeda dengan rokok konvensional yang lebih dulu dikenal masyarakat puluhan bahkan ratusan tahun yang lalu. Sedangkan vape masih seumur jagung, masih dalam tahap mencari jati diri. Sebagian masyarakat masih menganggap tabu keberadaan rokok elektrik. Mereka masih beranggapan vaping tidak ubahnya seperti rokok konvensional. Disini vaping butuh gambaran umum yang bisa diterima masyarakat secara luas, jauh dari sentimen dan kesan negatif.

Sama seperti rokok konvensional, penggunaan rokok elektrik oleh anak di bawah umur sampai saat ini masih menjadi persoalan yang sulit diatasi. Tingkat kesadaran dan kedewasaan anak di bawah umur dipertanyakan disini, mereka itu anak-anak yang masih dalam masa pertumbuhan mental. 

Fase dimana sifat keingintahuannya sangat tinggi, itu hal yang bagus tapi jika tanpa dibarengi sikap mental dan rasa tanggung jawab seperti orang dewasa, keberadaan mereka hanya akan merusak bentuk vapescene yang sudah ada. Mohon maaf.. rata-rata dari mereka belum sampe berpikir kesitu, pola pikir mereka sangat sederhana... ngebul dimanapun dan kapanpun dia mau, peduli setan dengan orang lain.

Dari kalangan vaper sendiri masih sering terjadi silang pendapat antara memperbolehkan, di satu sisi tetap melarang sampai usia mereka mencukupi. Alasan sikap permisif ini dilandasi faktor kesehatan, mereka beranggapan lebih baik vaping daripada meneruskan kebiasaan lama mereka mengkonsumsi rokok konvensional. Pada kasus ini, saya berpendapat lebih baik mereka merokok dulu saja, ada beberapa alasan yang mendasar.

Pertama, intensitas merokok anak-anak masih sebatas uang jajan (belum bisa dikategorikan sebagai perokok aktif), dengan mereka merokok masih ada kontrol sosial di lingkup keluarga dan sekolah, aktivitas merokok menjadi terbatas. Ketika mereka pertama kali memutuskan untuk merokok, paling tidak mereka tahu semua risiko yang bakal dihadapi, termasuk dikeluarkan dari sekolah.

Kedua, saya kurang yakin underage yang sudah beralih ke vaping, otomatis mereka akan berhenti merokok. Dari kebanyakan kasus yang saya liat di lingkungan tempat tinggal, mereka masih tetap merokok. Karena dari awal tujuan mereka merokok memang  buat gaya-gayaan, sekedar show off kalau dia laki dan bukan karena kebutuhan asupan nikotin seperti perokok aktif pada umumnya. Apalagi vaping lebih ribet, mesti pasang ini, pasang itu, jadi kemungkinan mereka masih merokok itu besar.

Ketiga, mayoritas anak di bawah umur belum paham fungsi vaping yang sebenernya. Tahunya cuma keluar uap banyak, ngetrik biar dibilang keren dan kekinian. Pengetahuan mereka tentang vaping stuff pun sebatas kata orang, jarang mereka yang mau bener-bener mempelajari dengan serius, itu karena semangat jiwa muda yang masih pengin bermain ditambah kesibukan mereka di intitusi pendidikan.

Keempat, saat ini bermunculan industri-industri kecil yang bergerak di bidang rokok elektrik, mereka mencari asa dari lapangan pekerjaan yang baru tumbuh ini. Sekedar berusaha (meskipun mustahil) menembus dominasi para taipan rokok konvensional, yang semakin hari semakin gendut perutnya. 

Keberadaan vaper underage hanya akan menghambat usaha dan langkah mereka. Perilaku buruk mereka membuat pemerintah akan semakin intens dalam membatasi dan mengawasi peredaran rokok elektrik.

Dari alasan-alasan diatas, jika anak di bawah umur dibiarkan mengkonsumsi vape tanpa pengawasan, dikhawatirkan semua akan kena imbasnya. Masih untung hanya regulasi cukai, coba kalau sampe dilarang? Bakalan seperti pesakitan, mau vaping saja mesti sembunyi-sembunyi takut ditangkap karena dianggap forbidden activity. Tujuan utama vaping sebagai media pengganti rokok jadi berantakan... akhirnya balik lagi ke rokok konvensional. Pelaku bisnis rokok elektrik pun bakal kehilangan mata pencaharian.

Jadi intinya, biarkan mereka merokok lebih dulu. Karena masyarakat secara umum lebih 'memaklumi' keberadaan asap rokok ketimbang uap vape. Setelah mereka dewasa dan cukup umur baru diarahkan ke dunia vaping dengan dibekali pengetahuan dasar secukupnya.

DASAR PERTIMBANGAN USIA 18 TAHUN SEBAGAI BATAS LEGALITAS VAPING

Sebelumnya saya akan membahas karakteristik anak usia di bawah 18 tahun, pertama dari aspek psikologis, salah satu karakter paling menonjol remaja usia di bawah 18 tahun adalah mencoba hal yang baru. Terkait keinginan mencoba semua yang baru, mereka biasanya belum pandai dalam mengukur risiko dan sangat memperhatikan apa kata teman. Kurang banyak menggali literatur terkait hobi baru yang mereka geluti, membuat pemahaman yang ada hanya sebatas kulit luarnya saja.

Perkembangan emosi anak usia dibawah 18 tahun biasanya masih labil dan mereka hanya ingin agar terlihat beda dan dinilai menonjol dari teman sebayanya. Kecenderungan seperti itu membuat mereka terkadang ceroboh dalam memilih hobi baru dan gampang terbuai untuk mencoba sesuatu yang berisiko dan merugikan diri sendiri.

Hal ini juga yang menyebabkan ketika mereka memutuskan mengkonsumsi rokok elektrik, orientasinya bukan karena kebutuhan tapi lebih ke gaya hidup untuk meningkatkan rasa percaya diri, solidaritas, adaptasi dengan lingkungan, ataupun untuk kompensasi.

Yang kedua adalah aspek fisik, anak-anak yg berusia 12 - 18 tahun secara fisik tidak jauh beda dengan orang dewasa, mereka sudah memiliki fungsi organ tubuh yang sempurna. Mempunyai kemampuan beradaptasi terhadap zat-zat baru yang masuk ke tubuh dengan baik. Yang membedakan hanya daya tahan tubuh, orang dewasa lebih mampu bertahan terhadap serangan zat-zat perusak yang masuk melalui mulut maupun hidung.

Karena orang dewasa berpikir lebih proporsional, ketika dia memutuskan merokok atau vaping dengan segala risikonya, biasanya selalu diimbangi dengan pola hidup yang lebih sehat dengan makanan atau minuman bergizi atau kegiatan fisik secara rutin yang mampu meminimalisir efek zat beracun ke tubuh. Hal ini yang biasanya kurang porsi perhatian anak yang masih berumur di bawah 18 tahun. Kebutuhan nutrisi penyeimbang belum bisa mereka penuhi karena faktor materi.

Aspek ketiga yang tidak kalah penting adalah materi, kaitannya dengan paragraf diatas. Secara ekonomi anak-anak belum mampu mencukupi kebutuhan hidupnya sendiri. Umumnya mereka masih dalam usia sekolah, dan memang belum ada kewajiban untuk mencari penghasilan. 

Permasalahan yang muncul kemudian adalah ketika sebuah hobi sudah menjadi addict atau ketergantungan tanpa dibarengi dengan kemampuan materi, ini yang rentan gesekan. Kondisi ini bisa memicu tindakan kriminal remaja yang dilakukan hanya untuk memenuhi ego hobi mereka. Perilaku negatif seperti premanisme di sekolah, pencurian dan pemalakan pelajar belakangan ini marak terjadi, dasar tindakan mereka tidak jauh dari permasalahan ekonomi.

Bagaimana dengan anak-anak yang berasal dari keluarga dengan ekonomi mapan? Tetep saja, karena merasa belum punya tanggung jawab moral mereka belum mampu mengatur finansial dalam skala prioritas yang benar. Mayoritas orang tua, saya yakin kurang setuju ketika anaknya yang belum dewasa memutuskan untuk vaping apalagi merokok.

Pertimbangan para orang tua itu biasanya karena faktor kesehatan, selain mereka belum mampu memenuhi kebutuhannya sendiri. Jarang sekali orang tua yang permisif membiarkan jatah uang jajan anaknya, digunakan utk keperluan membeli rokok elektrik. Jadi disini kelebihan materi bukan suatu alasan yang rasional bagi legalitas underage untuk vaping. Mungkin hanya mempermudah membuka akses masuk, bukan berarti mereka dikasih ijin.

Di samping ketiga aspek diatas, secara moral anak umur dibawah 18 tahun belum mampu mempertanggungjawabkan tindakan yang mereka lakukan. Ketika tindakan mereka merugikan orang lain secara hukum, hukuman yang mampu diberikan sebatas sanksi sosial, seperti skorsing, dikeluarkan dari sekolah, dibawa ke kantor polisi sekedar digunduli, dan lain-lain. 

Pembelajaran seperti itu terkadang belum mampu memberikan efek jera bagi mereka, dilema hukum di negeri ini karena belum menjangkau anak-anak usia di bawah 18 tahun.

MENGURANGI POPULASI UNDERAGE, EFEKTIF KAH?

Dari beberapa aspek pertimbangan diatas, pihak-pihak yang berkompeten disini pemerintah melalui departemen kesehatan dan lembaga perlindungan anak menetapkan batas umur legalitas sebuah produk yang boleh dikonsumsi. Batasan itu sudah menjadi regulasi yang mengikat pelaku bisnis produk terkait dalam hal ini rokok elektrik dan produk turunan lainnya. Pemerintah juga sudah melakukan sosialisasi ke semua lini yang bergerak di bidang itu.

Hingga saat ini, peraturan legalisasi usia vaping sudah menjadi sebuah konsensus bersama. Para pelaku bisnis vaping harusnya tunduk, secara hukum mereka TIDAK diijinkan melakukan transaksi produk-produk rokok elektrik ke konsumen yang masih dibawah umur. Yah, karena sesuatu hal yang menjadi 'kebiasaan' turun temurun di negeri ini, masih ada juga produsen atau seller nakal yang hanya berorientasi ke materi, sehingga implementasi dari regulasi ini kurang maksimal.

Realita lapangan membuktikan, masih banyak seller yang memberikan kesempatan ke mereka yang masih di bawah umur untuk mencoba menikmati rokok elektrik dengan alasan ambigu, mereka berdalih lebih baik mereka vaping ketimbang ketergantungan rokok tembakau yang notabene lebih berbahaya dari vaping.

Sama seperti rokok konvensional sebenernya, peredaran rokok elektrik memang tidak bisa dikontrol seluruhnya. Salah satunya karena semakin banyak produk vaping yang dijual secara online, transaksi online tidak mengenal batas usia, bahkan anak umur 10 tahun pun bisa melakukan transaksi jual beli selama punya akun. Itu sudah di luar kemampuan kita, usaha meminimalisasi bisa dimulai dari kita sebagai pengguna, secara sadar dan bertahap berusaha membatasi ruang gerak anak-anak yang masih di bawah umur.

Salah satunya mungkin lewat tulisan-tulisan di media sosial tentang dampak negatif rokok elektrik jika digunakan tanpa pengetahuan yang cukup. Aktif memberikan masukan kepada underage yang sudah terlanjur vaping, sebisa mungkin menghentikan mengkonsumsi rokok elektrik sementara waktu sampe umur dan pemahaman mereka dirasa cukup.

Masalah efektivitas, itu di luar jangkauan kita sebagai user. Seorang aktivis di bidang kemanusiaan dan lingkungan seperti HAM atau Green Peace juga tidak begitu peduli dengan hasil teriak-teriak mereka di jalan. Selama kita mau menulis dan beropini, mereka para underage minimal tahu, ternyata memang ada beberapa pihak yang melarang mereka mengkonsumsi rokok elektrik. Tidak perlu dipikir terlalu jauh masalah efektif apa tidak.

ORANG TUA YANG MENGIJINKAN ANAKNYA MENGKONSUMSI ROKOK ELEKTRIK

Dari sekian banyak orang tua yang melarang, ternyata ada diantaranya yang justru malah mendukung kegiatan anaknya terkait pemakaian rokok elektrik. 

Saya sendiri belum menemukan fakta ini secara langsung di lapangan, informasi tersebut hanya bersumber dari pengakuan seorang vaporista di komunitas vape, yang berinteraksi langsung dengan seorang anak di bawah umur bersama bapaknya yang akan membeli beberapa peralatan vape di vapestore tempat dia bekerja. Meski akurasi berita itu belum 100% benar, tapi jika hal itu memang terjadi, itu sebuah fenomena yang luar biasa.

Alasan utama si bapak mengijinkan anaknya yang masih di bawah umur vaping, masih menurut vaporista, supaya terhindar dari bahaya yang lebih besar dari kecanduan rokok konvensional. Karena selama ini, kata si bapak sudah masuk dalam kategori perokok berat. 

Sebenarnya ada yang aneh disini, kalau dipikir hanya seorang vaper aktif dan peneliti kesehatan (independent) di bidang vape yang mengetahui rekam medis rokok elektrik, selama ini hanya mereka yang tahu rokok elektrik lebih aman dikonsumsi dibanding rokok konvensional. 

Orang awam cenderung abai, skeptis bahkan sangat jarang mengetahui hal ini, karena seperti kita tahu berita di media banyak didominasi oleh informasi negatif pemakaian rokok elektrik.

Kenapa kejadian diatas bisa terjadi? Ada dua kemungkinan, yang pertama, si bapak seorang vaper aktif atau peneliti di bidang vape, bisa juga orang tua yang sudah hopeless untuk melarang anaknya merokok. Si bapak berharap semoga dengan terapi rokok elektrik ini, bisa membuat anaknya terbebas dari kebiasaan menghirup asap rokok.

Kalau itu memang benar, sikap permisif si bapak perlu diapresiasi karena masih punya keinginan agar anaknya hidup lebih sehat. Yang seperti ini perlu didukung, tapi edukasi dan pengawasan jalan terus karena pengguna masih di bawah umur.

Kemungkinan kedua, orang tua itu bukan bapaknya atau orang terakhir dalam birokrasi keluarga. Bisa jadi orang lain, entah siapa yang diberi peran oleh si anak untuk berakting laiknya orang tuanya. 

Jangan salah, anak zaman sekarang itu banyak akalnya, lengah sedikit lolos mereka. Nah ini yang serba salah... sepertinya kurang etis juga kalau kita menanyakan langsung validitas hubungan mereka.

Identifikasi secara fisik belum ada jaminan, salah satunya jalan mungkin dengan cara mencermati bentuk komunikasi di antara keduanya. Mereka bukan aktor pro kok, beberapa pertanyaan pancingan cukup membuat kita pada sebuah konklusi, apakah mereka lagi bersandiwara atau tidak. Kalau ternyata mereka bersandiwara, langsung cut, suruh keluar... habis perkara.

Perlu dibedakan juga, antara orang tua yang mendukung dan membiarkan. Membiarkan punya konotasi lain, bukan lagi permisif tapi cenderung mereka sudah tidak mampu lagi melarang. Daripada si anak semakin dilarang malah semakin nekat, lebih baik dibiarkan. Pada kasus seperti ini, jika si anak masuk ke vapestore mencari peralatan vape dengan alasan bapaknya sudah kasih ijin, sebisa mungkin jangan dilayani.

------------------------------------------------------------------

Uraian diatas hanyalah sekelimut persoalan di dunia vaping saat ini. Masih banyak persoalan lain yang masih perlu pembenahan. 

Saya sebagai pengguna sekadar meminta masyarakat umum untuk memahami bahwa kami punya motivasi untuk hidup lebih sehat. Meskipun banyak penyalahgunaan, itu di luar kewenangan kami sebagai pengguna.

Penggunaan rokok elektrik hanyalah sebagai media terapi untuk berhenti dari rokok konvensional. Ke depannya, kami pengguna rokok elektrik berharap bisa berhenti total mengkonsumsi rokok konvensional maupun rokok elektrik. Karena apapun alasannya, kami sadar paru-paru diciptakan sebagai alat untuk menampung udara yang bebas dari segala zat yang berbahaya.

Sumber tulisan :
Facebook pribadi (1), (2), (3)

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Healthy Selengkapnya
Lihat Healthy Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun