Menulis di Kompasiana dalam konteks ini dimaksudkan siapa saja yang sudah secara sah menjadi kompasianer, memiliki akun sehingga berkesempatan sama menayangkan artikel atau tulisan-tulisannya.
Ada dua bentuk karya atau produk tulisan di platform ini seperti pada umumnya yaitu berupa karya fiksi dan non-fiksi.
Karya fiksi adalah produk atau tulisan yang merupakan ide murni atau hanya ada dalam pikiran diri si penulis (dunia subjek), dalam hal ini diperlukan kemampuan mengembangkan daya imajinasi, dan sebagai proses kreatif yang sangat personal dan otentik.
Sedangkan karya/tulisan non-fiksi dimaksudkan sebagai tulisan-tulisan yang menyangkut tentang fakta maupun peristiwa yang terjadi di sekitar kita (dunia objek).
Bisa juga setiap peristiwa atau fakta yang terjadi kemudian diangkat dalam suatu analisis (baca: opini), mengorelasikan beberapa hal terkait, menyangkut berbagai perspektif sehingga mengundang proses interaksi sosial yang semakin dinamis dan membuahkan suatu pandangan atau penemuan baru.
Nah, belum utuh kiranya bila judul dalam tulisan ini tidak dibarengi penjelasan secara lengkap. Jangan-jangan hanya sepintas baca judul, tanpa memahami isinya langsung sekadar singgah memberikan vote terus kabur tanpa pesan dan kesan.
Nanti dulu, Lur! Â Terhadap pilihan kata "merdeka" dalam tulisan ini perlu pula dijelaskan, tak lain dimaksudkan sebagai aktivitas berkarya/menulis yang lebih leluasa, tidak banyak pembatasan melalui persyaratan yang ketat dan kaku, menggugah kreativitas siapa saja yang berminat atau berhasrat menulis sesuai kemauan dan kemampuan masing-masing.
Menulis di Kompasiana ternyata juga melatih untuk hidup berdemokrasi, siapa saja boleh menayangkan karyanya. Terpenting memenuhi ketentuan aturan main sebagaimana lazimnya setiap organisasi komunikasi di manapun, dan ini merupakan kebijakan institusional.
Dibanding menulis di media arus utama (mainstream media), apalagi menulis di jurnal-jurnal riset/penelitian yang sangat selektif, metode baku, lolos penyunting dalam memuat setiap artikel/tulisan, sedangkan di Kompasiana tentunya lebih santai, leluasa.
Di Kompasiana tidak selalu dituntut harus memenuhi kaidah penulisan standard, tidak pula harus menyusun struktur kalimat yang benar, tidak dituntut efisiensi kata, termasuk tidak harus memenuhi ketentuan ejaan yang disempurnakan (EYD). Semuanya itu akan berkembang dan berproses sambil berjalan.
Terpenting di sini, bila anda punya ide/gagasan dan kemauan, segeralah torehkan dalam bentuk karya tulis yang nyata. Atau bila ingin menulis berita (non-fiksi), tak perlu juga harus dituntut sesuai formula penulisan yang memenuhi 5 W 1 H, harus ini dan itu, tetek bengek lainnya. Sampaikan saja berita apa adanya, yang penting adalah menyampaikan fakta.
Kompasiana sebagai wadah bagi para warga, karakteristiknya beda dengan media arus utama maupun jurnal yang semuanya perlu menaati kaidah atau standard penulisan.
Mengenai gaya atau kaidah penulisan di Kompasiana sesuai kemampuan individual, karena sekali lagi memang produk tulisan berasal dari dan untuk warga, sesuai kemampuan warga sebagaimana umumnya jurnalisme yang bebasis warga.
Menulis di Kompasiana jangan melulu menunggu inspirasi, percuma saja menumpuk inspirasi bilamana tidak segera dieksekusi dalam bentuk tulisan. Why? Karena menulis itu memerlukan action, biarkan tulisan mengalir sesuai minat dan kemampuan yang nantinya akan membangun kaidahnya sendiri sesuai gaya penulisan setiap orang.
Merdekanya lagi menulis di Kompasiana, siapapun dan di manpun anda -- dibolehkan untuk berkontribusi menyumbang tulisan, kultur egaliter sangat kental di sini.
Menjadi penulis di Kompasiana tidak harus mengantongi ijazah perguruan tinggi, tak pula memandang usia, jenis kelamin, suku, agama, kedudukan atau ststus sosial lainnya.
Menyandang embel-embel gelar atau status sosial menjadi percuma jika tidak pernah menunjukkan kinerja, tidak mengamalkan keahliannya, menulis, dipublikasikan kepada khalayak, sehingga ilmunya tidak memberikan arti bagi masyarakat luas.
Merdeka menulis di Kompasiana, sama halnya berlatih untuk mandiri, tidak selalu dituntut berbagai hal yang membebani, tidak terikat dan dipaksa, bahkan mendorong kita lebih kreatif dan leluasa untuk memilih, menyampaikan aspirasi maupun opini.
Self censorchip lebih menjadi ukuran kepantasan setiap artikel/tulisan yang hendak ditayangkan, admin di sini hanyalah bertugas memoderasi bilamana itu memang dianggap perlu.
Pendek kata, menulis di Kompasiana menjadikan salah satu pilihan bagi yang berminat untuk melakukan kegiatan menulis dibarengi suasana bahagia, berbagi antarsesama, berinteraksi antarkompasianer via ruang publik virtual sehingga diharapkan ikut serta memberi andil terhadap perubahan sosial di negeri tercinta ini.
Seperti telah disebutkan tadi, bahwa berkompasiana atau "menggauli" Kompasiana sesungguhnya dapat dipetik manfaat, tumbuhnya interaksi sosial yang dibangun dalam kancah komunitas virtual sehingga ruang publik (public sphere) ini akan turut mendorong dinamika kehidupan.
Dalam konteks berbangsa dan bernegara, berbagi informasi antarsesama tanpa diskriminasi, disusul berlangsungnya interaksi yang bernilai benefit -- maka bukan tidak mungkin suasana demokratis menjadi semakin terbangun.
Hal demikian sangat beralasan, mengingat semua warga di Kompasiana yang jumlahnya ratusan ribu, terdiri berbagai kalangan, suku, agama, mempunyai kebebasan (kalau saya pilih kata: kemerdekaan) menyatakan pendapat, menyampaikan dan memeroleh informasi sebagai hak asasi individu, kelompok, ataupun organisasi.
Sebagaimana lazimnya, bahwa demokrasi itu sendiri akan terbentuk bilamana partisipasi politik publik secara luas yang didorong oleh mekanisme alur informasi yang bebas (merdeka) sehingga nilai penguatan gerakan masyarakat sipil (civil society) terus bertumbuh.
Sharing, Connecting menjadi Beyond Blogging
Sepintas merunut perjalanannya, sejak saya menjadi kompasianer (Februari, 2011) mengenal Kompasiana tidak lebih sebagai wadah untuk berbagi informasi antarsesama sekaligus membangun relasi antarpenulis, disusul kemudian pertemuan tatap muka bagi yang memiliki sikap dan kepentingan yang sama, bersinergi dan berkolaborasi sekaligus melakukan aksi bersama untuk berkontribusi ikut memberdayakan masyarakat.
Sharing,Connecting tidak hanya sebatas berdampak kognitif, namun lebih pada dampak behavioral, melakukan aksi nyata di lapangan. Di antaranya dapat dilihat di sini:
Nah, seiring perkembangan zaman, lambat laun para punggawa di Kompasiana tidak kalah kreatifnya untuk terus berbenah. Beliau-beliau waktu itu (Kang Pepih, Bang Isjet, dkk) juga merdeka berkreasi mengelola sekaligus mengembangkan blog keroyokan yang berbasis warga ini.
Sampailah kemudian, slogan Kompasiana yang dulunya Sharing, Connecting lantas pada tahun 2017 berganti atau tepatnya bertransformasi menjadi Beyond Blogging, artinya lebih dari sekadar ngeblog, semakin bermakna bagi para kompasianer dan semakin memantapkan diri bahwa Kompasiana sebagai produk media sosial yang berfungsi menjadi saluran gagasan dan opini bagi khalayak luas.
Waktu demi waktu terus berlangsung, dan hampir semua media mengikuti perkembangan arus globalisasi ditandai pasar bebas, persaingan yang semakin tinggi dengan memanfaatkan teknologi terbaru sehingga menuntut media untuk bertahan keberlangsungannya.
Kalaulah belakangan ini tampilan Kompasiana tidak lagi seperti yang dulu, di mana iklan-iklan sekarang cenderung banyak mewarnai setiap halaman, pastinya itu semua bisa dipahami, sudah diperhitungkan dan ini menunjukkan relasi telah dibangun sehingga terjalin kerjasama dengan institusi lain yang saling menguntungkan.
Dalam perspektif ekonomi politik media (Vincent Mosco, 1996. The Political Economy of Communication: Rethinking and Renewal), wajar jika setiap perusahaan media dalam menyelenggarakan operasionalnya terus berbenah guna meraih khalayaknya. Tidak sedikit media memosisikan diri sebagai lembaga ekonomi seiring internasionalisasi dan komersialisasi informasi yang berkembang dalam masyarakat.
Komodifikasi, spasialisasi, hingga strukturasi merupakan bagian penting di tengah maraknya laju perekonomian global sehingga motif ekonomi turut menjadikan faktor penentu dalam kelangsungan industri media modern.
Persoalannya, selama masih dalam batas tertentu, tidak mengganggu stabilitas sosial dan sesuai kebijakan publik yang berlaku- serta tetap konsisten dengan ideologi media sebagaimana visi yang diemban maka semuanya akan berjalan lancar.
Seperti halnya reward yang diberikan simultan setiap periode, dibagikan secara proporsional kepada para kompasianer itu juga merupakan suatu bentuk kerjasama internal saling menguntungkan. Termasuk penghargaan lain sebagai bentuk kepedulian terhadap mereka yang aktif berperan dalam setiap kegiatan online maupun offline.
Menulis di Kompasiana memang mempunyai keasyikan tersendiri. Setidaknya kita bisa berbagi, berinteraksi dengan beberapa kalangan yang heterogen, tanpa dibebani persyaratan yang memberatkan sehingga kegiatan menulis berlangsung dalam suasana bahagia, damai dan menyenangkan.
Lebih dari itu, semuanya kembali pada sikap maupun kepentingan masing-masing, sejauhmana cara pandang terhadap Kompasiana. Kalau boleh meminjam istilah akademisnya, sangat bergantung pada paradigma seseorang dalam menilai, menanggapi, ataupun mendekati Kompasiana sebagai salah satu media popular yang cukup fenomenal selama ini.
JM (13-8-2021).
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H