Mohon tunggu...
Yohanes Arkiang
Yohanes Arkiang Mohon Tunggu... Jurnalis - Mahasiswa

Pembungkus Embun

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Geliat Media dan Konspirasi Covid-19

8 Mei 2020   18:08 Diperbarui: 8 Mei 2020   18:21 117
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Kita menaruh kepercayaan penuh terhadap media dengan harapan ada berita baik darinya agar tatanan kehidupan kembali normal. Maka masyarakat membutuhkan pemikiran alternatif untuk menetralisir kecemasan yang berlebihan. Konspirasi ialah pemikiran alternatif itu.

Dalam situasi darurat, psikologi kita sebetulnya dirancang untuk melawan atau bertahan. Bentuk perlawanan kita terhadap covid-19 sangat tidak jelas. 

Metode pertahanan diri kita juga serba tak karuan. Hal itu terjadi karena ada masalah baru akibat covid-19 selain kesehatan, yaitu merasa dikucilkan, disalahkan, diasingkan dari kehidupan sosial. Maka tekanan psikologis kita menimbulkan lemahnya perlawanan dan sistem bertahan terhadap covid-19. Oleh sebab itu, pemikiran alternatif, seperti konspirasi dianut oleh sejumlah orang untuk menetralisir keadaan darurat.

Media sempat-sempatnya menyediakan ruang untuk teori-teori konspirasi . Media menyadari bahwa konspirasi selalu antagonistis terhadap pemerintah dan sejenis pemikiran mainstream lainnya. Ia mengajak masyarakat untuk jeda dan menyimak bagaimana teori konspirasi itu bekerja. Media sosial yang bekerja dengan logika algoritma seperti twitter pun tiap menit memproduksi pemikiran alernatif. Memang media selalu bekerja sesuai logika bisnis.

Sebagai sebuah konsumsi alternatif, konspirasi juga memicu kecemasan baru di tengah masyarakat. Masyarakat diberi keyakinan baru, lalu masyarakat memproduksi ulang keyakinan itu menjadi sebuah sikap dan perilaku yang memicu kecemasaan baru di tengah isu pandemi covid-19. 

Dengan hadirnya konpirasi sebagai sandingan informasi mainstream, logika menjadi sasaran utama. Logika sebagai alat utama dalam berpikir kritis berusahan dirobohkan dengan belenggu konspirasi. Walaupun sebagai pemikiran alternatif, konspirasi selalu menyerang logika. Tergantung bagaimana logika menyaringnya.

Konspirasi Vs Redaksi Media Miskin Pengetahuan Kesehatan

Peristiwa global ini menyerang seluruh sektor kehidupan manusia. Tidak ada ruang bagi manusia untuk bergerak dengan bebas. Seiring itu ruang gerak alam semakin bebas dan liar. Liarnya alam mengajak kita kembali untuk mengenali kerja alam, salah satunya adalah isu kesehatan.

Hadirnya covid-19 di Indonesia membuka sebuah tabir besar. Kita baru sadar bahwa tenaga medis di Indonesia sangat kurang dan tidak cukup. Banyak tenaga medis akhirnya menyerah saat melawan covid-19. Gugur melawan kerja alam. Di samping itu media-media di Indonesia sangat tidak sopan dalam memberitakan isu covid-19, yang akhirnya ikut terlibat meresahkan masyarakat.

Banyak media asal bunyi tanpa memperhatikan kaidah jurnalistik yang baku dan baik. Media yang sering melakukan hal ini adalah media-media lokal. Akhir-akhir ini banyak media berita bermuculan di media sosial. Dengan embel nama news media-media ini mengaku sebagai pekerja pers yang profesional. 

Link berita-berita covid-19 besebaran di gurp whatsapp. Orang tidak lagi peduli sumber berita atau redaksi bahasa dan logika jurnalistik yang disajikan. Akibatnya banyak berita yang informasinya berbenturan di tengah masyarkat, apalagi masyarakat yang notabene baru mengenal jaringan internet.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun