Mohon tunggu...
Johan Wahyudi
Johan Wahyudi Mohon Tunggu... Guru - Guru, Pengajar, Pembelajar, Penulis, Penyunting, dan Penyuka Olahraga

Pernah meraih Juara 1 Nasional Lomba Menulis Buku 2009 Kemdiknas, pernah meraih Juara 2 Nasional Lomba Esai Perpustakaan Nasional 2020, pendiri Taman Bacaan Masyarakat (TBM) Mata Pena, mengelola jurnal ilmiah, dan aktif menulis artikel di berbagai media. Dikenal pula sebagai penyunting naskah dan ghost writer. CP WA: 0858-6714-5612 dan Email: jwah1972@gmail.com..

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Artikel Utama

Gonjang-Ganjing Buku Teks

3 Agustus 2022   07:41 Diperbarui: 3 Agustus 2022   17:05 445
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Gonjang-Ganjing Buku Teks Kurikulum Merdeka

Oleh : Johan Wahyudi

Penulis Buku Teks

Terhitung mulai tahun pelajaran 2022/ 2023, pemerintah mulai menerapkan Kurikulum Merdeka untuk segala jenjang. Ada tiga pilihan yang diberikan kepada sekolah, yaitu mandiri belajar, mandiri berubah, dan mandiri berbagi. 

Sekolah dengan pilihan mandiri belajar berarti sekolah tersebut belum menerapkan Kurikulum Merdeka karena masih menggunakan Kurikulum 2013. 

Sekolah dengan pilihan mandiri belajar berarti sekolah tersebut sudah menerapkan Kurikulum Merdeka pada jenjang terendah dengan bantuan pemerintah. 

Sekolah dengan pilihan mandiri berbagi berarti sekolah tersebut menerapkan Kurikulum Merdeka lewat belajar mandiri melalui pemanfaatan platform Merdeka Mengajar Kemendikbudristek dan upaya lain.

Pada awalnya, penerapan Kurikulum Merdeka berjalan lancar-lancar saja hingga ditemukannya kesalahan fatal pada buku siswa untuk mata pelajaran Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan (PPKN) kelas 7. Pada buku tersebut ditemukan dua kesalahan fatal, yaitu kesalahan konsep Ketuhanan dan Trinitas dalam agama Kristen. 

Persekutuan Gereja-gereja di Indonesia (PGI) pun ikut bersuara. Mereka menyesalkan isi buku tersebut. Menurut Kepala Humas PGI Jeirry Sumampow, buku tulisan Zaim Uchrowi dan Ruslinawati itu memuat kekeliruan yang sangat fatal mengenai ajaran Kristen. Atas kesalahan tersebut, Kepala Badan Standar, Kurikulum, dan Asesmen Pendidikan (BSKAP) Kemendikbudristek, Anindito Aditomo mengatakan bahwa buku yang sudah beredar ditarik kembali.

Kesalahan buku teks ini mengulang kesalahan pada buku teks Kurikulum 2013 silam. Dalam buku Pendidikan Agama Islam dan Budi Pekerti kelas XI cetakan ke-1 tahun 2014, ditemukan masalah pencantuman pemikiran Muhammad Ibnu Abdul Wahab yang terindikasi radikal. 

Buku Pendidikan Agama Islam dan Budi Pekerti kelas X cetakan ke-1 tahun 2014 ditemukan narasi tentang kejadian kekerasan di Myanmar hingga cenderung menggerus nilai toleransi. 

Dalam buku Pendidikan Jasmani, Olahraga, dan Kesehatan kelas XI cetakan ke-1 tahun 2014 ditemukan materi tentang gaya pacaran sehat yang cenderung mengajarkan seks bebas. Atas kesalahan tersebut, Menteri Pendidikan dan Kebudayaan, Anies Baswedan, menarik semua buku tersebut.

Agaknya pemerintah tidak mau belajar dari beragam kejadian sebelumnya. Pemerintah terlalu tergesa-gesa mengedarkan buku teks tanpa melalui alur yang semestinya. Diduga keteledoran ini disebabkan oleh tergesa-gesanya diterapkan Kurikulum Merdeka. Ibarat pirantinya belum siap digunakan, tetapi kebijakan terlanjur diumumkan ke publik. 

Mau tak mau, keputusan itu harus dilengkapi dengan sarana dan prasarana meskipun mustahil bisa dicukupi dengan baik dalam kurun waktu yang amat terbatas. Di sinilah akhirnya sarana dan prasarananya disediakan sekadarnya, khususnya buku teks. Tidak melalui mekanisme yang lazim dalam sebuah proses penyusunan buku teks.

Proses Penyusunan Buku Teks

Buku teks itu ibarat makanan pokok yang akan disantap oleh murid. Materi yang disajikan di dalamnya sangat berpengaruh terhadap pembentukan karakter siswa dan pengetahuannya. Jika buku teks tersebut berisi pengetahuan yang membentuk karakter mulia, tentu karakter dan kecerdasan siswa akan terbentuk sesuai isi bukunya. 

Sebaliknya, karakter siswa akan menjadi buruk jika buku teks yang digunakannya berisi pengajaran yang salah. Pengaruh buruk akan makin memburuk bila guru yang menggunakan buku tersebut malas mencari referensi sebagai pengetahuan pembanding. Maka, kita bisa membayangkan betapa dahsyatnya pengaruh buruk akibat kesalahan buku teks itu di kemudian hari.

Untuk menerbitkan buku teks, diperlukan tiga tahapan, yaitu memilih penulis yang tepat, menentukan editor dan reviewer, serta menilaikan buku. Pertama, memilih penulis yang tepat. 

Buku teks harus disusun oleh penulis yang memiliki linearitas keilmuan dan profesi. Contohnya, buku teks bahasa Indonesia harus disusun oleh guru bahasa Indonesia dengan gelar akademik yang linear. 

Linearitas ini sangat penting karena berhubungan dengan pengetahuan yang dimiliki untuk menyusun buku teks tersebut. Karena itu, jangan sampai buku teks Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan (PPKN) disusun oleh penulis yang tidak berlatar guru dengan gelar sarjana pendidikan dari program studi yang linear.

Kedua, menentukan editor dan reviewer. Editor atau penyunting terdiri atas dua jenis, yaitu editor bahasa dan editor pakar. Editor bahasa adalah orang yang bertugas memperbaiki kesalahan penulisan naskah, seperti kesalahan ejaan, tanda baca, stuktur kalimat dan lain-lain. Editor pakar adalah orang yang bertugas memeriksa kebenaran konsep atau pengetahuan yang disusun oleh penulis. 

Seperti kejadian di atas, agaknya editor pakar tidak difungsikan sehingga naskah tersebut lolos hingga naik cetak. Setelah naskah dicetak, hasilnya mestinya diperiksa oleh reviewer atau penelaah. Diperiksa secara cermat hingga tidak ada kesalahan sekecil apapun. Keputusan penelaah ini merupakan pintu terakhir sebelum dicetak massal.

Ketiga, menilaikan buku. Semua buku teks mestinya dinilaikan ke Pusat Perbukuan agar diperoleh standar yang sama, tidak terkecuali buku yang diterbitkan oleh pemerintah. Pusat Perbukuan pasti memiliki instrumen yang tepat untuk menentukan kelayakan sebuah buku. 

Bila memang buku teks tidak layak terbit meskipun disusun oleh penulis dari tim pemerintah, Pusat Perbukuan harus berani bersikap objektif dengan tidak meluluskan buku tersebut. Ini tidak hanya bertujuan menjaga kredibilitas pemerintah itu sendiri, tetapi juga menjaga karakter murid sebagai pengguna buku teks tersebut. 

Jangan sampai buku teks yang salah "dipaksakan" lulus karena dikirim dari unsur internal pemerintah. Sebagai solusinya, pemerintah bisa menggunakan buku teks yang dikirim oleh penerbit swasta yang telah dinyatakan lulus penilaian oleh Pusat Perbukuan.

Atas dua pengalaman di atas, sekali lagi, pemerintah tidak boleh gegabah untuk menentukan buku teks yang akan digunakan oleh para murid. Jangan sampai jutaan murid itu mendapat pengetahuan yang salah karena bisa berakibat fatal pada keselamatan generasi bangsa ini. Pemerintah harus sangat selektif terhadap semua buku teks yang akan diedarkan karena dampak buku yang amat luar biasa.

Ingat, paku yang menancap di kayu memang pakunya bisa diambil, tetapi pasti meninggalkan bekas. Sedemikian halnya dengan kesalahan penulisan buku teks. Buku teks yang salah memang bisa ditarik kembali, tetapi apakah dampak buruk yang sudah terlanjur terbentuk bisa dihilangkan? Benar-benar pelajaran yang amat berharga bila kita mau merenungkan.

Catatan:

Artikel ini telah dimuat Koran Solopos, 3 Agustus 2022.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun