mengabu dan mengabur
berbaur jadi satu
dengan rumah kekasihmu
menciumi dinding kamarnya:
debu memeluk waktunya
debu merengkuh pandangnya
debu memagut bibirnya
debu memegat senyumnya
debu memugar tegarnya
debu telah bongkar-lapukkan
pagar-pagar dadanya.
kepada debu, ia---kekasihmu---bisikkan
dengan amat keras bahwa perasaanya
telah sama denganmu,
tapi kamu debu
sudah jadi debu
telanjur debu
yang debu terus debu
menebal pol atau malah nol.
dibawa kuasa kipas angin
kamu melayang-layang tur ke dapur
mengecup-kecup sejenak
bibir cangkir berlagak
mencumbui hangat cerita ranum
kekasihmu yang suka jalan-jalan
di pondok es krim
di kedai kopi
di bioskop dengan iringan film romantis
sedang sepanjang ingatanmu kamulah
debu yang pernah menempeli
angst-angst yang bangsat!
dan kini kamu telah pilih labuh dan rebah
di celah-celah wastafel,
glek-glek-glek-glek-glek:Â
ragamu ditelan perut bumi---
rahim ibumu---dalam sekali kucur
dahaga rindu kekasihmu
yang putus asa
pupus asa
pusa---kamu pilih hilang
menjadi apa-apa
yang bukan siapa-siapa
dimiliki siapa-siapa
kepada muara mana-mana.
Semarang, 17 September 2022Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H