***
Kisah kita memang hanya terjalin sebentar Aliya. Namun hatiku menyimpanmu begitu erat dan teramat rapat. Meski kisah kita hanya sesaat, bersamamu, kesan yang terukir di hatiku sungguh begitu mampat, begitu sakral, dan begitu teramat sukar dilupakan. Ya.. Aliya, walau selama mengenalmu dan membersamaimu hanya beberapa kali ku genggam tanganmu, dan sesekali ku cari-cari dan ku curi-curi momentum untuk bisa mencium pipimu, tapi rasanya separuh jiwaku bagai terlepas setelah kita berpisah.
Barangkali kau pun tak pernah mengira, bertahun-tahun setelah kita tak lagi menghabiskan waktu bersama aku selalu melakukan perbuatan tolol ini: aku serupa ahasveros yang dikutuk sumpah serapahi eros, mengembara mengais-ngais reruntuhan mozaik-mozaik kenangan[4], menyusuri jalan-jalan dan tempat-tempat yang pernah kita lalui, hanya untuk mencari remah-remah jejak langkahmu, dan menikmati segala kenangan yang pernah membersamai kita.
Aliya, ketahuilah bahwasanya aku masih terus mengharap bisa kembali mengulang segala hal bersamamu. Aku ingin kembali bisa mendengarmu bercerita tentang keseharianmu, tentang film-film yang kau tonton, tentang novel-novel yang kau baca, atau tentang apa saja.
Sungguh, aku suka caramu bercerita. Aku suka caramu dalam memandang dan menafsirkan sesuatu. Aku suka caramu dalam memberikan sikap dan penilaian atas segala sesuatu. Singkatnya, aku suka segalanya tentang kau.
Aliya, aku pun masih ingat, di tempat ini pula kau pernah berkata bahwa matahari tak pernah ingkar janji. Katamu, meski malam telah datang bersama dengan kemuramannya, matahari senantiasa akan hadir untuk memberikan pengharapan bahwa kepada esok jua kita akan mengenal pagi: hari baru yang begitu hangat dan cerah penuh suka cita.
“Seperti perayaan Paskah, dalam iman Kristiani yang ku yakini, Paskah adalah puncak dari seluruh perjuangan Yesus Kristus. Dia yang menderita, sengsara, wafat, dan dimakamkan, namun pada hari ketiga bangkit dari alam maut, untuk kemudian menghadirkan kerajaan damai-sejahtera bagi umat manusia. Dalam bahasa teologis, itulah yang disebut penebusan Kristus”, ucapmu. “Kita pun selayaknya bisa meneladaninya Jon, kita mesti senantiasa memelihara pengharapan bahwa segala kesuraman dan kemuraman yang menimpa kita, pasti akan datang esok yang pasti lebih baik, ada matahari pagi yang terbit menyingkirkan segala kegelapan”, lanjutmu begitu optimis.
Aliya, aku suka cara berpikirmu yang senantiasa optimis. Aku senantiasa menungguimu matahari pagiku.
“..Where’d you go? .. I miss you so.. seems like it’s been forever.. that you’ve been gone..”[5]
***
Seringkali perjalanan kehidupan mengajarkan pada kita bahwa di banyak kesempatan yang pernah kita lalui, dan yang akan kita lalui, kita tak jarang dihadapkan pada pilihan yang kita sungguh tak bisa berbuat apa-apa lagi. Kita hanya diberikan pilihan untuk menjalaninya dengan penuh keterpaksaan, yang tentu saja begitu memberatkan.