Mohon tunggu...
Joko Martono
Joko Martono Mohon Tunggu... Penulis - penulis lepas

belajar memahami hidup dan kehidupan

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Di Masa Pandemi Covid-19, Saya "Terpaksa" Cenderung Mengindividu

22 Juli 2020   20:14 Diperbarui: 22 Juli 2020   20:11 973
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Atau dengan kata lain, memasuki fase kehidupan Adaptasi Kebiasaan Baru ini penambahan pasien terpapar virus justru lebih besar jumlahnya, berarti pula kewaspadaan maupun antisipasi masih selalu/sangat dibutuhkan.

Secara alami dan naluriah, beberapa kali ditempa pengalaman berupa ancaman bencana (alam dan non alam) yang melanda di tempat saya berada/beraktivitas, seringkali menggugah diri untuk mencari info terkini, terpercaya sebanyak mungkin guna memahami dan menyikapinya.

Termasuk pandemi Covid-19 yang belum mereda, dan telah membikin ambyar berbagai kegiatan- pastinya masih terus menjadikan pemikiran serius. Apalagi transmisi virus tak mudah dikendalikan- mengingat kebiasaan lingkungan yang kurang mendukung (protokol kesehatan belum optimal dilakukan masyarakat) sehingga kehati-hatian ekstra menjadi sebuah pilihan.

Betapa tidak, ketika virus corona merebak hingga melanda DIY, saya pribadi memilih 'mengurung diri' dan ke luar dari rumah hanya bilamana penting. Hal ini sebagai pilihan untuk melindungi diri setelah ditemui/tersiar korban di bulan Maret lalu.

Dilihat dari proses penularan dan jika dihubungkan kultur kita dengan ciri khasnya yang komunal ditambah tingginya mobilitas dan interaksi sosial maka sangatlah mungkin Covid-19 akan merebak bahkan bisa bertahan lama berjangkit sehingga sikon ini menggugah saya semakin meningkatkan kewaspadaan.

Sejak bulan Maret seiring merebaknya pandemi, sayapun terpaksa tidak bisa memenuhi beberapa undangan seminar/sarasehan, termasuk pertemuan/undangan makan bersama mengingat sikonnya kurang memungkinkan.

Tak hanya itu, sikap skeptis saya semakin tumbuh terutama terhadap orang-orang di luar kehidupan sehari-hari termasuk bertatap muka dengan kolega/orang yang datang dari luar kota.

Skeptis dalam konteks ini bukannya tak percaya/meragukan pada berbagi pemikiran, namun lebih pada membatasi kedekatan fisik yang berpotensi sebagai pembawa (carrier) yang kemungkinan menularkan virus.

Proteksi diri semakin kuat tatkala salah seorang kolega dinyatakan memiliki kontak erat (ODP) dengan pasien positif Covid-19, menambah niatan saya semakin super hati-hati dan menjauhi pertemuan, tempat umum, ke luar rumah hanya membeli kebutuhan pokok atau keperluan mendesak, selebihnya cukup memanfaatkan teknologi media dari ruang kerja untuk menunjang berbagai kegiatan.

Saking terbiasanya melakukan kebiasaan baru, berlangsung terus menerus selama empat bulan (Maret s/d sekarang)- sepertinya saya sudah tidak seperti yang dulu lagi.

Enggan berjabat tangan, enggan berkumpul, enggan ikut pertemuan atau makan-makan bareng di warung, enggan berkunjung dan selalu waspada menerima kunjungan, seringkali memilih 'mengurung diri' di ruang kerja. Akhirnya pun tak terasa kemudian tersadar bahwa saya belakangan cenderung mengindividu gara-gara pandemi yang sampai kini masih menjadi ancaman.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun