Apapun alasan yang melatari aksi pemukulan terhadap wasit Eko Agus Sugih Harto, yang pasti tindak memukul wasit di lapangan sepak bola tetap merupakan sebuah pelanggaran serius yang tak boleh terjadi.
Karena kejadian pemukulan wasit Eko itu menjadi viral, baik melalui tayangan Reels di Facebook maupun TikTok dan Twitter di media sosial, bukan tak mungkin tayangan gambar yang 'eye catching' itu ditonton oleh mata dunia. Citra sepak bola Indonesia kembali tercoreng.
Di mata sepak bola dunia, saat ini sudah ada enam "nilai rapor merah" yang tertuju pada sepak bola Indonesia. Dalam beberapa kesempatan, nilai merah Indonesia ini menjadi pertimbangan internasional dalam setiap event sepak bola yang dilangsungkan di negeri ini.
Lima nilai rapor merah Indonesia ini adalah, (1) Kerusuhan suporter yang mengakibatkan terjadinya Tragedi Kanjuruhan pada 5 Oktober 2022. Kepolisian Republik Indonesia mengkonfirmasi 131 korban jiwa akibat tragedi di Stadion di kota Malang Jawa Timur ini. Data ini sesuai laporan sebelumnya dari Dinas Kesehatan Kabupaten Malang yang menyebutkan sebanyak 131 orang meninggal akibat tragedi ini. Sebagian terinjak-injak saat berdesak-desak keluar karena gas air mata, dan sebagian karena korban kerusuhan. Sebuah peristiwa paling tragis dalam sejarah sepak bola Indonesia.
Peristiwa ke (2) Kekerasan antar suporter pada bulan September 2018 yang menyebabkan nyawa seorang pendukung sepak bola Persija bernama Haringga Sirla tewas dipukuli oleh sekelompok suporter Persib Bandung di luar Stadion Gelora Bandung Lautan Api.
Insiden ini terjadi sebelum pertandingan antara Persib dan Persija, yang merupakan dua klub besar dengan rivalitas panjang di Indonesia. Kekerasan antar suporter ini mencoreng wajah sepak bola Indonesia, sehingga masalah hooliganisme sepak bola di Indonesia menjadi sorotan dunia internasional.
Kemudian (3) Kasus Mafia Sepak Bola menyangkut pengaturan skor yang terjadi pada akhir 2018 sampai awal 2019. Beberapa petinggi PSSI dan pengurus klub ditangkap karena terlibat dalam pengaturan skor.
Salah satu kasus besar melibatkan anggota Komite Eksekutif PSSI dan sejumlah wasit yang menerima suap untuk mengatur hasil pertandingan. Kasus ini memperburuk reputasi liga dan menunjukkan adanya masalah mendalam terkait integritas di tubuh sepak bola Indonesia.
Nilai rapor yang ketiga ini bisa saja semakin bertambah lagi, bukan soal atur skor akan tetapi memenangkan tuan rumah PON. Bisa saja itu terjadi, kalau saja memang benar-benar tindakan kontroversial wasit Eko Agus Sugih Harto  dilatarbelakangi sentimen memenangkan tuan rumah. Tetapi ini belum terbukti secara resmi, seperti yang diduga publik PON Aceh dan Sumut kali ini.
Nilai rapor merah keempat (4) adalah keterlibat pejabat dalam sepak bola dengan mencuatnya Kasus Edy Rahmayadi (2018). Edy Rahmayadi, mantan Ketua Umum PSSI yang juga menjabat sebagai Gubernur Sumatra Utara, sempat menjadi sorotan karena dianggap tidak fokus menjalankan tugas di PSSI.
Pada awal 2019, Edy mengundurkan diri setelah banyak kritik atas kinerjanya di PSSI. Terutama terkait pengelolaan liga dan prestasi buruk timnas Indonesia. Kontroversi ini memperlihatkan adanya masalah struktural di PSSI, di mana pejabat negara terlibat langsung dalam manajemen sepak bola, tetapi tidak mampu memberikan kinerja yang diharapkan.