Melatih sebuah kecerdasan buatan sama seperti melatih seorang bayi. Untuk mengenalkan nama-nama binatang, orangtua biasanya menunjukkan bagaimana bentuk binatang tersebut dan menyebutkan namanya berulang-ulang.
Alhasil setelah beberapa kali latihan, saat kita menunjukkan gambar jerapah maka bayi akan mengenali bahwa itu jerapah.
Pada teknologi pengenalan wajah, hal yang sama juga kita lakukan agar mesin mengenali wajah yang ditangkap. Dibutuhkan data wajah lain yang jumlahnya sangat banyak dari orang-orang di seluruh dunia untuk melatih mesin.
Di sinilah berbagai masalah mulai muncul.
Privacy
Untuk membuat face recognition semakin handal dan akurat, perusahaan memerlukan data wajah yang sangat besar. Selain itu, data-data juga bisa dikumpulkan secara real time melalui kamera CCTV misalnya.Â
Saya ingin kamu membayangkan sedang berjalan di mall lalu tiba-tiba orang asing mengambil foto wajahmu. Orang normal biasanya marah ketika difoto orang asing, alasannya karena kita bahkan tidak tahu untuk apa foto tersebut diambil dan akan dikirimkan kemana dengan tujuan apa.
Sayangnya, reaksi kita kebanyakan tidak begitu jika yang melakukan adalah perusahaan yang produknya biasa kita pakai sehari-hari.
Pernahkah kamu ditanya terlebih dahulu oleh perusahaan tentang kesediaan diri memberikan data wajah sebelum mereka mengambil dan membaginya ke sistem? masalahnya adalah entah anda mengatakan ya atau tidak, mereka akan tetap mengumpulkannya.
Ini salah satu jebakan privacy, dimana kita tidak pernah menyetujui data wajah kamu disimpan dan dimanfaatkan tetapi tetap saja dikumpulkan.Â
Security
Data yang dalam jumlah besar dan dikumpulkan di sebuah tempat tentu menjadi incaran para peretas (hacker). Kebanyakan perusahaan menaruh data di cloud, dan sejauh ini kita tahu data yang disimpan di cloud tidak 100% aman.
Beberapa waktu lalu kita dikejutkan dengan kebocoran data yang dialami Tokopedia. Itu bukan berarti Tokopedia tidak menyimpan data penggunanya dengan aman, kadang maling akan selalu selangkah di depan yang punya rumah.