Mohon tunggu...
Johan Japardi
Johan Japardi Mohon Tunggu... Penerjemah - Penerjemah, epikur, saintis, pemerhati bahasa, poliglot, pengelana, dsb.

Lulus S1 Farmasi FMIPA USU 1994, Apoteker USU 1995, sudah menerbitkan 3 buku terjemahan (semuanya via Gramedia): Power of Positive Doing, Road to a Happier Marriage, dan Mitos dan Legenda China.

Selanjutnya

Tutup

Diary Pilihan

Membuka Jalan Anak Mengasah Minat Baca

24 Mei 2021   04:41 Diperbarui: 24 Mei 2021   06:48 203
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber: iprice.co.id

Manusia adalah makhluk kebiasaan, namun kebiasaan itu bisa diubah.

Dengan berjalannya waktu, Putri telah memiliki kegemaran membaca buku-buku apa saja yang ada di perpustakaannya, dan saya juga jadi lebih selektif dalam membelikan buku buat dia, yang sekarang disesuaikan dengan minatnya. 

Jika kegemarannya akan buku-buku karya penulis A misalnya, menurun, itu bukan masalah, karena mungkin dia telah menemukan penulis lain yang lebih digemarinya. 

Saya juga begitu kok. Ini bisa dilihat dari, berkat informasi daring dan diskusi dengan teman-temanya yang mengikuti trend, Putri mulai membaca karya Risa Saraswati berupa resensi, lalu minta dibelikan Marianne, dan sekarang Putri sudah memiliki 16 judul, 15 yang terakhir saya borong dari Gramedia Cileungsi (4).

Biarlah dia membaca satu per satu buku ini dan menemukan buku mana yang paling menarik baginya.

Jika seseorang menemukan sebuah buku yang sangat menarik baginya, matanya tidak akan terlepas dari buku itu. Dia akan terus membaca sampai halaman terakhir. Hati-hati: Jangan sampai lupa makan atau mengganggu jam istirahat, apalagi kegiatan lain yang lebih penting, misalnya membaca buku pembelajaran dari sekolah.

Saya katakan bahwa sampai sekarang saya sendiri masih menyukai buku cetak dan sudah menyampaikan sebagian alasan saya (5). Alasan lain adalah tiap buku cetak punya ciri khas tersendiri, warnanya, layout dan desain grafisnya, ukurannya, tebalnya, dll. Pembedaan semua ciri ini juga tidak bisa kita lihat dari ebook.

Minat baca memang penting, namun juga ketersediaan buku-buku yang dimiliki sendiri, yang dimungkinkan dengan adanya buku-buku baru, buku-buku berdiskon atau bahkan obral, buku-buku bekas, dan ebook. 

Saya prihatin sekaligus salut pada minat baca anak-anak yang bahkan membaca buku atau komik (yang segelnya sudah dibuka) di toko tanpa membelinya, sampai-sampai mereka dicap sebagai "anak geng buku" dan dikatakan sebagai hal yang tidak patut ditiru.

Ke mana lagi anak-anak ini harus membaca? Bagi mereka buku itu mahal dan kalau pun mereka mampu membeli sebuah buku, belum tentu bukunya berbobot, buku terbaru tersedia ya di toko buku, bukan perpustakaan umum atau laman e-book gratis, dan kita belum seperti India yang walau minat bacanya juga semakin menurun, tapi menyediakan buku-buku baru dengan harga yang lebih terjangkau, dengan pemilihan bahan baku yang lebih murah misalnya.

Dibutuhkan pemikiran bersama dari para pemerhati untuk meningkatkan minat baca generasi muda. Saya lihat masalahnya bukan pada ketersediaan bahan bacaan. Justru bahan bacaan sangat berlimpah, tapi fokus anak-anak lebih ke hal-hal trivial, yang singkat-singkat tapi menguras waktunya tanpa memberikan dampak "peningkatan pikiran." Anda tahu apa yang saya maksudkan.

Referensi:
1. Parenting a la Johan Japardi.
Dalam kapasitas anak sebagai pribadi yang independen, arahkan dia untuk mandiri mengambil INISIATIF, dan dalam kapasitas yang dependen baru kita berikan INSTRUKSI.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Diary Selengkapnya
Lihat Diary Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun