Mohon tunggu...
Johanes VivaldiKaryaadi
Johanes VivaldiKaryaadi Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

Saya gemar membaca novel, dan sedang berusaha menulis novel pertama saya

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Batu Senandung

4 September 2024   10:08 Diperbarui: 9 September 2024   02:37 63
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

"Aku terpaksa harus menembus hutan ini karena tak menemukan jalan lain, petaku juga mengatakan hal yang sama,"

Pemuda itu menatap Ringga dengan sorot mata menimbang-nimbang "Bolehkah aku melihat petamu itu? Mungkin saja aku bisa membantu,"

Ringga merogoh ke dalam tasnya untuk mengambil peta, kemudian menyerahkannya pada pemuda asing di hadapannya. Pemuda itu mengambil peta milik Ringga lalu memperhatikannya lekat-lekat "Yaampun, nona, petamu ini tidak lengkap," jelas pemuda itu, membuat Ringga ternganga "sebelumnya kalau aku boleh tahu, kau dari mana dan hendak kemana?"

Ringga menjelaskan secara singkat rencana perjalanannya dan dari mana dirinya sebelum berakhir di hutan awan kelam "Jika kau dari hutan atap berongga seharusnya mengambil jalan sedikit ke arah tenggara melewati padang rumput kumbang merah lalu kau bisa meneruskan sedikit ke arah selatan menuju hutan sungai hilir setelah itu tinggal menempuh perjalanan singkat ke arah barat daya dan kau akan tiba di padang rumput batu senandung."

Pemuda yang sekarang Ringga ketahui bernama Kuka itu menawarkan untuk membantunya keluar dari hutan dengan memberinya tumpangan, sekaligus sebagai bentuk permintaan maaf atas kejahilan kedua temannya. Entah apa yang harus ia katakan tentang tawaran Kuka, Ringga merasa enggan karena kedua kucing raksasa itu beberapa saat yang lalu berusaha untuk menerkamnya, dan sekarang ia harus duduk di atas punggung salah satu dari mereka? Namun Kuka tak memberinya waktu barang sebentar saja untuk menghela nafas, pemuda itu sudah menaikkan barang-barang Ringga ke punggung salah satu dari kucing raksasa.

Kuka mengusap-usap leher teman raksasanya lalu menjulurkan tangan ke arah Ringga "Kemarikan tanganmu, usap dia supaya kalian akrab, yang betina ini bernama nuki, yang jantan di sana namanya fonfon," ucap Kuka sembari menunjuk ke arah fonfon yang berdiri agak berjauhan dari mereka

"Kau gila Kuka! Mereka hampir memakanku tadi!" seru Ringga kesal

Kuka tersenyum, yang semakin menambah kekesalan Ringga "Aku jamin mereka tidak akan memakanmu sekarang, kemarilah supaya kita bisa bergegas ke padang rumput batu senandung,"

Karena tak ada pilihan lain yang lebih bagus untuk segera membawanya keluar dari hutan itu, Ringga akhirnya memberanikan diri mendekati nuki dengan sangat hati-hati. Ia menjulurkan tangan lalu mengusap-usap bulu tebal dan sedikit kasar milik kucing raksasa itu dengan waspada. Mendadak Kuka memegang pinggang Ringga dengan kedua tangan lalu mengangkatnya naik ke punggung nuki, membuatnya ketakutan hingga bergeming. Kemudian Kuka segera melompat ke punggung fonfon dan memberi aba-aba pada kedua teman raksasanya untuk segera melaju meninggalkan hutan awan kelam.

Ringga yang masih belum siap tersentak ke belakang saat nuki melompat ke depan kemudian langsung melaju dengan sangat kencang. Untung saja ia spontan mencondongkan tubuhnya ke depan  dan langsung memeluk erat leher nuki yang sekarang sedang melaju melewati belantara hutan tanpa merasa kesulitan. Ringga hanya bisa terdiam sembari memejamkan matanya, ia merasakan tubuhnya berguncang-guncang di sepanjang perjalanan. Selang kira-kira dua jam perjalanan, tiba-tiba wajah Ringga merasakan hangat, matanya yang memejam melihat sesuatu yang terang seakan ada sorot cahaya yang menembus kelopak matanya. Cukup mengejutkan bagi Ringga ketika ia membuka mata dan mendapati kalau mereka berempat sudah keluar dari hutan awan kelam, kini mereka melaju di sebuah padang rumput kosong yang sangat luas. Kuka dan fonfon terlihat berada di depan Ringga dan nuki berjarak beberapa meter, mungkin pengalaman menunggang kucing raksasa ini akan menyenangkan jika saja mereka tak mencoba untuk memakan Ringga sebelumnya.

Kuka dan fonfon memperlambat laju mereka diikuti oleh nuki tanpa harus memberi aba-aba "Bagaimana nona? Menyenangkan bukan?" celetuk Kuka ketika posisi mereka akhirnya bersebelahan

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun