"Dua juta per hari. Itu omset seharinya. Kamu bisa hitung sendiri berapa sebulannya."
"Tapi itu baru omset kotor, kan? Bersihnya paling lima belas atau paling banyak dua puluh persennya. Jadi omset bersih kamu sekitar dua belas juta. Lumayanlah."
"Dolar."
"Apa?"
"Omsetku dua juta dolar per hari."
"Serius?"
"Mungkin aku terdengar mengada-ada. Biar kujelaskan. Aku mensuplai kimia ke perusahaan-perusahaan besar. Kebanyakan perusahaan tambang, seperti Pertamina, Chevron, BP, dan banyak lagi. Aku juga mengerjakan WWTP-nya. Wastewater Treatment. Pengolahan limbahnya. Mengurus cleaning pipa, cooling tower, tangki-tangki, tangki-tangki truk. Itu belum termasuk suplai sabun cuci piring dan sabun-sabun yang lain ke hotel-hotel, kafe, restoran, berbagai kimia untuk kebersihan kolam renang."
Saya juga menyebutkan proyek-proyek lainnya beserta istilah-istilah teknis yang tampaknya tidak dipahaminya. Saya pikir, setelah mendengar pemaparan saya, bisa dibilang harga dirinya mulai terancam, dan ia sepertinya mulai menyadari posisinya yang berada di pihak antagonis -- tokoh jahatnya. Sedangkan saya sebagai tokoh protagonisnya, yakni orang yang dulunya miskin dan sekarang sukses namun menyembunyikan kesuksesannya dengan penampilannya yang sederhana. Seperti dalam cerita, di mana sang antagonis akan merasa malu setelah tahu posisinya, kemudian ia meminta maaf karena telah merendahkan sang protagonis. Kalau Anda suka nonton sinetron pasti tidak asing dengan cerita seperti ini.
Saya diam sejenak, memberikan kesempatan kepada Bobby untuk bicara. Namun ia tidak berkomentar sama sekali. Wajahnya muram dan terlihat tidak nyaman. Ia mungkin berpikir kalau dirinya sedang dipermalukan. Asal tahu saja, saya sebetulnya tidak bermaksud demikian, kecuali hanya ingin menutup mulutnya. Itu saja. Atau, anggap saja sebagai prank. Lucu-lucuan.
"Aku bercanda," lanjut saya, tertawa lepas. "Dua juta dolar per hari? dan kamu percaya?"
"Brengsek. Nggak lucu, sialan!" kata Bobby kesal, wajahnya berubah merah padam.