Mohon tunggu...
Kavya
Kavya Mohon Tunggu... Penulis - Menulis

Suka sepakbola, puisi dan menulis

Selanjutnya

Tutup

Bola Pilihan

Bhayangkara FC Menatap Episode Lepas atau Terdegradasi

15 Februari 2024   19:31 Diperbarui: 15 Februari 2024   20:03 211
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Debut Radja Nainggolan saat Bhayangkara FC mengalahkan Persita Tangerang dengan skor 3-0, 17 Desember 2023 malam. (Foto: Bhayangkara FC)

Melakoni kompetisi dalam satu musim, yang secara efektif biasanya berlangsung dalam 10 bulan, dengan jadwal yang ketat, bukanlah perkara mudah bagi sebuah kesebelasan..

Tak hanya dibutuhkan konsistensi yang tinggi dalam menjalani laga demi laga, baik laga home atau away, tapi juga dibutuhkan persiapan non teknis yang matang. Ditambah lagi ketika ada pemain dan pelatih baru, adaptasi akan membutuhkan waktu bagi kesebelasan tersebut untuk tampil dalam permainan terbaiknya.

Dalam menjalani kompetisi yang panjang, sebuah kesebelasan akan mengalami naik-turun dalam klasemen. Hal tersebut tak lepas dari tren positif atau negatif yang ditampilkan klub itu sendiri.

Ada yang di awal musim tampil gemilang namun mulai menurun di pertengahan musim. Ada juga yang terseok-seok di awal musim namun mulai bangkit ketika paruh musim.

Namun, bagaimana jika klub itu tetap terseok-seok, bahkan terlempar ke dasar klasemen yang berakibat degradasi?.

Itu yang terjadi pada kesebelasan yang sebelumnya mampu bertahan, bahkan pernah menjadi juara. Seperti yang dialami oleh Leicester City, klub yang meraih promosi ke Premier League pada 2014. Menjalani musim pertamanya dengan banyak kesulitan, namun mampu bertahan dan menduduki peringkat ke-14 di akhir musim, dengan raihan  41 poin.

Tahun berikutnya, 2015-2016 Leicester membuat kejutan besar ketika berhasil menjuara Liga Inggris, mengungguli Arsel dan Tottenham Hotspur. Padahal materi pemainnya tak ada yang terkenal. Namun pelatih Claudio Ranieri mampu meramu para pemain tak ternama itu menjadi tim yang menakutkan.

Mengarungi musim 2022-2023 The Foxes hanya bisa memetik 34 poin dari 38 penampilannya. Mereka hanya  bisa memetik 34 poin hasil dari sembilan kemenangan, tujuh hasil imbang, dan 22 kekalahan. Padahal, dari barisan pemain, Leicester dinilai memiliki skuad yang bisa bersaing, setidaknya di papan tengah klasemen Liga Primer Inggris.

Maka, ketika The Foxes harus terdegradasi di musim 2022-2023, publik pun tertegun. Kepastian degradasi itu terjadi dalam laga pekan terakhir Premier League 2022-2023, 28 Mei 2023 malam WIB.

Klub yang bermarkas di Stadion King Power itu harus bermain di Championship pada musim 2023-2024. Dua klub lainnya yang turut terdegradasi adalah Leed United dan Shouthampton.

Menurut analisis BBC, salah satu yang krusial adalah aktivitas transfer yang tak tepat sasaran, dan kondisi internal tim yang tak kondusif.


Serupa

Ironi serupa juga terjadi di kompetisi Liga 1 2023-2024, dengan anjloknya prestasi Bhayangkara FC, yang sebelum bergulirnya 

Bhayangkara FC saat merayakan juara Liga 1 2017 (Foto: Kompas)
Bhayangkara FC saat merayakan juara Liga 1 2017 (Foto: Kompas)
kompetisi berganti nama menjadi Bhayangkara Presisi Indonesia FC. Alasan pergantian nama itu karena ingin menggaet suporter dari seluruh Indonesia.

Sebelumnya klub milik institusi kepolisian ini memang sudah pernah berniat berganti nama. Pada 2020 misalnya ketika mereka ingin mengubah menjadi Bhayangkara Solo FC saat markas tim hendak pindah ke kota di Jawa Tengah itu.

Tapi niatan itu batal karena Persis Solo dihidupkan kembali. Bhayangkara yang sudah menggelar seremoni di Solo pun akhirnya memilih kembali ke Jakarta.

Bhayangkara FC mencatatkan diri sebagai tim yang mengejutkan.  Pertama kali berlaga di Liga 1 pada 2017 langsung menggondol gelar juara. Skuad asuhan Simon McMenemy itu berhasil bertengger di posisi puncak klasemen akhir setelah mengumpulkan 68 poin hasil dari 22 kemenangan, dua imbang, dan 10 seri.

Terlepas dari polemik yang terjadi saat itu, penampilan Bhayangkara FC musim 2017 memang luar biasa. The Guardian --julukan Bhayangkara FC-- merupakan tim dengan pengoleksi kemenangan terbanyak, yakni 22 pertandingan dibandingkan klub lain.

"Sebelum berkompetisi di Liga 1, Bhayangkara FC tidak pernah menargetkan menjadi juara. Sebab, manajemen hanya menargetkan Bhayangkara FC finis di urutan kelima klasemen akhir," demikian pernyataan resmi Bhayangkara FC usai dinobatkan sebagai juara Liga 1 2017.


Bangkit

Situasi saat ini justeru bertolak belakang dengan apa yang sudah diraih The Guardian pada 2017. Mereka di posisi juru kunci dengan 15 poin, berjarak 11 angka dari Persita Tangerang di tempat aman.

Harapan menambah poin sebagai modal lepas dari jurang degradasi kandas dalam laga menghadapi tuan rumah Persebaya Surabaya, 4 Februari 2024 lalu. Mereka takluk 0-1, dan hasil ini bagi tuan rumah merupakan kemenangan pertama setelah 10 laga sebelumnya tanpa kemenangan.

Tinggal tersisa 10 laga yang harus dilakoni The Guardian, untuk mengumpulkan poin agar terangkat dari dasar klasemen dan duduk di zona aman. Pekerjaan yang sangat sulit, namun tak ada yang mustahil di dalam sepakbola.

Sunderland di musim 2013/2014 menunjukkan bagaimana mereka mampu bangkit dari dasar klasemen. The Black Cats benar-benar tidak tampil dengan performa terbaiknya. Di penutupan pertengahan musim saja, Sunderland benar-benar berada di posisi yang kurang sedap dipandang yakni berada di dasar klasemen saat natal.

Hanya 1 poin dari 24 poin yang seharusnya dapat diambil Sunderland dari bulan Februari hingga April, membuat aroma-aroma tergeser ke Divisi Championship semakin santer terdengar di ruang ganti.

Namun, mereka tiba-tiba mereka bangkit, dengan mampu menahan imbang Manchester City sampai mengkandaskan Chelsea, setelah itu mereka meraih tiga kemenangan pada empat laga terakhir hingga merek selamat dari zona degradasi.


Banyak Episiode

Walau berada di dasar klasemen, Radja Nainggolan tetap optimistis dengan peluang timnya. Dengan 10 laga tersisa, apa pun masih 

COO Bhayangkara FC, Sumardji tidak muluk-muluk (Foto : Bhayangkara FC)
COO Bhayangkara FC, Sumardji tidak muluk-muluk (Foto : Bhayangkara FC)
bisa terjadi.

Pemain berusia 35 tahun itu mungkin mengingat kenangan saat bermain untuk Cagliari pada musim 2020/21. Sempat lama di zona merah, mereka bangkit di saat terakhir untuk bertahan di Serie A Italia.

"Sepakbola terdiri dari banyak episode. Namun, setiap episode selalu memiliki 'rasa' berbeda. Terpenting kami memainkan laga dengan bagus," kata Radja yang ayahnya berasal dari Sumatra Utara, dan ibunya dari Belgia.

Episiode lepas dari zona degradasi tentu menjadi pilihan utama Bhayangkara FC, dan mereka tunjukkan dengan keseriusan untuk bangkit. Mereka bahkan mendatangkan pemain sekaliber Radja Nainggolan,dan pelatih Mario Gomez.

"Kami tidak menargetkan muluk-muluk. Kami tahu diri dan menyadari posisi kok. Bagi kami, yang penting menghindar dari zona degradasi, itu saja," ujar Chief Operating Officer (COO) Bhayangkara FC, Sumardji. ***

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Bola Selengkapnya
Lihat Bola Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun