Tidak banyak klub yang buka suara soal tunggakan untuk biaya operasionalnya. Selain soal gengsi bisa juga sikap diam itu punya maksud menenangkan para pemain dan suporter.
Namun, langkah berbeda dilakukan oleh PT Mahesa Jenar Semarang (MJS), induk dari klub PSIS Semarang. Setelah mengadakan Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS), 17 Januari 2025, disampaikan adanya hutang sebesar Rp 45 miliar. Hutang itu, seperti disampaikan Komisaris Utama PT MJS, Yoyok Sukawi, digunakan untuk biaya operasional klub selama dua tahun (2023 dan 2024).
PT MJS akan mengatakan kembali RUPS pada Februari 2025 mendatang terkait terkait setoran modal para pemegang saham untuk menutup tanggungan utang tersebut.
Para pemilik saham PT MJS itu adalah Alamsyah Satyanegara Sukawijaya (Yoyok Sukawi), Heri Sasongko, Trias Iskandar, Kairul Anwar, dan Setyo Agung Nugroho. Mereka mendapat prioritas utama melakukan pembelian saham yang belum ditempatkan.
Jika lewat jangka waktu pada RUPS berikutnya itu, maka akan ditawarkan kepada investor dari luar. Nantinya hasil pembelian saham tersebut akan digunakan untuk menyelesaikan tanggungan yang dimiliki PT MJS.
Apa yang terjadi pada PSIS Semarang tak beda dengan yang dialami klub-klub Liga 1 lainnya. Bahkan klub sekelas Bali United yang menjadi tim pertama melantai di bursa efek juga mengalami kerugian yang tidak sedikit pada semester pertama 2024.
Laporan keuangan PT Bali Bintang Sejahtera Tbk, perusahaan pengelola Bali United, menunjukkan bahwa klub tersebut mencatatkan kerugian hingga Rp69,8 miliar pada semester pertama 2024.
Bisa dibayangkan bagaimana beban finansial pada klub-klub Liga 1 lainnya. Padahal Bali United dikenal memiliki ekosistem bisnis yang lebih maju dibandingkan klub lain.
Persiapan
 Pernyataan adanya tunggakan sebesar Rp 45 miliar dari PT MJS, selain keberanian untuk terbuka, pada sisi lain menunjukkan upaya untuk tak berhenti mempersiapkan diri sebagai klub yang lebih profesional dan komersial.