Wahyu adalah seorang office boy di sebuah perusahaan. Sore itu sepulang kerja, seperti biasa ia akan menunggu bus di halte tempat ia biasa menunggu. Namun, sore itu tak seperti biasanya. Wahyu bertemu seorang gadis yang menurutnya berparas paling ayu.Â
Gadis itu tanpa sungkan duduk di sampingnya menanti bus juga. Ia adalah Dilla. Dari gaya berpenampilannya Wahyu tahu bahwa Dilla berasal dari keluarga kaya yang terlalu sempurna untuk disejajarkan dengannya. Wahyu mengurungkan niatnya untuk mendekati Dilla, meski hatinya telanjur terpesona.
Tanpa disangka oleh Wahyu, Dilla justru mengajaknya berkenalan. Wahyu yang memang sudah terpikat dari awal tak bisa menolak. Sore itu mereka mengobrol panjang karena bus juga terlambat datang. Kejadian sore itu berlanjut ke sore-sore berikutnya.Â
Mereka sering bertemu di halte  dan mengobrol lebih banyak lagi. Wahyu semakin mengagumi Dilla dan menganggapnya seperti malaikat dalam wujud manusia. Bagaimana tidak, gadis kaya mau berteman dengan orang biasa. Apa sebutan yang pantas untuknya bila bukan malaikat?
Suatu hari Wahyu bertekad mengungkapkan perasaannya kepada Dilla dan Dilla menerimanya begitu saja. Wahyu bahagia bukan kepalang dan semenjak itu ia bekerja sangat keras agar nantinya bisa menikahi Dilla dan menafkahinya dengan layak. Mungkin tak akan sebaik yang orang tuanya berikan, tapi Wahyu berjanji akan mengedepankan kebahagiaan Dilla di atas kebahagiaannya sendiri. Itulah yang selalu dipikirkannya.
Suatu siang Wahyu datang ke kampus Dilla untuk memberi kejutan. Ia membawa setangkai mawar dan sekotak coklat untuk Dilla. Ia mendapati Dilla sedang asyik mengobrol bersama teman-temannya. Wahyu mendekat dan tak sengaja mendengar obrolan mereka. Tanpa Wahyu sangka ternyata ia sedang menjadi bahan pembicaraan.
"Ciyee yang pacaran sama office boy," sorak teman-teman Dilla. Wahyu mendengar itu, tapi Dilla dan teman-temannya tak tahu bahwa yang mereka bicarakan ada bersama mereka.
"Pacar? Dia itu lugu dan tolol. Aku tak mungkin berpacaran dengannya." Dilla bahkan menjawab dengan tertawa.
"Bukankah selama ini kalian sangat dekat?" Teman Dilla menimpali.
"Sebenarnya  aku hanya mengajaknya bicara di halte bus. Aku melakukannya untuk mengusir sepi.  Dia benar-benar manusia dungu. Dia pikir aku ini bisa hidup dengannya? Miskin dan tak punya masa depan." Dilla melecehkan Wahyu di hadapan teman-temannya.
Wahyu mendengar itu semua dengan perasaan hancur. Dia tak menyangka bahwa Dilla tak pernah benar-benar mencintainya. Wahyu hanyalah pengusir sepi di saat Dilla tak punya teman untuk pulang. Wahyu berjalan menjauhi Dilla. Ia  membuang setangkai mawar dan coklat di tangannya ke tempat sampah. Sejak itulah Wahyu sering merenung dan menangis di pojok kamarnya.