Mohon tunggu...
Jisa Afta
Jisa Afta Mohon Tunggu... Penulis - Penulis

Gemar menciptakan kata baru

Selanjutnya

Tutup

Analisis

Kekeliruan Kategori Puisi di Sekolah dan Kampus

17 Oktober 2024   12:32 Diperbarui: 17 Oktober 2024   12:33 56
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Puisi

(Oleh: Jisa Afta)

Kekeliruan Kategori Puisi di Sekolah dan Kampus.

Di sekolah dan kampus, pelajaran Bahasa Indonesia mengajarkan pada kita semua bahwa Puisi tergolong dalam kategori teks fiksi atau karya fiksi. Dengan pengkategorian bahwa puisi termasuk karya fiksi atau karya khayalan atau tidak nyata, artinya jika puisi menyuarakan tentang kejahatan kemanusiaan di Palestina, misalnya, maka puisi apapun tentang Palestina adalah hanya khayalan, rekaan atau tidak nyata, atau tidak benar-benar terjadi sebagai peristiwa di dunia nyata.

Berikut adalah kutipan pengkategorian puisi kedalam fiksi seperti ajaran Modul Bahasa Indonesia untuk pembelajaran SMA yang diterbitkan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia tahun 2020:

"Buku fiksi berarti buku yang dibuat berdasarkan imajinasi penulisnya, imajinasi sendiri adalah daya olah pikir yang menghasilkan khayalan sehingga apa yang dituliskan oleh pengarangnya merupakan karya tulis yang bersifat imajinatif seperti novel, kumpulan cerpen, kumpulan puisi, naskah drama."

Dari kategori modul ajaran sekolah itu berarti kita bisa simpulkan bahwa 3 Puisi Tentang Hari Lahir Pancasila: Mengenang Peristiwa 1 Juni 1945, adalah khayalan Bung Karno, bukan kenyataan. Tentu menjadi aneh bila kita anggap puisi seorang Soekarno tentang Pancasila sebagai sebuah realitas palsu.

Menempatkan Puisi kedalam kategori fiksi itu sama saja visi, mimpi, harapan Bung Karno sebagai Presiden Indonesia pertama, hanyalah sebuah fatamorgana, halusinasi, untuk membawa masyarakat Indonesia meyakini fantasi Bung Karno.

Fakta inilah yang menggerakan munculnya tanda tanya di dalam pikiran saya, apakah benar puisi relevan bila dikategorikan sebagai fiksi? Mungkinkah kumpulan puisi cocok disebut buku fiksi? Tentunya jelas terlihat dari data tadi bahwa ada begitu banyak karya teks puisi menyiratkan realitas dengan bahasa yang anggun, berkarisma dan elegan. Jadi pendekatan bahasanya diutarakan dengan cara yang manis, tegas, lugas dan penuh emosional, bukan berarti hal tersebut tergolong fiksi atau khayalan.

Sebenarnya apa itu fiksi? Pengertian fiksi adalah sebuah prosa naratif yang sifatnya imajinasi atau karangan non-ilmiah dari penulis dan bukan berdasarkan kenyataan. Dengan kata lain, fiksi tidak terjadi di dunia nyata dan hanya berdasarkan imajinasi atau pikiran seseorang.

Artinya? Puisi Bung Karno berikut masuk kategori fiksi, berikut adalah 1 dari 3 Puisi Bung Karno tentang Pancasila:

Pancasila, Dasar Negara

Pancasila, dasar negara

Lahir dari perjuangan bangsa

Melawan penjajah yang rakus

Membela tanah air yang kaya

Pancasila, dasar negara

Ditetapkan pada tanggal satu

Bulan Juni tahun empat lima

Oleh Bung Karno yang berwibawa

Pancasila, dasar negara

Mengandung lima sila utama

Ketuhanan, kemanusiaan

Persatuan, kerakyatan, keadilan

Puisi kedua berjudul "Pancasila, Jiwa Bangsa, dan puisi ketiga berjudul "Pancasila, Harapan Bangsa".

Puisi dalam konteks 1 Juni 1945 tersebut adalah seni presentasi kata kreatif yang dipertontonkan Bung Karno. Bentuk puisi dalam melengkapi Pidato 1 Juni 1945 tersebut, sama persis ketika Anda menggambar mural atau grafiti pada tembok, dimana Anda lebih bebas menyampaikan isi kepala dengan menggambar, ketimbang berbicara secara teks atau lisan tentang sebuah realitas.

Bung Karno dengan kecakapan lengkapnya menguasai seni berpidato dan berpuisi yang penguasaan kemampuan itu digabungkan dalam waktu bersamaan untuk memadatkan bentuk penyampaiannya. Dan kita sama sekali tidak menangkap pesan dan nilai fiksi atau mengajak kita untuk berkhayal dalam puisinya, justru menyadarkan kepada kita bahwa penjajah itu rakus. Itu kata jelasnya, kata makna tersembunyi lainnya adalah jika Anda rakus atau korupsi, maka Anda juga sama dengan penjajah. Jadi jelas bahwa puisi Bung Karno bukanlah daya imajinatif untuk menciptakan khayalan bagi pendengarnya tapi justru puisi tersebut menyadarkan kita bahwa ini loh Pancasila, tugas kita adalah menjaga nilai-nilainya. Dibangun dari perjuangan yang nyata, bukan khayalan.

Kita jangan tergesa-gesa mengelompokkan puisi masuk kedalam fiksi atau nonfiksi. Bila tidak bisa memasukkan puisi dalam kategori fiksi dan nonfiksi, maka kita tak perlu memaksakan dengan alibi hanya ada dua jenis karya, fiksi dan nonfiksi.

Menurut saya, puisi merupakan genre seni tulis kreatif tersendiri dengan cita rasa sastra sendiri yang lebih bebas dan tidak terikat pada faktualisasi atau berdasarkan kenyataan, atau mengandung kebenaran.

Kekuatan puisi adalah keberpihakan penulis pada nilai-nilai dari kejadian. Uniknya puisi realitas cenderung tidak abu-abu dengan kata kiasaannya, sebab kata kiasan digunakan hanya kepentingan cita rasa kata, bukan mengubah tema teks karya tersebut jadi fiksi atau khayalan.

Ada banyak contoh-contoh puisi yang sama sekali ditulis bukan untuk tujuan mengarang cerita khayalan.

Chairil Anwar

Pembantaian Rawagede adalah peristiwa pembantaian penduduk Kampung Rawagede (sekarang terletak di Desa Balongsari, Rawamerta, Karawang), di antara Karawang dan Bekasi, oleh tentara Belanda pada tanggal 9 Desember 1947 sewaktu melancarkan agresi militer pertama. Sejumlah 431 penduduk menjadi korban pembantaian ini.

Ketika tentara Belanda menyerbu Bekasi, ribuan rakyat mengungsi ke arah Karawang. Pertempuran kemudian berkobar di daerah antara Karawang dan Bekasi, mengakibatkan jatuhnya ratusan korban jiwa dari kalangan sipil. Pada tanggal 4 Oktober 1948, tentara Belanda melancarkan pembersihan

Bila puisi adalah fiksi atau sebuah karangan tanpa landasan realitas sejarah,  maka ketika Chairil Anwar berpuisi tentang Karawang-Bekasi, ini berarti makna patriotik atau tema yang diangkat dalam Puisi Chairil Anwar itu, bukanlah sebuah nilai-nilai mendalam sebagai cuplikan peristiwa nyata yang harus dikenang. Karena Puisi adalah teks khayalan atau teks fiksi sesuai ajaran sekolah di kurikulum merdeka kita sampai detik ini (1 Juli 2024), maka kita tak perlu menganggap Karawang-Bekasi dan Kejadian Palestina sebagai peristiwa yang benar-benar nyata. Semua itu hanya kejadian yang tidak sebenarnya, berdasarkan khayalan seperti cerita fantasi. Inilah kekeliruan ketika memasukkan Puisi di dalam kategori teks Fiksi sebagaimana ajaran sekolah saat ini kepada pelajar.

Untuk menyegarkan ingatan kita, berikut adalah salah satu karya Chairil Anwar:

"Karawang Bekasi" -- Karya : Chairil Anwar

Kami yang kini terbaring antara Karawang-Bekasi

tidak bisa teriak "Merdeka" dan angkat senjata lagi,

Tapi siapakah yang tidak lagi mendengar deru kami,

terbayang kami maju dan mendegap hati?

Kami bicara padamu dalam hening di malam sepi

Jika dada rasa hampa dan jam dinding yang berdetak

Kami mati muda. Yang tinggal tulang diliputi debu.

Kenang, kenanglah kami

Kami sudah coba apa yang kami bisa

Tapi kerja belum selesai, belum bisa memperhitungkan

arti 4-5 ribu nyawa

Kami cuma tulang-tulang berserakan

Tapi kami adalah kepunyaanmu

Kaulah lagi ada yang tentukan nilai tulang-tulang berserakan

Atau jiwa kami melayang untuk kemerdekaan

kemenangan dan harapan

atau tidak untuk apa-apa,

Kami tidak tahu, kami tidak lagi bisa berkata

Kaulah sekarang yang berkata

Kami bicara padamu dalam hening di malam sepi

Jika ada rasa hampa dan jam dinding yang berdetak

Kenang, kenanglah kami

Teruskan, teruskan jiwa kami

Menjaga Bung Karno

menjaga Bung Hatta

menjaga Bung Sjahrir

Kami sekarang mayat

Berikan kami arti

Berjagalah terus di garis batas pernyataan dan impian

Kenang, kenanglah kami

yang tinggal tulang-tulang diliputi debu

Beribu kami terbaring antara Karawang-Bekasi

Terlihat dalam karya Karawang Bekasi, Chairil Anwar tentunya tidak sedang mengangkat cerita imajinasi atau fantasi berupa khayalan atau karangan yang dibuat-buat tanpa landasan peristiwa atau sejarah. Chairil Anwar menjadikan puisi sebagai "cara" dan "gagasan bebas" untuk menjadi metode berbicara tentang persepsinya dengan menggunakan kecerdasan dan kemampuan stilistika yang di milikinya.

Stilistika pada dasarnya adalah pemahaman dan penguasaan gaya bahasa. Chairil Anwar dalam Karawang Bekasi, membawa kesadaran pembaca atau pendengar karyanya untuk merasakan emosi, situasi, perasaan, semangat dan harapan, dengan cara seolah-olah para korban pembantaian yang dilakukan pihak Belanda pada tanggal 9 Desember 1947, sedang "bicara" pada generasi yang masih hidup dan akan datang, untuk mengenang, meresapi perjuangan, pengorbanan dan sikap pemberani dalam menentang serta mengusir penjajahan.

Jika dilihat dari studi dan deskripsi pilihan ekspresi linguistik yang menjadi ciri khas Chairil Anwar dalam Karawang Bekasi maka karya sastra yang bertema kepahlawanan tersebut bisa dimasukkan dalam kategori puisi epik.

Puisi epik zaman kuno, seperti Epic of Gilgamesh, menceritakan kisah orang-orang luar biasa yang bertempur dalam pertempuran besar untuk menyelamatkan rakyatnya. Epic of Gilgamesh mengangkat tema kepahlawanan, persahabatan, kegagalan, kematian, dan pencarian keabadian.

Makna puisi Karawang Bekasi merupakan puisi yang merefleksikan pada pembantaian oleh Belanda yang terjadi antara Karawang hingga Bekasi.  Nilai dan konsep patriotisme dihadirkan dalam setiap bait puisi Karawang Bekasi.

Jadi jelas, memasukkan puisi dalam kategori karya khayalan atau karya fiksi, itu sebuah kekeliruan besar, apalagi hal tersebut diatur dalam pedoman pengajaran yang terstandarisasi oleh negara sebesar Indonesia.

Jadi, penggunaan teknik penulisan atau gaya tulis perumpamaan, atau gaya tulis majas atau penulisan puisi, tidak serta merta mengubah karya nonfiksi menjadi fiksi.

Demikian pula halnya, penggunaan gaya tulis pada puisi, sebenarnya tidak serta merta membuat puisi, menjadi fiksi. Akan tetapi untuk mengukur puisi itu fiksi atau bukan fiksi, seharusnya adalah dengan melihat tema puisi tersebut.

Berikut adalah kutipan dari  website ditsmp.kemdikbud.go.id

"Teks fiksi merupakan teks yang dibuat berdasarkan imajinasi penulisnya berupa khayalan sehingga apa yang dituliskan oleh pengarang merupakan karya tulis yang bersifat imajinatif seperti novel, cerpen, fabel, puisi, dan naskah drama. Kata "fiksi" berasal dari bahasa Inggris yaitu "fiction" yang artinya rekaan atau khayalan."

Sumber :

https://ditsmp.kemdikbud.go.id/memahami-teks-fiksi-dan-nonfiksi/

Dari sumber tersebut, sangat jelas panduan kurikulum pelajaran di Indonesia yang mengatakan bahwa puisi dimasukkan ke dalam kategori fiksi atau karya bukan peristiwa nyata.

Mari kita lihat KBBI, Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) Daring, dijelaskan bahwa Fiksi berarti tidak berdasarkan kenyataan, pernyataan yang hanya berdasarkan khayalan atau rekaan.

Dan sekarang mari cermati hal berikut.

Ini adalah sebuah Puisi berjudul

'Palestina Saudaraku' karya Retno Marsudi.

Dalam aksi bela Palestina di Monas, Jakarta Pusat, Mentri Luar Negeri, Retno Marsudi membacakan puisi untuk Palestina.

Melalui puisi tersebut, Retno menegaskan posisi Indonesia untuk terus membela Palestina dari penjajahan Israel.

"Ibu, Bapak, semalam saya menulis puisi apakah puisi ini boleh saya bacakan?" kata Retno di Monas, Jakarta Pusat, Minggu (5/11/2023).

Berikut puisi yang dibacakan Retno dalam aksi bela Palestina:

Palestina Saudaraku -- Karya : Retno Marsudi

Hatiku miris, karena bocah itu menangis

Dia terluka, dia tidak bisa berkata

Dia tidak tahu di mana bapak ibunya

Setiap 10 menit 1 anak wafat di Gaza

Ribuan orang tua kehilangan anak

Tak terbilang berapa ribu anak kehilangan orang tuanya

Setiap tangan tertulis nama

Mereka tidak ingin mati tanpa penanda

Rumah mereka hanya langit

Kasur mereka hanya bumi

Kapan kekejaman ini akan berhenti

Kapan keadilan ini akan menghampiri

Aku dan Indonesiaku pantang mundur akan terus membantumu

Aku dan Indonesiaku akan terus bersamamu

Sampai penjajah itu enyah dari rumahmu

Palestina kau adalah saudaraku

Dan aku, Indonesiaku akan selalu bersamamu

Monas, Jakarta Pusat, Minggu (5/11/2023).

Apakah puisi yang ditulis dan dibacakan oleh Retno Marsudi pada aksi bela Palestina tersebut adalah sebuah karya fiksi yang berupa khayalan seorang Retno? Apakah Palestina itu sebuah negara Fiksi yang hanya ada dalam imajinasi seorang Retno Marsudi? Apakah Gaza hanya sebuah kota fantasi seorang Retno dan Gaza itu tidak ada di dunia ini? Tentu tidak.

Secara jelas bahwa Puisi Ibu Retno adalah bentuk perjuangan, pengungkapan kemarahan, keresahan, kepedulian, teriakan keprihatinan atas kejadian nyata, yang di tulis dengan gaya tulis kreatif.

Apakah Puisi bu Retno itu merupakan karya nonfiksi? Tentu tidak, sebab teks puisi yang dibaca tidak mencantumkan sumber-sumber referensi fakta dan data diantara teks puisinya.

Jadi, jika Puisi bukan fiksi dan juga buka nonfiksi, lalu puisi itu tergolong apa?

Jawabannya adalah, Puisi merupakan bentuk penulisan kreatif dengan genre tersendiri, genre berbeda diluar Fiksi dan Nonfiksi.

~

Buku Fiksionasi

Karya: Jisa Afta

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
  10. 10
  11. 11
Mohon tunggu...

Lihat Konten Analisis Selengkapnya
Lihat Analisis Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun