Sunderland di musim 2013/2014 menunjukkan bagaimana mereka mampu bangkit dari dasar klasemen. The Black Cats benar-benar tidak tampil dengan performa terbaiknya. Di penutupan pertengahan musim saja, Sunderland benar-benar berada di posisi yang kurang sedap dipandang yakni berada di dasar klasemen saat natal.
Hanya 1 poin dari 24 poin yang seharusnya dapat diambil Sunderland dari bulan Februari hingga April, membuat aroma-aroma tergeser ke Divisi Championship semakin santer terdengar di ruang ganti.
Namun, mereka tiba-tiba mereka bangkit, dengan mampu menahan imbang Manchester City sampai mengkandaskan Chelsea, setelah itu mereka meraih tiga kemenangan pada empat laga terakhir hingga merek selamat dari zona degradasi.
Banyak Episiode
Walau berada di dasar klasemen, Radja Nainggolan tetap optimistis dengan peluang timnya. Dengan 10 laga tersisa, apa pun masihÂ
bisa terjadi.Pemain berusia 35 tahun itu mungkin mengingat kenangan saat bermain untuk Cagliari pada musim 2020/21. Sempat lama di zona merah, mereka bangkit di saat terakhir untuk bertahan di Serie A Italia.
"Sepakbola terdiri dari banyak episode. Namun, setiap episode selalu memiliki 'rasa' berbeda. Terpenting kami memainkan laga dengan bagus," kata Radja yang ayahnya berasal dari Sumatra Utara, dan ibunya dari Belgia.
Episiode lepas dari zona degradasi tentu menjadi pilihan utama Bhayangkara FC, dan mereka tunjukkan dengan keseriusan untuk bangkit. Mereka bahkan mendatangkan pemain sekaliber Radja Nainggolan,dan pelatih Mario Gomez.
"Kami tidak menargetkan muluk-muluk. Kami tahu diri dan menyadari posisi kok. Bagi kami, yang penting menghindar dari zona degradasi, itu saja," ujar Chief Operating Officer (COO) Bhayangkara FC, Sumardji. ***
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H