Mohon tunggu...
Johan Japardi
Johan Japardi Mohon Tunggu... Penerjemah - Penerjemah, epikur, saintis, pemerhati bahasa, poliglot, pengelana, dsb.

Lulus S1 Farmasi FMIPA USU 1994, Apoteker USU 1995, sudah menerbitkan 3 buku terjemahan (semuanya via Gramedia): Power of Positive Doing, Road to a Happier Marriage, dan Mitos dan Legenda China.

Selanjutnya

Tutup

Lyfe

Bos Toksik

21 Mei 2021   22:22 Diperbarui: 4 Juli 2021   17:32 214
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
https://www.theghanareport.com/wp-content/uploads/2020/10/WORK.jpg

Bulan Mei 2021 ini saya sangat bergairah menulis, kata orang Sumatera Utara: Kena uratnya. Dari topik-topik yang diluncurkan Kompasiana pada bulan ini, top two bagi saya adalah:

1. Buku Kesayanganku Saat Masih Anak-anak.
2. Lingkungan Kerja Toksik.

Dan dari Lingkungan Kerja Toksik, isu besar yang disarankan Kompasiana untuk dibahas adalah rekan kerja yang gemar bergosip, teman semeja yang selalu merasa dizalimi oleh bos setiap kali diberi penugasan, atasan yang suka melempar tanggung jawab, dan klien yang suka membawa masalah keluarga ke kantor?

Saya akan membagi tulisan saya setidaknya ke dalam 4 artikel, dimulai dengan bos toksik, antidot bos toksik, karyawan toksik, lalu antidot karyawan toksik.

Saya mulai dengan nukilan dari artikel saya Moralitas? Bisa Ditawar-tawar atau Tidak?, yakni wejangan pribadi dari alm. Ivan Burnell:
Johan, jika sesekali, di dalam lingkungan hidupmu, kamu menghadapi sebuah situasi di mana kamu harus melakukan sesuatu yang 'illegal,' saya bisa memakluminya, walaupun tidak saya anjurkan. Tetapi jika kamu mulai melakukan sesuatu yang immoral, saya sangat menentang itu, dan kamu menjadi musuh saya.

Kata toksik sebenarnya dipinjam dari ilmu toksikologi, yang bisa memperluas pembicaraan tentang lingkungan kerja toksik bukan hanya secara kualitatif, tetapi juga kuantitatif (tingkat toksisitasnya).

Diperlengkapi dengan pengaplikasian konsep bibit, bobot, dan bebet, cukuplah untuk memberikan penjelasan tentang bos toksik dan yang lainnya. Agar tidak mengulang-ngulangi, saya berikan definisi operasional untuk tujuan ini: bibit = keturunan, bobot = tingkat pendidikan, dan bebet = kualitas pergaulan, dan selanjutnya saya berikan uraian berdasarkan 3 kata ini alih-alih definisinya.

Di dunia ini tidak mungkin ada seorang bos yang ideal, sehingga dia memerlukan karyawan dari berbagai level untuk membantu mengembangkan bisnisnya dengan menggunakan bidang kompetensi mereka masing-masing.

Dalam artikel Benar dan Baik: Sebuah Renungan Pribadi, saya menjelaskan apa itu benar-salah dan baik-buruk atau jahat, dan dalam artikel:
Biarkanlah Kata "Salah" Hanya di dalam Kamus: Mengapa Ayam Menyeberangi Jalan? Versi 1.1, bahwa pendapat semua orang benar asal logis, dan kebenaran itu berlaku untuk masing-masing orang yang mengeluarkan pendapatnya. Kalau orang yang pendapatnya tidak logis (2 + 2 = 5) dan masih membuat-buat alasan bahwa pendapatnya benar, abaikan saja dia.

Saya berikan dulu beberapa contoh bos toksik, dalam hal ini sebuah perusahaan importir. Anda adalah orang bermental baja sekiranya tidak mendapat pengaruh negatif dari cerita ini:

Bos perusahaan itu adalah seorang psikopat, mantan anak broken home, mantan penarkoba, bobotnya sangat rendah. Hanya karena dia menjabat sebagai bos lantaran mewarisi perusahaan dari almarhum ayahnya, sifat ugal-ugalan tetap melekat pada dirinya: pokoknya aku bos, pokoknya kubilang begitu, itulah keputusanku, dll.

Jangankan dengan karyawan, dengan anaknya yang sering datang ke kantor saja dia suka seenaknya berkata: "percuma kau sekolah tinggi" dan pernah dijawab satu kali oleh si anak: "kalau aku yang sekolah tinggi papa katakan percuma, papa yang nggak sekolah tinggi lebih percuma lagi." Kena dia.

Berbahasa Inggris
Suatu hari, si bos kedatangan seorang tamu dari luar kota. Untuk memberikan kesan di dekat manajer impornya yang ikut mendampingi si tamu bahwa dia bos, dia juga bisa berbahasa Inggris, tak peduli sedikit pun akan bahasa Inggrisnya yang nggak karu-karuan, karena dia tidak malu kepada si tamu (yang benar yang dalam kurung):

Menanggapi sedikit omongan tamu itu, "Itulah, makanya ada satu orang staf saya yang sudah saya keep (kick) karena proforma (performa)nya jelek."
Beberapa menit kemudian: "Kalau saya hal-hal seperti itu tidak mau terlalu saya expo (expose).

Dengan otak sintingnya, bos ini mengkursuskan isterinya di kursus bahasa Inggris yang mahal, dengan rencana akan menjadikan isterinya manajer impor. Omongan pintar di kalangan karyawan:
A: "Ada yang mau kutanya sama kalian. Kalau seseorang yang sehat, posisinya sedang jongkok, kita suruh berdiri, bisa nggak?"
Teman-teman: "Ya bisa dong."
A: "Nah, kalau IQ?"

Contoh lain bos sok pintar:
Pemilik sebuah pabrik suku cadang mesin berkata kepada temannya: "Hari ini supirku tidak masuk, jadi kusuruhlah manajer produksiku untuk menyupiri aku. Hemat Rp. 50.000 aku." Gaji manajer produksi itu per harinya Rp. 150.000. Jadi, si bos ini sebenarnya hemat Rp. 50.000 atau rugi Rp. 100.000.

Di luaran sana banyak bertebaran orang-orang semacam ini, berhati-hatilah. Di sini saya hanya bisa memberikan sebuah masukan, "Sebelum orang lain, siapa pun itu, yang menilai harga kita, kita sendiri yang harus melakukan penilaiannya itu. Dalam bekerja, yang paling penting adalah kompetensi dan kejujuran, hal-hal lain bisa dianggap tetek-bengek."

Prinsip sebagai Manusia Pebisnis
Suatu hari, bos ini pernah bercerita kepada tamunya yang juga seorang importir. "Kehebatan seorang manusia bisa dilihat dari apa yang dia pikirkan untuk besok, menjelang tidurnya. Ada 4 level, dari yang terendah sampai yang tertinggi. Saya sudah di level 4.
Level 1: Apakah aku bisa makan besok?
Level 2: Apakah aku bisa makan 3 kali besok?
Level 3: Besok aku mau makan di mana?
Level 4: Besok siapa lagi yang kumakan?

Perlakuan terhadap Karyawan
Tempelan Pengumuman:
Barang siapa yang telat masuk kantor 1 menit saja, uang makannya di potong 30%.

Beberapa bulan kemudian, tempelan ini berisi poin kedua:
Jam makan 12.00-13.00, bagi yang telat kembali ke kantor 1 menit, uang makannya juga dipotong 30%.

Dengan kegilaan yang semakin tak terkendali, si P (office boy) yang boleh dikatakan 24 jam menjaga kantor karena dia nginap di sana, yang secara logika waras tidak perlu mengisi absen, diwajibkan juga mengisi absen itu, dan jika dia lupa, dia kena penalti yang sama.

Setengah tahun kemudian, mesin absensi manual di kantor itu hilang. Si bos menggantinya dengan mesin absensi sidik jari yang dia gantung di tembok tangga.

Saya melihat masih ada praktik tak etis menahan ijazah karyawan tertentu (yang paling gampang dizalimi) dan mengembalikannya kalau karyawan tersebut berhenti bekerja secara "baik-baik." Di perusahaan impor ini, beberapa staf tertentu diwajibkan menyerahkan fotokopi ijazah. Belakangan fotokopi ijazah ini tetap dipakai untuk melengkapi dokumen proyek, padahal staf itu sudah tak bekerja di sana.

Saya sendiri, seumur hidup selama bekerja tidak pernah menyerahkan fotokopi ijazah ke perusahaan mana pun tempat saya pernah bekerja. Bagi saya, lulus wawancara lamaran kerja punya kompentensi dan jujur, sudah cukup.

Favoritisme
Di perusahaan ini, si bos merasa orang yang paling penting adalah yang bekerja di bagian yang langsung mendatangkan profit bagi dia. Favoritisme inilah salah sebuah penyebab lingkungan kerja yang toksik. Belum lagi bentuk lain seperti familiisme, nepotisme, koncoisme dan sejenisnya yang diletakkan di atas kompetensi.

Alokasi Bonus Tahunan
Dari tahun ke tahun, bonus tahunan karyawan tertentu tidak meningkat sesignifikan kenaikan omzet, mengapa? Bonus mereka dipotong terlebih dulu untuk biaya-biaya yang semestinya masuk dalam biaya overhead, seperti renovasi kantor dll.

Jika seorang bos adalah pemimpin yang benar dan baik, dia akan menjaga keseimbangan dalam semua kegiatan, memberikan penghargaan sesuai dengan kontribusi masing-masing karyawan, dan mendelegasikan wewenang ke masing-masing bagian, yang sebenarnya sangat meringankan beban dia, karena kalau dia memang mampu mengerjakan sendiri semuanya, tak perlu dia mempekerjakan karyawan.

Pembenahan keadaan toksik ini hanya bisa dilakukan jika bos sendiri tidak toksik, memiliki cukup kearifan, pengetahuan, pengalaman, dan moralitas untuk mengkoordinasikan semua karyawannya dalam mengerjakan tugas masing-masing, seperti seorang dirigen.

Jonggol, 21 Mei 2021

Johan Japardi

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun