Mohon tunggu...
Jimmy S Harianto
Jimmy S Harianto Mohon Tunggu... Jurnalis - Mantan Redaktur Olahraga dan Desk Internasional Kompas

Redaktur Olahraga (1987-1993), Wakil Redaktur Opini dan Surat Pembaca (1993-1995), Redaktur Desk Hukum (1995-1996), Redaktur Desk Features dan Advertorial (1996-1998), Redaktur Desk Internasional (2000-2003), Wakil Redaktur Kompas Minggu (2003-2008), Redaktur Desk Internasional (2008-2012)

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Cawe-Cawe Inggris dalam Suksesi Keraton Yogyakarta

19 Oktober 2024   13:27 Diperbarui: 19 Oktober 2024   17:35 218
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Cerita yang paling unik di antara raja-raja Mataram Yogyakarta adalah Sultan Hamengku Buwana II, alias Raden Mas Sundara alias Sultan Sepuh yang sangat tidak disukai oleh kolonial, baik Belanda maupun Inggris. Sultan Sepuh mengalami zaman dimana dunia pada saat itu bergolak.

Sebelum pasukan Inggris datang ke Yogyakarta (1812), Maskapai dagang Kumpeni, VOC (Vereenigde Oostindische Compagnie) yang didirikan 1602 mengalami kebangkrutan pada 1799. Karena bangkrut, maka pengelolaan Hindia Belanda diserahkan pada pemerintah kerajaan Belanda.

Perang Koalisi yang pertama di Eropa (1792-1797), Perancis dengan pemimpin Napoleon Bonaparte berhasil mengalahkan Austria, Prusia (Jerman dulu kala), Inggris, Spanyol, Sardinia dan Belanda. Belanda yang kalah pun meminta perlindungan Inggris.

Tetapi karena Inggris belum dapat berbuat apa-apa pada waktu itu, maka pemerintah Belanda pun diambil-alih Perancis. Dan Napoleon Bonaparte pun menempatkan Belanda di bawah kekuasaan Louis Napoleon, keponakan Napoleon Bonaparte. Jatuhnya Belanda ke tangan Perancis juga berarti jatuhnya semua jajahan Belanda, termasuk Hindia Belanda (belum bernama Indonesia). Louis Bonaparte mengangkat Herman Willem Daendels sebagai Gubernur Jenderal Hindia Belanda dan ditempatkan di Batavia sejak 1808.

Secara tidak langsung, sebenarnya kolonialisme dan imperialisme Perancis sempat terjadi di Indonesia melalui Louis Bonaparte penguasa Belanda tetapi di bawah Perancis. Dan di Hindia Belanda, melalui Gubernur Jendral Willem Daendels. Perancis menjajah Hindia-Belanda dengan menggunakan tangan kekuasaan orang-orang Belanda yang berpihak pada Perancis. Dan Daendels ditugasi Belanda yang dikuasai Perancis, untuk mempertahankan Pulau Jawa dari serangan Inggris serta membereskan keuangan pemerintahan kolonial.

Hamengku Buwana II alias Pangeran Sundara masih mengalami zaman Kumpeni sebelum Daendels, saat maskapai dagang Hindia Timur (VOC) belum bangkrut (1799). HB II bahkan diangkat menjadi Sultan Yogya (2 April 1792) saat Kumpeni Belanda belum bubar, saat pemerintahan Gubernur Jawa (Gouverneur van Java's Noord-Oost-kust" ) Jendral Pieter Gerardus Van Overstraten.

Sifat tidak menurut pada kolonial sudah dipertunjukkan RM Sundara bahkan sejak awal ditunjuk Sultan oleh Gubernur Jendral Van Overstraten. Setelah meninggalnya pendiri keraton Yogyakarta Pangeran Mangkubumi alias Hamengku Buwana I (24 Maret 1792), keraton dijaga oleh pasukan Kumpeni. Pangeran Sundara meskipun sudah ditunjuk sebagai pengganti Hamengku Buwana I, masih belum diperbolehkan masuk keraton.

Tetapi Raden Mas Sundara, yang memang putra mahkota Yogyakarta itu, tidak mengindahkan aturan dari Van Overstraten. Perduli amat! Raden Mas Sundara bahkan sudah menyatakan dirinya Sultan Yogyakarta sebelum dirinya diresmikan dan dilantik sebagai Sultan oleh Kumpeni. RM Sundara baru resmi dilantik sebagai Hamengku Buwana II pada 2 April 1792.

Selama menjabat sultan, Hamengku Buwana II banyak sekali bertentangan dengan pejabat-pejabat kolonial. Dari soal Raden Rangga, Bupati-Wedana Madiun yang membuat pusing kolonial, sampai soal aturan baru Gubernur Jendral Daendels yang mengubah posisi Residen-residen sebagai "Minister". Raden Rangga Prawiradirja III yang dituntut hukuman mati oleh Sunan Paku Buwana IV karena melakukan pelanggaran di wilayah Surakarta, tetapi tak disetujui oleh Sultan HB II di Yogyakarta karena Raden Rangga di wilayah Mancanegara Yogyakarta, adalah pembantu dekat sultan. Sampai pertentangannya dengan Gubernur Jendral Daendels, yang sangat berkepentingan mendapatkan kayu untuk keperluan pembuatan armada kapal namun terganggu oleh Raden Rangga.

Maka dalam sebuah pertemuan para pembesar kolonial di Semarang (1810), Gubernur Jendral Daendels, Komandan pasukan Belanda Van Braam, Minister (Residen) P Engelhard serta patih Yogyakarta pilihan Belanda, Danureja II, mereka memutuskan Sultan HB II dipecat. Diganti putra mahkota Adipati Anom sebagai Hamengku Buwana III (ayah Diponegoro).

Tetapi rupanya, Hamengku Buwana III itu tidak bertahta lama. Hanya kurang dari satu tahun, dari 13 Desember 1810 sampai 1811. Hamengku Buwana II rupanya tak tinggal diam. Ia lakukan perlawanan untuk merebut kembali tahta kesultanan dari tangan Adipati Anom putranya. Dan pada 28 Desember 1811, kursi sultan pun kembali didudukinya untuk kedua kali.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun