Mohon tunggu...
Jooe Rheynald
Jooe Rheynald Mohon Tunggu... pelajar/mahasiswa -

Kehidupan hanyalah jeda singkat antara kelahiran dan kematian

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Potongan Kisah yang Dibawa Hujan

17 September 2014   13:20 Diperbarui: 18 Juni 2015   00:27 160
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Cinta itu ibarat cahaya Matahari yang polikromatik, ia akan menjadi pelangi yang indah apabila dibiaskan butir-butir air (orang yang tepat) sehabis hujan di siang hari (waktu yang tepat).

MalamMinggu 8 Februari 2014


Wahai langit malam, mana hujan deras yang kau janjikan kemarin ?

Rembulan pun tersenyum menang.

Hari Ke 414 (4 Februari2014)


Jika kau juga berada ditempat ku pagi ini, kau mungkin akan bertanya seperti ku; “Kemana perginya semua orang pagi ini ?” Jalanan depan rumah ku yang biasanya ramai tampak lengang. Ini tak biasa. Tak ada orang-orang yang lalu lalang di sana, tak ada pekerja kantoran, anak sekolah maupun ibu-ibu rumah tangga yang hendak ke pasar yang melintas di sana. Yang tampak hanyalah ribuan atau mungkin jutaan tetes air hujan yang jatuh, berlomba saling mendahului satu sama lain menuju bumi kemudian berkumpul bersama dan mengalir membentuk pola yang ku yakin tak seorang pun akan mengerti. Satu hal yang ku tahu, jika tak meresap ketanah, kumpulan air itu akan mengalirke laut atau menunggu matahari merubahnya menjadi uap yang kemudian menjadi awan dan pada akhirnya kembali menjadi hujan akibat proses kondensasi.

Bicara tentang sepinya jalanan pagi ini membuat ku teringat dan mencari matahari, sudah seminggu lebih ini ia sering tak tampak pada pagi hari. Jam delapan lewat pagi ini ia masih belum tampak. Mungkin inilah sebabnya jalanan depan rumah ku akhir-akhir ini selalu lengang. Mungkin orang mengira hari masih pagi lantaran tak ada cahaya mentari yang biasa membangunkan mereka lewat celah-celah jendela kamar mereka. Atau mungkin saja hawa dingin terlampau erat memeluk raga mereka sehingga rasa kantuk dan malas jadi begitu digdaya.

Jalanan masih lengang.

Aku tak peduli.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun