Sedangkan Suporter Medan Cinta Kinantan (SmecCK), pendukung PSMS Medan yang berlaga di Liga 2 menilai, Keputusan melarang suporter tim tamu ke stadion merupakan langkah kurang tepat.
Ketua Umum SMeCK, Lauren, menyebutkan hanya 25 orang suporter tim tamu yang diperbolehkan datang ke stadion. Hal itu menurutnya malah berpeluang menimbulkan benih-benih kericuhan.
"Ini jadi rancu, semua tim punya basis suporter masing-masing. Kalau suporter datang ke stadion dengan atribut suporter, kami bisa memberikan imbauan untuk tidak berbuat onar. Tapi kalau datang ke stadion pakai pakaian biasa, di situ lah biasanya awal permasalahan timbul."
"Dalang yang menyebabkan suporter klub Liga 2 terkena imbas seperti ini kan dari liga lain, jadi kami tak setuju dengan keputusan PT LIB ini," tegasnya.
PSMS Medan juga melayangka protesnya. Di tiga tim Liga 2 yakni  PSMS Medan, Sada Sumut FC hingga PSDS Deliserdang berada di satu kepolisian daerah yang sama, Polda Sumatera Utara.
Mengurangi Stress
Larangan suporter tamu menyaksikan laga akhirnya menjadi dua mata pisau yang merugikan klub. Tak hanya terkena denda jika ada suporter tim tamu datang, dan mudah masuk ke stadion tanpa mengenakan atribut, tapi juga mengurangi pemasukan bagi klub.
Big match merupakan pemasukan besar bagi klub tuan rumah. Semisal tiket termurah Rp 35.000, dengan kapasitas terisi 20.000 (dengan pembatasan tiket), setidaknya meraup angka bersih Rp 500 Juta.
Jika tanpa suporter tim tamu, ada yang terasa kurang meski tim tuan rumah mampu memetic kemenangan atau berakhir draw.
Nekadnya suporter tim tamu datang, pada satu sisi menunjukkan fanatisme dukungan. Pada sisi lain, mereka membutuhkan pelepasan dari kepenatan hidup.
Penelitian dari University of Alabama mengatakan, menonton pertandingan sepakbola mampu mengendalikan otak dari gejala stres. Hormon stres dari tubuh bisa terlepas secara perlahan, karena otak dan tubuh mendambakan kesenangan dan bereaksi positif ketika menonton pertandingan sepakbola.