Mohon tunggu...
Johanes VivaldiKaryaadi
Johanes VivaldiKaryaadi Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

Saya gemar membaca novel, dan sedang berusaha menulis novel pertama saya

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Batu Senandung

4 September 2024   10:08 Diperbarui: 9 September 2024   02:37 63
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

"Sebenarnya harus kuakui, tapi tidak dengan caramu yang tiba-tiba Kuka, kau membuatku panik,"

"Maaf nona, tak terpikirkan cara lain, kulakukan itu semua untuk menghemat waktu perjalanan kita karena kalau tidak, langit akan mulai gelap sebelum kau tiba disini," Kuka mengedikan dagunya ke arah depan, dimana terdapat bukit kecil menjulang dan terlihat garis hutan di sepanjang sisi kiri mereka

Belum sempat Ringga bertanya, Kuka menyela "Mari nona, kita sudah dekat," pungkasnya sambil memacu fonfon yang kini kembali melaju kencang, nuki pun mulai mengikuti laju fonfon

Semakin mereka mendekati bukit, Ringga samar-samar mendengar alunan musik dari balik sana, alunan yang terdengar indah dan menenangkan, makin lama makin jelas terdengar olehnya. Tak perlu menempuh perjalanan terlalu lama, mereka semua kini telah tiba di tempat tujuan berkat kecepatan lari fonfon dan nuki yang melesat bagai kilat. Beberapa puluh meter di depan Ringga kini dapat terlihat jajaran batu raksasa yang terhampar secara acak di tengah sebuah padang rumput yang amat luas. Sangat jelas terdengar alunan musik yang mengalun tenang, membuat suasana terasa sejuk diiringi desir angin yang menyibak rambut cokelat Ringga. Akhirnya, ia bisa menyaksikan sendiri keajaiban yang selama ini hanya ia nikmati dari sebuah tulisan di dalam buku miliknya.

"Sebenarnya tempat ini sangat dekat dengan rumahku nona, hutan sungai hilir di sana adalah tempatku tinggal," ucap Kuka sambil menunjuk ke sisi kiri padang rumput yang nampak deret pepohonan

"Betapa beruntungnya dirimu, bisa bebas menikmati hal indah seperti ini setiap waktu," Mata Ringga berbinar, ia sendiri tak dapat membayangkan betapa bahagianya ia bisa mewujudkan impiannya

Kuka tersenyum tipis "Akan selalu ada yang harus dibayar untuk setiap keindahan dan kebebasan nona, bukankah begitu?" 

Ringga mengangguk "Aku sangat setuju untuk yang satu itu,"

"Lalu apa rencanamu selanjutnya?"

"Belum tahu pasti, tapi aku ingin mengumpulkan semua keajaiban yang bisa kutemukan, dan suatu saat jika ada kesempatan, aku ingin membawanya pulang sebagai sebuah bukti bahwa batasan yang ada dalam hidup hanyalah sesuatu hal yang kita buat sendiri," 

Kuka hanya mengangguk sembari menyimpulkan senyuman lebar, sore hari itu mereka menikmati indahnya matahari terbenam ditemani alunan musik dari batu senandung yang berganti tiap beberapa saat.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun