Mohon tunggu...
Johani Sutardi
Johani Sutardi Mohon Tunggu... Freelancer - Pensiunan Bankir Tinggal di Bandung

Hidup adalah bagaimana bisa memberi manfaat kepada yang lain

Selanjutnya

Tutup

Lyfe Pilihan

Mabuk Laut yang Hebat dalam Perjalanan Kapal Laut merupakan Penderitaan Tiada Terperi

5 April 2021   12:11 Diperbarui: 6 April 2021   21:09 523
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Pak Endang menjelaskan bahwa kapal itu besarnya bukan buatan. Panjangnya 130 meter dan lebar 23 meter dengan tinggi lebih dari 46 meter. Kemewahan di dalamnya layaknya hotel berbintang, dengan berbagai fasilitas seperti toserba, sarana olah raga, tempat hiburan dan tempat ibadah.

"Wah dapat sarapan pagi dong!?"

"Bukan hanya sarapan pagi, makan siang bahkan makan malam pun dapat Pak."

Aku semakin terpesona. Sepulang dari kantor aku menyampaikan kepada istri tentang rencana mudik dengan menumpang kapal laut itu.

"Di tengah laut dua hari dua malam, apak gak mabuk laut?" istriku bertanya sambil menyeringai. Wajahnya tak bisa menyembunyikan rasa takutnya. Ia berasal dari daerah pantura, Indramayu. Cerita tentang ombak, badai dan mabuk laut sudah akrab di telinganya tetapi berlayar di lautan belum pernah dialaminya.

"Gaklah, itu kapal sebesar mesjid, tingginya saja lebih tinggi dari dua pohon kelapa yang disambungkan. Mana bisa diterjang ombak!" aku tidak mau mengalah.
"Tangguh sekali ya Pak."
"Itulah!"

Setelah mendapat persetujuan cuti aku segera minta bantuan Pak Endang untuk mengurus tiket kapal laut dengan segala tetek bengeknya.

Pak Endang asli Garut yang merantau ke Padangsidempuan sejak masih lajang. Ia mendapat istri orang Sibolga. Rumah mertuanya tak jauh dari pelabuhan, sehingga ia sangat paham dengan urusan tiket, jadwal keberangkatan kapal dan segala sesuatu yang berkaitan dengan pelabuhan dan transfortasi laut.

Aku disarankan untuk membeli tiket kelas satu. Selain nyaman karena bisa mendapat kamar sendiri sehingga tidak tergganggu penumpang lain juga akan terhindar dari kehilangan barang karena aksi copet. Aku mengangguk setuju.

Sore, pada hari keberangkatan aku berempat dengan istri dan kedua anakku sudah berada di rumah mertua Pak Endang di Sibolga. Supir yang sudah seperti anggota keluarga sendiri itu mengantar dari Padangsidempuan bersama istrinya. Cuaca cerah sore itu. Kapal akan lepas jangkar pada malam nanti, selepas magrib.

Malam sudah gelap ketika mobil yang mengantar kami tiba di pelabuhan. Tetapi di dermaga suasana sangat semarak, benderang dengan lampu-lampu penerangan. Kota kecil yang biasanya sunyi itu, malam itu tiba-tiba sibuk. Orang-orang hilir mudik dengan bawaan masing-masing, tumpah ruah baik yang akan berangkat naik kapal maupun maupun yang sekedar mengantar. Kapal yang akan membawa kami berlayar  ke Pelabuhan Tanjungpriuk sudah sandar di dermaga. Berdiri dengan megah, KM Lambelu.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun