Tok Tok Tok! Samuel mengetuk pintu rumah bercat biru langit. Samuel berteriak memanggil John, tapi tak ada suara menyahut dari dalam rumah. Samuel mencari di halaman samping rumah, tapi tak ditemukan John di sana. Samuel berjalan menuju pintu sampingm merogoh pegangan pintu dan membukanya perlahan. Bunyi derit pintu terdengar dan pintu terbuka. Samuel berteriak memanggil John sebelum masuk. "John, ada di mana? Ini beta, Samuel. Beta masuk ke rumah e."
"keh keh keh keh...." Anak perempuan bertubuh ceking, tiba-tiba berlari keluar kamar. Dia melompat, berputar sambil bertepuk yangan di depan Samuel. "Tah tah tah tah..." Dia berhenti, tepat di depan Samuel. "Mama tidak suka ya, ose keluar kamar. Nama kamu siapa? Nama saya Ann." Anak perempuan berambut panjang tersebut, bertolak pinggang di depan Samuel dan bernyanyi. "Hepi ya ya ya...Hepi ye ye ye...Saya senang jadi anak Tuhan.... Jes jes jes kereta apiku menuju sekolah minggu..."
"Ann, masuk ke kamar! Yeah ampun! Ose pipis di celana ya!"
Samuel masih sulit mengartikan pemandangan dihadapannya, saat anak perempuan berwajah manis, mempunyai kulit kuning langsat itu berlari menghindari tangkapan tangan mamanya. "Mama tidak suka ya, ose keluar kamar..." Anak perempuan tersebut, berlari masuk ke kamarnya sambil mengucapkan kalimat tersebut berulang-ulang.
"Nyong, siapa?"
"Beta, nama..."
"Beta sudah bilang, jangan datang ke beta punya rumah. Beta sudah bilang, jangan belajar kelompok di beta punya rumah." John muncul dari kamar, tempat dimana anak tersebut keluar. Tangannya langsung menarik kerah baju Samuel. "Ose tidak mengerti kah?! Beta harus bilang itu ulang-ulang dengan bahasa apa?! Bahasa Inggris?! Bahasa Jepang?! Jika beta bicara dengan bahasa Indonesia dan bahasa Ambon. Tapi, ose tidak pernah mau mengerti. Heh?!" John mengepal tangannya dan mengangkat ke atas.
"John, sudah jua..." Perempuan yang meminta anak perempuannya masuk, menurunkan tangan John, berdiri diantara John dan Samuel. Suara tangisan terdengar lirih. "Jangan pukul dia, John. Dia tidak tahu apa-apa..." Perempuan tersebut mengusap aor matanya, dan berbalik menatap Samuel. "Nyong, duduk e. Mama Aya buat teh manis buat nyong e."
"Danke, Mama Aya..." Ibu Sarah, yang biasa dipanggil Mama Aya meninggalkan Samuel dan John.
Samuel merapikan kerah bajunya yang ditarik John. Samuel menarik napas lega. Dia berterima kasih atas pertolongan Mama Aya, sehingga dia bisa terhindar dari jurus tinju Elias Pical, yang hampir dilontarkan John ke wajahnya. Samuel duduk di sofa. John tetap berdiri di depan pintu kamar, menahan marah, heran dan haru atas keberanian Samuel. Sahabat yang baru datang dari Jakarta yang berani menentang keegoisannya yang selama ini tidak mau mengadakan belajar kelompok di rumahnya. Sebab, Samuel benar-benar peduli padanya dan keluarganya. Perkara sore ini, juga menempatkan John pada dua pilihan. John mau terbuka kepada Samuel, atau membiarkan Samuel minum teh manis dan tinggalkan rumahnya secepatnya.
***