Di tengah-tengah taman melati,
Sekarang jangan lagi bingung,
Ada bapak yang baik hati
Ibu berkerudung kain krem itu berpantun menawarkan nasi lauk ikan teri dibungkus daun pisang dengan keranjang plastik dari jukungnya. Kami berdiri di atas atap perahu kelotok yang membawa rombongan dari Banjarmasin.
"Beli nasinya, bapak....," katanya sembari mengangkat keranjang plastik berisi nasi berbungkus daun pisang dari jukungnya, yang dibawa berkayuh dari rumah di pinggir sungai Martapura sejak pagi dinihari.
"Berapa bungkus bapak?" kata si ibu, "Ini tujuh bungkus, beli semua ya...," sebungkus nasi berlauk teri dan ikan, harganya Rp 10.000. Biasanya pembeli nggak pakai nawar, langsung diambil semua karena perhatiannya tersita untuk merekam video si ibu, dan juga perempuan-perempuan lain di Pasar Terapung Lok Baintan di Kecamatan Sungai Tabuk.
Jalan-jalan ke kota Mekkah,
Jalan kaki keliling Ka'abah,
Jangan takut bersedekah,
Rezekinya nanti ditambah
Datang ibu lain lagi berkerudung batik dan berbaju ungu. Pintar berpantun seperti perempuan lain yang berdagang dari jukung, perahu-perahu kecil khas sungai di Kalimantan pagi itu. Ia menawarkan jeruk, satu bakul plastik semuanya ada sepuluh, seharga Rp 20.000.
Pak, good morning selamat pagi,
Baju kuning ganteng sekali,
Ibu berkerudung kuning tak mau kalah, ikut menawarkan gorengan udang galah yang disunduk pakai tusuk bambu, gurih dan enak sekali. Udang galahnya pun gemuk-gemuk dan tidak ada yang nggak enak. Lezat semua. Tetapi satu tusuk udang galah berisi dua, harganya Rp 20.000.
Pak bunga melati di pinggir kali
Harum semerbak di pagi hari
Jangan takut bapak berbagi
Insya allah rezeki menanti
Kata si ibu penjual Udang Galah gorengan, salah satu jualan paling laris di Pasar Terapung Lok Baintan. Disebut Lok Baintan, karena memang maknanya Teluk Berintan. Martapura dikenal di dunia penghasil dan penggosokan intannya. Dan di pasar-pasar di darat banyak toko yang berjualan perhiasan intan berlian. Ada yang sintetis, dan terkadang ada juga intan asli gosokan Martapura meski jarang didapat.
Ciri khas utama dari intan Martapura adalah teknik penggosokannya yang tradisional. Pengrajin intan di Martapura menggunakan metode manual untuk memotong dan menggosok intan, yang memerlukan ketelitian dan keahlian tinggi. Meskipun sekarang ada teknologi modern, banyak pengrajin masih mempertahankan cara-cara tradisional, yang menambah nilai artistik pada hasil akhir.
Harus Pintar Berpantun
Menjadi pedagang makanan di Pasar Terapung Lok Baintan memang kudu pintar berpantun. Karena memang tradisi berbalas pantun adalah tradisi Suku Banjar di Kalimantan Selatan yang dipakai dalam kehidupan sehari-hari.
Tradisi berpantun dalam masyarakat Banjar, merupakan bagian penting dari kebudayaan dan kehidupan sosial mereka. Tradisi ini tidak hanya menjadi sarana berkomunikasi, akan tetapi juga bisa bersifat hiburan tetapi juga mengandung banyak aspek menarik, seperti menambah keakraban. Serta menawarkan dagangan secara halus dan si pembeli menjadi tidak merasa terpaksa lantaran sudah dirayu dengan pantun...
Pantun Banjar sering kali digunakan untuk menyampaikan nasihat, moral, dan kebijaksanaan lokal. Tidak hanya dalam tradisi dan ritual, pantun sehari-hari di Kalimantan Selatan juga berfungsi sebagai sarana untuk menyampaikan pesan penting secara halus dan indah, sehingga nasihat menjadi lebih mudah diterima. Termasuk dalam menawarkan dagangan dari jukung di Pasar Terapung.
Yang penting, pantun kena di hati. Dan makanan pun laku dibeli. Kalau toh harus membayar sepuluh bungkus nasi yang disodorkan di bawah kaki, masing-masing seharga Rp 10.000. Biasanya para wisatawan membelinya pun dengan senyum. Lalu sepuluh bungkus nasi itupun dibagi-bagi pada rombongan penumpang di perahu kelotok yang membawa mereka dari Banjarmasin.
"Tinggal empat bungkus nasi uduknya, pak. Ambil semua ya?"
"Jeruknya juga manis..., " kata si ibu, menawarkan sepuluh jeruk di dalam tumbu plastik, "Ambil semua ya pak," Lalu ia membawa bungkus plastik, dan menuang jeruk itu ke dalam plastik hitam, plastik kresek. Semua disodorkan. Tidak harus beli, tetapi beli pun senang lantaran disuguhi pantun dan jeruknya manis.
Kalau bapak naik sampan
Jangan lupa berkacamata
Wajah bapak memang tampan
Banyak aluh yang tergoda
Pantun apa tadi itu bu? "Pantun dari pasar terapung Lok Baintan. Saranghaeyoo....!" ujar si ibu yang ramah itu, sembari jari telunjuk dan jempol digeser bergesekan, tanda menunjukkan "love" cara anak kekinian, kekorea-koreaan... untuk mewujudkan ungkapan cinta.
"Ayo pak, uang nasi uduknya pak.... tadi tujuh bungkus, tujuhpuluh...," kata si emak menagih. Sampai lupa, karena si bapak terlalu asyik merekam ibu-ibu para pedagang asongan dari jukung-jukung Pasar Terapung Lok Baintan...
Sejam berkelotok
Tidak sulit untuk mencapai lokasi Lok Baintan, pasar terapung di Sungai Martapura ini. Orang biasa mencarter perahu kelotok beramai-ramai, satu rombongan sehingga bayarnya murah. Kalau dibayar sendiri, tentu terasa mahal. Satu perahu kelotok dari Banjarmasin menuju ke arah muara, biasanya seharga Rp 600.000.
Tetapi ada juga yang bayar per penumpang Rp 10.000 pakai kelotok. Kalau yang penumpang umum, bayar per kepala, bisa berangkat dari pelabuhan Sungai Titik Nol di Banjarmasin. Tetapi kalau berombongan, pakai perahu kelotok yang serupa, bisa dari dermaga di depan Siring Menara Pandang atau dermaga di dekat Hotel Swiss-Belhotel Banjarmasin. Sekitar satu kilometer dari Titik Nol Banjarmasin.
Perjalanan dari Banjarmasin via perahu kelotok sekitar 30 menit sampai 45 menit. Lebih baik memang berangkat pagi-pagi antara pukul 05.30 atau 06.00 WIT. Soalnya, ibu-ibu yang berjualan di Pasar Terapung Lok Baintan biasanya sudah pada bubaran sebelum pukul 09.00.
Pasar Terapung Lok Baintan memang merupakan salah satu daya tarik wisata paling banyak dikunjungi di Kalimantan Selatan, karena keunikannya. Dan lokasi Pasar Terapung ini menjadi sangat terkenal, gara-gara sebuah iklan pembuka siaran sebuah stasiun televisi swasta merekam adegan, ibu berperahu jukung mengacungkan jempolnya: RCTI okeeee....!
"Bapak namanya siapa?" kata seorang ibu berkerudung ungu, "Jimmy..," kataku. Oh, ada pantun khusus untuk bapak Jimmy:
Bungkus ketela di dalam lamban
Emas intan di dalam peti
Kami rela jadi relawan
Asal Pak Jimmy jadi bupati
Ha, ha, ha..... Terpaksalah merogoh kocek. Beli dah, nasi bungkus lagi. Padahal tadi sudah sepuluh bungkus tergelar di kaki. Kembali si ibu merayu lagi, agar pak Jimmy tidak merasa terpaksa:
Pisang talas, pisang mahuli
Kalau kasihan tolong dibeli, pak
Buah kecapi, buah kedondong
Bapak ganteng beliin dong!
Pada pinter berpantun. Ibu-ibu ini pada belajarnya dari mana?
"Alhamdulilah, bikin (pantun) sendiri pak...," setiap orang Suku Banjar, umumnya harus bisa berpantun. Karena, melamar menikah pun dalam upacara resmi mereka harus berbalas pantun... *
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H