Mohon tunggu...
Kavya
Kavya Mohon Tunggu... Penulis - Menulis

Suka sepakbola, puisi dan menulis

Selanjutnya

Tutup

Diary Pilihan

Catatan Kecil tentang Tjahjo Kumolo

3 Juli 2022   20:31 Diperbarui: 3 Juli 2022   20:52 286
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Tjahjo Kumolo (Foto : ANTARA)

Sederhana, tak berubah sebagai teman, suka menolong dan mudah bergaul.

Itu gambaran sosok seorang Tjahjo Kumolo, Menteri Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi Indonesia yang baru saja berpulang 1 Juli 2022 jam 11.10 WIB di RS Abdi Waluyo Jakarta.

Saya mengenalnya cukup lama, sejak lelaki berkacamata itu menjadi anggota DPR dari Golongan Karya (1987). Sebelumnya mas Tjahjo, begitu saya memanggilnya, dikenal sebagai Ketua Umum KNPI, organisasi yang di era Orde Baru menjadi salah satu jalan untuk menjadi anggota legislative.

Meski begitu mas Tjahjo tidak pernah menampakkan dirinya eksklusif. Ia bersahaja, ramah dan sederhana sebagai wakil rakyat yang baru. Satu hal yang tampak menonjol adalah kemauannya untuk belajar berbagai masalah baik yang terjadi di Jawa Tengah sebagai daerah pemilihannya, maupun nasional dan luar negeri.

Usai tak sering bertemu lagi di Gedung DPR karena saya bekerja di perusahaan swasta pertemanan itu tetap terjalin, setidaknya saling berkirim kabar. Saat ia pindah ke PDI Perjuangan kariernya makin melejit, menjabat Ketua Pemenangan Pemilu hingga menjadi Sekjen partai berlambang banteng moncong putih itu.

Di tengah kesibukannya ia selalu meluangkan waktu untuk mengundang hadir ketika ada suatu kegiatan. Begitu juga saya juga mengundang untuk tampil membaca puisi di panggung Sastra Reboan di Warung Apresiasi Bulungan. Undangan saya tak pernah terwujud karena kesibukannya sebagai anggota DPR, lalu dilantik jadi Menteri Dalam Negeri (2014-2019) dan Menteri PAN-AB.

Tak lama setelah dilantik menjadi Mendagri ia mengajak bertemu di rumah dinasnya di Widya Chandra, Jakarta. Saya sampai di depan rumah dinas sebelum jam 19.00, dan bersiap masuk melewati pos penjagaan.

Tahu-tahu handphone berdering, lalu terdengar suaranya yang berat "Eh sido ketemu kan?. Wis teko toh, mlebu ae aku sik nang dalan (Eh jadi ketemu kan? Sudah datang toh, masuk saja aku masih dalam perjalanan pulang)."

Terus terang saya merasa surprise. Bagaimana tidak, biasanya orang antri ingin bertemu pejabat negara, ini kok menterinya bertanya ke temannya yang kere apakah jadi tetap bertemu. Ia tak pernah berubah terhadap temannya.

Ya meski dia sudah jadi petinggi partai dan Menteri kami tetap berkomunikasi menggunakan Bahasa Jawa. Tak ada yang berubah dari lelaki kelahiran Solo itu. Ia tak merasa tidak dihormati sebagai pejabat negara meski saya tetap memanggilnya mas.

Malam itu kami melepas kangen setelah sekian tahun tidak bertemu. Saya menghabiskan berbatang rokok, dan mas Tjahjo dua batang cerutu. Soal politik, nostalgia saat di DPR hingga keluarga jadi bahan obrolan.

Beberapa tahun kemudian, Caklul yang penyair bertemu mas Tjahjo di bandara Soekarno-Hatta. Sebagai ahli hisap alias perokok, dengan waktu tunggu yang cukup lama hal pertama yang dicarinya dalah ruangan merokok. Di situ Caklul kaget melihat mas Tjahjo asyik menikmati sedotan cerutunya.

Tak mau membuang kesempatan untuk ngobrol dengan bapak Menteri ia menghampiri dan bersalam memperkenalkan diri sebagai teman saya. "Oh iya dia sudah di Jogja kan?," kata mas Tjahjo.

Kiriman bunga dari Tjahjo Kumolo (Foto: Dok.Yo)
Kiriman bunga dari Tjahjo Kumolo (Foto: Dok.Yo)
Mengingat dialog itu, ada rasa hangat di hati yang sedih karena berpulangnya lelaki yang suka wayang itu. Dia memang tak pernah melupakan temannya, meski statusnya hanya penulis lepas.

Sebagai penulis, saya pernah mendapat kado dari dia saat meluncurkan kumpulan buku puisi "Di Lengkung Alis Matamu" di salah satu toko buku di Jakarta Selatan. Dia mengirim ucapan selamat lewat karangan bunga. Saat itu lelaki yang suka seni itu masih menjadi Ketua Fraksi PDIP di DPR.

Penyair kondang, Joko Pinurbo yang hadir malam itu (Jokpin memberi kata pengantar di buku) saat acara berakhir dan menuju mobil melihat karangan bunga itu. "Saya sering hadir di acara peluncuran buku puisi, tapi baru kali ini melihat ada karangan bunga, dari politisi pula,"ujarnya.


Sengkuni

Pengabdian lelaki yang nasionalis itu terhadap jabatannya memang begitu dalam. Suatu saat saya ditelponnya, mengajak bertemu sambil menyaksikan pagelaran wayang kulit di Ndalem Notoprajan, Ngampilan, Jogja. Saat itu mengambil lakon "Sengkuni Gugur" yang dibawakan oleh dalang Ki Catur Benyek

Sesampai di Ndalem Notoprajan saya langsung menghampiri mas Tjahjo yang sudah pasti duduk di depan. Tanpa protokoler, tanpa hambatan dari ajudan atau pengawalnya.

Saat itu saya langsung ingat tanggal 1 Desember 2018 itu ulang tahunnya. Ia merayakannya di Jogja karena menghadiri acara. Jauh dari keluarga, dan perayaan itu berupa tontonan wayang kulit.

Ia sudah menyukai wayang sejak kecil. Suka cerita Pandawa dan Kurawa yang baginya wayang itu identic dengan keduanya.

"Perseteruan Pandawa dan Kurawa terjadi karena adanya Sengkuni yang suka mengumbar kebencian dan fitnah. Di perpolitikan juga ada Sengkuninya, di pemerintahan juga dan di ormas ada juga. Kalau dulu mungkin dengan omongan, sekarang Sengkuni menyebarkan fitnah dan mengumbar kebencian] dengan bermain di media sosial ,"ujarnya.

Tjahjo Kumolo saat menjadi Mendagri bertemu temannya (Foto: Istimewa)
Tjahjo Kumolo saat menjadi Mendagri bertemu temannya (Foto: Istimewa)
Simbol-simbol tokoh dan cerita dalam wayang sering disinggungnya dalam obrolan. Ia tak pernah menyebut nama, hanya kiasan atau guyonan saja. Sebagai politisi berpengalaman ia tahu bagaimana bersikap, menempatkan diri dan membuktikan diri dengan bekerja keras.

Kini mas Tjahjo telah pergi. Telah berakhir sakitnya karena infeksi yang telah menyebar ke paru-paru.

Semoga di atas sana mas Tjahjo melihat betapa banyak doa tertebar, seperti kebaikannya yang tersebar. Menyaksikan rasa duka karena kehilangan sosoknya.

Sugeng tindak, mas. ***

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Diary Selengkapnya
Lihat Diary Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun