Mohon tunggu...
Jisa Afta
Jisa Afta Mohon Tunggu... Penulis - Penulis

Gemar menciptakan kata baru

Selanjutnya

Tutup

Ruang Kelas

Nonfiksi Palsu

19 Oktober 2024   11:45 Diperbarui: 19 Oktober 2024   11:57 14
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Lagi-lagi kita menemukan bahwa Biografi dan Autobiografi ternyata berangkat dari sudut pandang dan pemikiran-pemikiran yang terpublikasi dari obrolan, ceramah, ataupun buku yang ditulis oleh tokoh biografi itu sendiri dan bisa dipastikan tidak keseluruhan isi buku terbebas dari subjektivitas atau opini tokoh biografi dan opini penulis biografi yang tentunya belum tentu valid atau sah, sebab belum tentu memiliki kepastian kebenarannya dan kejadiannya.

Apa yang menjadi ciri khas sebuah buku Biografi? Yang menjadi ciri Biografi adalah pikiran-pikiran dan cara pandang tokoh dalam buku biografi tersebut. Selain pikiran, juga apa yang diucapkan dan apa yang dilakukannya untuk merubah diri dan lingkungannya.

Pertanyaannya adalah, bukankah pikiran seseorang, termasuk tokoh dalam biografi tadi bisa saja berbeda dengan orang lain di jamannya saat itu?

Inilah yang disebut dengan Subjektivitas. Secara umum, subjektif adalah suatu sikap dan pandangan yang lahir dari perasaan yang masih bersifat opini pribadi. Opini datang dari pemikiran pribadi bukan dari fakta.

Jika Anda berpikir dan menilai, sebelum mengatakan dan melakukan apa yang Anda ingin coba buktikan, itu disebut opini. Jika Anda cermati, hampir seluruh buku biografi bersifat bercerita tentang pikiran sepihak tokoh dalam buku biografi tersebut, dimana belum tentu benar dan belum tentu bersifat mengandung faktual dan mengandung fakta. Bisa jadi masih bersifat kecemasan pribadi dan perasaan ketakutan sepihak, semisal ketakutan seseorang pada generasi mendatang yang sulit melakuan sesuatu tanpa kita pernah paham bahwa generasi mendatang tentu punya solusi sendiri dalam memecahkan problemnya sendiri. Sebab tentu tak ada yang bisa meramal problematika di masa depan. Kecemasan seseorang itu bersifat subjektif dan belum menjadi sebuah fakta. Baru level dalam perasaan sang tokoh dalam biografi itu sendiri. Itulah contoh subjektivitas paling sederhana.

Subjek historis yang sedemikian subjektifnya, subjek artikel, berita dari karya-karya nonfiksi yang begitu samar sebab terlahir dari berbagai sudut pandang penulis artikelnya, tentu membuat kita bertanya, apa benar nonfiksi sesubjektif itu?

Jika karya nonfiksi berupa artikel, berita, surat-surat, opini, semua hal tersebut dinamakan nonfiksi tanpa melihat esensi benar salah dari data dan faktanya sesuai standar kebenaran sesungguhnya, apakah kita bisa menyebutnya sebagai sebuah karya? Tentu bisa disebut karya nonfiksi.

Jika tidak semua nonfiksi bernilai benar, apakah itu berarti tidak semua nonfiksi benar-benar sesuai fakta? Sebab kebenaran fakta sebuah prosa narasi yang mengandung nilai tak benar, adalah sama dengan tidak nyata, atau khayalan, ini tentunya bisa disebut fiksi, atau karya khayalan, sama seperti karya puisi pada umumnya yang dikategorikan sebagai fiksi.

Jika Anda menulis dan mengklaim karya Anda nonfiksi tapi ternyata tidak bernilai fakta dan itu subjektif atau opini yang tidak valid, apakah wajar karya Anda bisa disebut nonfiksi? Sebab faktanya karya Anda tidak bernilai valid atau tidak benar atau berisi data-data yang tidak ada atau kosong. Bukankah itu juga fiksi?

Menurut saya, esensi karya bukan pada bentuk atau jenis karya tapi pada tema dan nilai dasar karya itu menjadi alasan lahirnya karya menjadi sebuah tulisan.

Orientasi tradisi dan kecenderungan mengelompokan fiksi atau nonfiksi membuat bukan hanya puisi yang sulit disebut nonfiksi, tapi justru karya yang kita anggap nonfiksi sesuai ajaran sekolah pada umumnya pun, belum tentu bisa memenuhi unsur nonfiksi itu sendiri, sebab belum tentu mengandung 100% kebenaran dan terbebas dari opini pribadi yang belum tentu valid.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ruang Kelas Selengkapnya
Lihat Ruang Kelas Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun