Beberapa tahun kemudian, Caklul yang penyair bertemu mas Tjahjo di bandara Soekarno-Hatta. Sebagai ahli hisap alias perokok, dengan waktu tunggu yang cukup lama hal pertama yang dicarinya dalah ruangan merokok. Di situ Caklul kaget melihat mas Tjahjo asyik menikmati sedotan cerutunya.
Tak mau membuang kesempatan untuk ngobrol dengan bapak Menteri ia menghampiri dan bersalam memperkenalkan diri sebagai teman saya. "Oh iya dia sudah di Jogja kan?," kata mas Tjahjo.
Mengingat dialog itu, ada rasa hangat di hati yang sedih karena berpulangnya lelaki yang suka wayang itu. Dia memang tak pernah melupakan temannya, meski statusnya hanya penulis lepas.
Sebagai penulis, saya pernah mendapat kado dari dia saat meluncurkan kumpulan buku puisi "Di Lengkung Alis Matamu" di salah satu toko buku di Jakarta Selatan. Dia mengirim ucapan selamat lewat karangan bunga. Saat itu lelaki yang suka seni itu masih menjadi Ketua Fraksi PDIP di DPR.
Penyair kondang, Joko Pinurbo yang hadir malam itu (Jokpin memberi kata pengantar di buku) saat acara berakhir dan menuju mobil melihat karangan bunga itu. "Saya sering hadir di acara peluncuran buku puisi, tapi baru kali ini melihat ada karangan bunga, dari politisi pula,"ujarnya.
Sengkuni
Pengabdian lelaki yang nasionalis itu terhadap jabatannya memang begitu dalam. Suatu saat saya ditelponnya, mengajak bertemu sambil menyaksikan pagelaran wayang kulit di Ndalem Notoprajan, Ngampilan, Jogja. Saat itu mengambil lakon "Sengkuni Gugur" yang dibawakan oleh dalang Ki Catur Benyek
Sesampai di Ndalem Notoprajan saya langsung menghampiri mas Tjahjo yang sudah pasti duduk di depan. Tanpa protokoler, tanpa hambatan dari ajudan atau pengawalnya.
Saat itu saya langsung ingat tanggal 1 Desember 2018 itu ulang tahunnya. Ia merayakannya di Jogja karena menghadiri acara. Jauh dari keluarga, dan perayaan itu berupa tontonan wayang kulit.
Ia sudah menyukai wayang sejak kecil. Suka cerita Pandawa dan Kurawa yang baginya wayang itu identic dengan keduanya.
"Perseteruan Pandawa dan Kurawa terjadi karena adanya Sengkuni yang suka mengumbar kebencian dan fitnah. Di perpolitikan juga ada Sengkuninya, di pemerintahan juga dan di ormas ada juga. Kalau dulu mungkin dengan omongan, sekarang Sengkuni menyebarkan fitnah dan mengumbar kebencian] dengan bermain di media sosial ,"ujarnya.