Mohon tunggu...
JENY KHAENI
JENY KHAENI Mohon Tunggu... karyawan swasta -

JENY KHAENI is a passionate reader who loves to write, creativity addicted, and an enthusiastic amateur photographer. She is working in shipping company. Follow her on twitter@JKHAENI

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana

Setan Expo

3 September 2015   10:40 Diperbarui: 3 September 2015   10:50 108
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Speedship, hanggar pesawat.

“Yakin mau ikutan ?”tanya Elang memastikan

“100% yakin.”jawab Merpati mengepakkan kedua sayap memberi kode jangan-tanya-kenapa.

“Kalau begitu tanda tangani dokumen ini.”

 Elang menyodorkan I-pet, sebuah PC tablet buatan Papa Ape yang dirilis Mall Hewan sebulan lalu. Elang itu gadget mania. Dia memiliki hampir semua perlengkapan teknologi terbaru.

“Lepas dot com ?”

Itu adalah situs penghibahan harta dan aset  untuk para hewan terlantar yang hidup prasejahtera. Dirancang khusus untuk bangsa hewan yang segera tutup usia.  

“Misi kali ini berbahaya. Kita bisa saja terbunuh dan..

“Tidak pernah kembali ?”tebak Merpati jitu

Elang mengangguk pelan. Misi perjalanan menemui Tuhan ini terinspirasi oleh kaos suvernir bertuliskan Tuhan, Agamamu apa yang dipakai salah satu pengunjung pasar agama minggu lalu.

Tulisan bercetak tebal tersebut mengusik ketenangan hati Elang. Dia heran kenapa bangsa manusia selalu membicarakan tentang Tuhan, tapi Tuhan Si(Apa) yang dibicarakan.

Bila semua agama memiliki Tuhan yang sama, kenapa manusia malah berperang membunuh sesama untuk merebut hati Tuhan ? Apakah Tuhan yang disebut dengan nama sama oleh kedua agama itu adalah dua Tuhan yang berbeda ? Tuhan Si(Apa) pula yang disenangkan ketika perang atas nama-Nya dikobarkan ? Elang ingin tahu jawabannya. Jadi, dia memutuskan bertanya langsung pada Tuhan. Meski kematian adalah resikonya. Bukankah di koran duka cita bangsa manusia selalu tertera “Telah damai disisi-Nya.”

Dia heran kenapa manusia tidak berlomba-lomba kesana bila memang ada kedamaian disisi-Nya.  

Sementara itu, Merpati terlihat optimis. Dia menempelkan jempol kakinya di layar sentuh I-pet. Aplikasi langsung terkirim.

“Kalau begitu, no time to waste.”

Elang segera melompat ke dalam Light X-1 Challenger, pesawat canggih invisible berkecepatan cahaya, anti gravitasi dan tanpa bahan bakar. Pesawat generasi pertama ini diciptakan oleh Profesor Penyu, lulusan terbaik dari The Universe of Science. Sebuah universitas bergengsi antar galaksi.

“Fasten your seat belt, dude. Kita berangkat sekarang.”

“Roger.”

Tidak sampai sedetik, pesawat mereka telah melesat keluar dari bumi dan memasuki lubang cacing.

Lubang cacing adalah sebuah jalan pintas melewati ruang dan waktu yang menghubungkan dua universe yang berbeda. Sehingga menghemat waktu perjalanan. Jika digambarkan melalui bidang datar seperti kertas yang dilipat, lubang cacing akan membengkokkan bidang tersebut sehingga menyerupai corong dan membuat kedua ujung akan saling bertemu.

Ketidakstabilan lubang cacing membuat Light X-1 Challenger mengalami guncangan hebat. Mesin tiba-tiba mati dan seluruh peralatan navigasi tidak berfungsi. Lampu alert system berbunyi memberi kode pesawat segera meledak.

“Now !”

Elang dan Merpati serentak menarik tuas pelontar ‘Save-Our-Soul’. Seketika tubuh mereka terlempar keluar. Light X-1 Challenger meledak di angkasa.

Booom !

Merpati membuka mata perlahan. Efek terjun bebas masih berasa.

“Apakah kita sudah mati, Elang ?”tanya Merpati  

“Tidak-tidak. Kita selamat.”

Elang memeriksa sekujur tubuhnya. Tak ada luka serius meski pandangan sedikit kabur oleh hentakan keras.

“Kamu yakin ?”ucap Merpati ragu

Dia menunjuk ke arah cahaya keemasan di depan. Mata Elang mengikuti gerakan sayap merpati seolah bertanya tulisan apa itu.

SELAMAT DATANG DI SETAN EXPO.

Keduanya saling memandang. Belum tuntas tanya itu, tiba-tiba sebuah gaya elektromagnetis menarik tubuh mereka. Elang dan Merpati tidak berkutit kecuali pasrah terdorong ke dalam.

Mereka memasuki arena expo, sebuah ruang terbuka dan lapang terhampar luas. Musik terdengar membius.Ada ribuan paviliun di sana. Masing-masing paviliun di desain unik.

Merpati dan Elang berdiri mematung. Ternyata mereka tidak sendirian. Paviliun itu dibanjiri jutaan pengunjung. Dan mereka adalah…

“Hai, kunjungan pertama ya. Perlu bantuan pemandu ?”sapa hantu wanita bergaun masa Victoria denganmotif flora di bagian bawah gaun yang khas ukiran abad ke-19. Lengan gaun dia dibuat menggembung, berkerah tinggi, serta kerut di bagian dada.

Elang menolak halus. Instingnya memperingati jangan pernah bicara dengan orang asing. Tepatnya pada hantu. Begitu pesan mama.

Hantu wanita itu cuek saja lalu ngeloyor pergi. Mencari arwah pengunjung lainnya.

Elang dan Merpati kemudian memilih berbaur dengan pengunjung yang berjalan dari satu paviliun ke paviliun lain. Mereka melewati paviliun penangkal setan yang memamerkan benda-benda yang dipakai manusia untuk mengusir setan. Ada bawang putih, salib, kitab suci, tasbih, rosario, peluru perak, garam kasar, belati dan kertas hu.

Disebelahnya ada paviliun ilmu sihir dan ilmu pelet. Tampak seorang profesor berpakaian putih lab dengan rambut keputihan agak botak sedang mendemokan teori hukum kolom untuk menetralisir pengaruh  gaib. Puluhan hantu-hantu percobaan melayang di atas langit-langit paviliun mengirim energi pengganggu pada manusia melewati batas-batas dimensi tak kasat mata. Menurut profesor, para hantu berenergi negatif sehingga cara mudah menetralisir pengaruh gaib adalah dengan berbaring di tanah. Karena bumi memiliki energi negatif yang tak terhingga besarnya. Maka kedua gaya tersebut akan tolak menolak.

Malas mendengar kuliah profesor ain’t science, Elang dan Merpati menyeberang ke paviliun lain. Mereka lalu berhenti di paviliun (I), bangunan seluas 2.200 meter persegi dengan empat lantai. Pengunjung disuguhi pertunjukkan tarian dan musik elektrik, selain itu adu kekuatan antar setan yang menjadi daya tarik tersendiri. Gendruwo memamerkan kemampuan merubah wujud menjadi tinggi besar menjulang, besar dan penuh bulu. Tidak ketinggalan kuntilanak, leak, begu ganjang, ikut menebar pesona. Kecuali sundel bolong, wewe gombel, siluman, rangda dan jin. Mereka terlihat duduk bosan menunggu antrian beraksi.

Tiba-tiba paviliun itu dihebohkan teriakan salah satu pengunjung.

“Pencopet…!”

Monster bersurai singa dengan mata di belakang kepala itu kehilangan dompet, ternyata tuyul mengambil kesempatan dalam kesesakan jumlah pengunjung yang membludak. Sayangnya, tidak ada yang menolong dia. Mereka berpikir mungkin itu bagian dari atraksi. Bukankah itu keahlian tuyul ?

Elang dan Merpati meneruskan perjalanan. Mereka telah berjalan sangat jauh. Berkeliling mencari jalan keluar, tapi belum juga menemukan ujung ruang. Mereka bahkan tidak tahu sedang berada dimana

“Astaga ! Lihat itu, Elang. Bukankah dia…?

Suara Merpati tercekat saking terperanjat. Mata dia tidak berkedip menatap ke paviliun (E). Seorang pemuda berwajah pasi dengan rambut ikal sedang berfoto ria dengan para penggemar setan wanita.  

“Atwhat Kalen.” Guman Elang pelan. Ternyata euphoria vampire ikut melanda setan expo. Bahkan drakula dan werewolf pun terlihat sibuk melayani pertanyaan para wartawan.

Bak disihir, Merpati langsung terbang menerobos kerumunan. Dia mendarat tepat di depan Atwat Kalen. Kakinya gemetaran. Sekujur tubuh terasa lemas. Dia belum pernah sedekat itu dengan idola impian. Mumpung ketemu disini. Kesempatan emas tidak boleh disia-siakan.

“Can I get your autograph, please ?”tanya merpati gugup

 Sebelum vampire itu sempat menjawab, merpati ditarik paksa dari belakang.

“Fokus, Merpati ! Kita tidak butuh tanda tangan. Kita harus mencari jalan keluar dan segera menemukan Tuhan, atau setan-setan itu akan menghabisi kita,”hardik Elang kesal.

Merpati merasa tidak senang. Dia tahu Elang tidak pernah menyukai Atwat Kalen. Tapi bukan begini cara memperlakukan seorang teman.

“Hey, kamu terlihat kesal. Ayo main ke paviliunku,’’ajak  hantu berambut panjang terurai memakai kimono putih sedikit memaksa.

Dia adalah Onryou, hantu pendendam. Dia menyukai perselisihan. Karena itu dia hanya mendekati hati yang dipenuhi kemarahan. Semakin marah hati seorang, semakin kuat dia menggari.

“Kawanmu juga boleh ikut.”Onryou menatap nakal lalu mengibaskan ujung rambutnya.

Yack ! Baunya sungguh ingin membuat mual. Dia pasti tidak pernah mencuci rambut, tebak Elang kesal.

Ternyata paviliun (J) sangat ramai pengunjung. Musik No Age mengalun pelan menghipnosis pengunjung yang sedang menikmati peragaan busana di udara. Ada 4 model berlenggak-lenggok di jembatan gantung transparan, antara lain Rokurokubi, monster wanita dengan leher yang panjang dan fleksibel. Hitotsume-Kozou, goblin bermata satu ditengah kepala, Yuki Onna – hantu wanita salju. Funa Yuurei, hantu lautan. Dibawah jembatan, Zashiki Warashi, hantu berwujud anak kecil memamerkan atraksi yamakasi, mirip parkour. Dia melompat kesana kemari lalu bergelantungan sambil menjilati gulali.

“Jadi ini bento untuk makan malamku, Onryou ?”tanya pemilik suara serak dibalik masker mencegat mereka. Matanya menyala merah.

Onryou mengangguk hopeless. Aduh, sial ! Bakal puasa malam ini. Dia terpaksa menyerahkan korban karena tidak ingin berurusan dengan hantu Kuchisake-onna.

“Apakah saya cantik ?”begitulah ia selalu bertanya bila bertemu korban.

Merpati berdiri kaku. Lari adalah pesan terkuat yang di kirim ke otaknya.

Dia bersiap-siap ambil langkah seribu, tapi Elang segera mencegahnya. Lari hanya akan memperparah keadaan.

“Iya, kamu cantik.”jawab Elang

Elang tahu bila korban menjawab “iya”, Kuchisake-onna akan membuka maskernya.

“Bahkan seperti ini ?” tanya Kuchisake-Onna memperlihatkan mulutnya yang robek hingga ke telinga untuk membuat takut si korban. Saat korban merasa terkejut dan takut, ia akan membunuhnya dengan gunting. Merobek-robek mulut korban hingga serupa dengannya.

“Iya, kamu tetap terlihat cantik meski tanpa masker.”

Kuchisake-onna tersenyum gembira. Begitulah cara dia membebaskan korbannya.

Takut dikuntit, Elang dan merpati bergegas keluar dari paviliun. Di pintu keluar, mereka berpapasan dengan Aburasumashi. Hantu ini memakai sandal jerami dan baju terbuat dari rumput kering, memegang tongkat. Dia dikenal sebagai hantu yang cerdas dan bijak. Mungkin dia bisa membantu, begitu pikir Elang.

“Aburasumashi, Apakah kamu tahu bagaimana cara keluar dari sini ?”

“Jika saya tahu, menurutmu aku masih ada disini ? Kadang rasa penasaran bisa membuatmu terbunuh dan keterbatasan pengetahuan akan menyesatkanmu. Karena apa yang membuatmu kesini belum tentu dapat membawamu kembali. Maka, berhati-hatilah dengan keinginan hatimu. Tuhan tidak beragama, kawan !”

Elang dan Merpati terbengong.

“Now what ?”

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun